Pages - Menu

Jumat, 25 Maret 2011

KAKAKQ BILAAANG........



KakakQ bilang: “kalo masih kuliah, menjadi militan itu wajar karena kita terkondisikan dengan lingkungan yg menjadikan kita militan. Setelah lulus, akan banyak tantangan yg menghadang yang mengkondisikan kita untuk diwarnai. Tapi, klo stlh lulus terjun ke masy ternyata masih militan sampeeeey seterusnya sampe mati,, berarti anda memang militan!”

Minggu, 20 Maret 2011

bertukar biodata di masa ta'aruf; perlukah?



Oleh : Farid Ma’ruf



Farid Ma’ruf. Irwan minta bantuan ustadznya, Zainuddin, untuk mencarikan calon istri. Istri sang ustadz yang sudah mempunyai data akhwat-akhwat yang sudah siap menikah menyodorkan biodata Fitri, salah satu binaan dalam jaringannya, kepada suaminya. Pada saat yang sama Zainuddin memberikan biodata Irwan kepada istrinya.

Irwan dan Fitri telah mendapatkan biodata calonnya masing-masing. Mereka membaca dan mencermati biodata itu dengan sangat serius. Mulai dari tanggal lahir, riwayat pendidikan, pengalaman organisasi, pekerjaan, penghasilan, hingga foto berwarna ukuran postcard yang dilampirkan dalam biodata itu.

Irwan sangat tertarik dengan biodata Fitri. Usia masih muda, dari keluarga yang sudah haji semua, sarjana dari PTN terkemuka, bekerja sebagai PNS di pemda, berpengalaman sebagai pimpinan harian di beberapa organisasi kampus, dan yang paling menarik hatinya adalah foto Fitri yang tampak sangat cantik dengan jilbab putihnya. Ia hampir tak berkedip memandang foto itu. Angan-angannya melayang jauh membayangkan Fitri menjadi istrinya. Hidup berbahagia, mempunyai empat atau lima anak yang lucu-lucu. Keluarga samara menjadi cita-cita yang rasanya sudah pasti akan ia raih. Tinggal tunggu waktu saja.

Pada saat yang sama dengan saat Irwan membayangkan kehidupan indahnya, Fitri merasa kesulitan menemukan hal yang menarik dari Irwan. Ia sulit mencari alasan apa yang membuatnya merasa perlu menerima Irwan. Ia cermati biodata dengan sedikit menahan nafas. Usia Irwan jauh di atasnya. Terlahir dari keluarga yang biasa-biasa saja. Bukan tokoh masyarakat, bukan pula orang kaya. Irwan lulusan sebuah akademi yang belum pernah ia dengar namanya, bekerja sebagai penjaga sebuah toko buku kecil di pinggir kota – tepatnya di sebuah gang sempit yang sama sekali tidak bisa dilalui mobil. Pengalaman organisasi ataupun kepanitiaan kegiatan hanya ada beberapa. Itu pun semuanya sebagai seksi perlengkapan. Tidak ada pula daftar prestasi dalam biodata Irwan. Sama sekali tidak ada karya tulis terkait dakwah yang telah ia hasilkan. Foto berwarna ia lihat terakhir. Fitri sempat berharap, semoga Irwan masih punya kelebihan dalam aspek fisik. Barangkali saja wajah Irwan mirip Keanu Reves atau Bradd Pit, bintang film manca yang pernah menjadi idolanya sebelum Fitri mendapatkan hidayah dan serius mengaji Islam. Namun lagi-lagi Fitri harus menelan ludah kekecewaan. Irwan sama sekali jauh dari bayangannya.

Tepat satu minggu setelah acara tukar biodata, Irwan kembali menemui Ustadz Zainuddin. Waktu setelah pengajian ia manfaatkan untuk menyampaikan niatnya untuk segera mengkhitbah Fitri, akhwat yang sekarang sudah menjadi pujaan hatinya. Ustadz Zainuddin mendengarkan dengan serius ucapan Irwan yang sangat bersemangat menyampaikan citanya. “Ehem-ehem”. Ustadz Zainuddin berdehem dua kali. “Akhi. Saya telah menerima jawaban dari Fitri. Ia mengatakan bahwa ia merasa senang menerima biodata antum. Tapi ternyata ia berubah pikiran. Ia ingin melanjutkan kuliah lagi. Jadi, ia tidak bisa menerima pinangan antum sekarang”. Ustadz Zainuddin menyampaikan jawaban dari Fitri dengan hati-hati. “Aduh, bagaimana sih Ustadz? Masak sudah bertukar biodata, tapi kemudian membatalkan? Kalau belum siap, mengapa ia kemarin mau bertukar biodata?” Irwan memprotes jawaban itu. “Afwan ya akhi. Tetapi itulah jawaban Fitri. Ya antum sabar saja. Insya Allah masih banyak akhwat lain yang sudah siap menikah. Antum tinggal pilih saja yang mana”. Irwan tidak terlihat tertarik pada biodata-biodata baru yang disodorkan ustadznya. Ia hanya membaca sekilas, kalau tidak mau disebut tidak membaca sama sekali. Parahnya, perhatian Irwan justru langsung difokuskan pada foto-foto akhwat yang dilampirkan dalam setiap biodata. Semuanya tampak tidak menarik baginya. Tidak ada satupun yang secantik Fitri.

Segera setelah ia sampai di rumahnya, ia langsung menelepon ke hp Fitri. Nomor hp tersebut ia dapatkan dalam biodata Fitri yang telah ia kembalikan. Akan tetapi Irwan sempat mencatat nomor hp itu dalam memory sim cardnya. “Tuut-tuut-tuut”. Tidak terdengar tanda-tanda hp di seberang sana diangkat. Ia coba beberapa kali. Tetap saja tidak ada respon. Akhirnya ia menulis sebuah sms



Engkaulah bidadariku. Yang akan mengisi baitijannati harapanku. Tetapi mengapa tiba-tiba dikau batalkan niat suci itu (Irwan).



Beberapa menit telah berlalu. Tidak ada jawaban sms itu. Hampir dua jam setelahnya baru Irwan mendapatkan sms balasan :



Afwan akhi. Saya telah bersalah kepada antum. Saya telah berlaku dzalim. Namun saya memutuskan memenuhi harapan orang tua untuk kuliah lagi. Dan saya pikir akan sulit jika saya kuliah sekaligus mengurus rumah tangga. Semoga antum segera mendapatkan jodoh akhwat yang cantik, cerdas, sholihah, dan mabdai, serta semangat seperti yang antum harapkan. Afwan katsir. Terus berjuang, Khilafah dan Ridho-Nya menanti kita. (Fitri)



Kata-kata manis dalam sms itu sama sekali tidak bisa memaniskan suasana hatinya. Segera ia tulis lagi sms balasan. Isinya tentu saja PROTES.

Maka hari-hari setelah hari itu ada kesibukan baru antara Irwan dengan Fitri. Tiap hari Irwan mengirimkan sms kepada Fitri. Ada-ada saja akalnya untuk mengirim sms kepada Fitri. Mulai dari bertanya masalah tsaqofah, minta pendapat, sampai curhat. Awalnya Fitri masih membalas sms-sms itu. Tetapi lama-lama ia tidak tahan. Sms Irwan sudah tidak pada tempatnya lagi. Isinya melantur dan tidak ada gunanya. Bukan lagi tsaqofah yang ditanyakan, tetapi justru kiriman puisi-puisi cinta yang justru memuakkan hati Fitri.

Kejadian lain yang membuat Fitri sebal, Irwan mengetahui password email pribadinya. Dan dengan email itu Irwan mengirim beberapa email kepada sahabat-sahabatnya. Isinya, cerita fiktif semua tentang hubungan Fitri dengan Irwan.

Minggu-mingu setelah itu pun akhirnya menyita waktu Ustadz Zainuddin dan istrinya. Mereka pusing bagaimana menyadarkan Irwan untuk tidak mengirim sms aneh kepada Fitri. Juga bagaimana menyadarkan agar Irwan tidak menyebar-nyebarkan kegagalan taarufnya dengan Fitri. Kegagalan yang akhirnya diketahui banyak orang ini memang sangat menyudutkan Fitri. Ia seakan menyandang gelar baru “pengkhianat cinta”. Bahkan yang lebih menyedihkan, muncul juga julukan baru “bekas Irwan”. Ikhwan-ikhwan lain pun menjadi berpikir 100 kali terlebih dahulu jika akan bertaaruf dengan Fitri.

Di sisi lain, Fitri yang merasa stres dengan kejadian itu curhat kepada teman-teman dekatnya yang masih satu kelompok pengajian. Tingkah laku dan perbuatan Irwan pun menjadi diketahui banyak akhwat. Walhasil, nama Irwan akhirnya masuk ke dalam black list para akhwat. Seakan menjadi sebuah kesepahaman para akhwat untuk tidak usah menerima pinangan Irwan sampai kapan pun. Lebih parah lagi, seandainya ada salah satu akhwat yang akan taaruf dengan Irwan, mereka akan mengatakan : “Hati-hati dengan Irwan. Sebaiknya cari ikhwan lain aja deh !”

Kisah selanjutnya bak sinetron yang tidak akan habis dalam 100 episode. Dan tidak penting bagi kita menyimak keseluruhan isi kisah itu. Cukuplah menjadi pelajaran bagi kita bahwa ikhwan dan akhwat adalah manusia yang walau bagaimanapun tetap memiliki nafsu.



Ada beberapa pelajaran dari kejadian semi fiktif dan semi nyata dalam kisah tadi :

Pertama. Tidak perlu jatuh cinta pada calon yang disodorkan. Calon belumlah pasti akan menjadi pasangan kita kelak. Mendapatkan biodata barulah langkah awal sebelum menempuh langkah-langkah selanjutnya. Oleh karena itu, jangan terlalu dini jatuh cinta. Jatuh cintalah pada saat ia sudah menjadi suami/istri anda yang sah.

Kedua. Mak comblang (MC) tidak perlu memberikan biodata masing-masing calon. Walaupun kedua belah pihak yaitu ikhwan dan akhwat memang didesain untuk dijodohkan, tidak berarti dalam proses awal masing-masing pihak mengetahui cukup dalam dan detail calon pasangannya. Cukuplah MC memberikan data-data umum. Apabila data-data umum tersebut menarik perhatian keduanya, barulah data yang lebih detail diberikan. Apabila ketertarikan hanya muncul dari salah satu pihak, maka proses taaruf tidak perlu dilanjutkan. Misalnya si ikhwan tertarik, tetapi si akhwat tidak. Maka ikhwan yang ditolak tetap tidak mengetahui siapa yang menolaknya. Begitu juga akhwat yang menolak, tidak mengetahui siapa ikhwan yang ditolaknya. Maka posisi keduanya tetap aman. Tidak ada label “BEKAS” pada keduanya.

Ketiga. Komunikasi ikhwan-akhwat hendaknya tetap melalui MC. Oleh karena itu, memberikan nomor hp pada awal proses taaruf belum tentu tepat. Lebih baik jika dalam proses-proses awal semua komunikasi dijembatani oleh MC. Hal ini untuk menjaga agar komunikasi mereka tetap dalam koridor syariah. Selain itu adalah untuk mendeteksi secara dini apabila ada masalah dalam proses taaruf mereka.

Keempat. Seseorang yang sudah ditolak tidak perlu mencari-cari alasan untuk berkomunikasi dengan “mantan” calonnya. Ketika sang calon sudah menolak, maka tidak perlu lagi berkomunikasi dengan topik “khusus”. Kalaulah ada komunikasi, itu bukan karena sempat ada proses taaruf sebelumnya, tetapi murni karena adanya kebutuhan yang sama sekali tidak terkait dengan taaruf yang pernah dilakukan.

Kelima. MC hendaknya tidak asal menjodohkan. Sebaiknya memperhatikan bagaimana kriteria dari masing-masing pihak. Jangan hanya karena salah satu pihak sudah lama menitipkan biodata, kemudian MC mendahulukannya. Stok biodata tidaklah sama dengan stok barang dalam toko buah yang menerapkan standar FIFO (First In First Out; barang yang masuk lebih dahulu harus dikeluarkan lebih dahulu). Biodata itu berisi data ikhwan dan akhwat yang ingin membangun keluarga samara dalam baiti jannati. Tentu saja tidak mungkin tatanan ideal itu dapat terwujud jika MC hanya berperan bak penjual buah yang hanya menargetkan dagangannya cepat laku. Stok lama memang perlu diperhatikan, tetapi bukan berarti harus mengorbankan stok baru yang bisa jadi hanya cocok untuk orang tertentu.

Keenam. Rahasiakan aib saudara. Perbuatan ikhwan yang meneror akhwat yang menolaknya memang bukan perbuatan terpuji. Akan tetapi sebisa mungkin dijaga berita itu jangan sampai diketahui orang lain. Kalau toh ada perasaan tertekan dan membutuhkan curhat, sebisa mungkin hanya disampaikan pada orang-orang tertentu yang dipercaya mampu memberikan solusi serta mampu menjaga rahasia. Dalam curhat sebisa mungkin juga tidak usah menyebut nama. Walau bagaimanapun, seseorang yang error pada saat ini, sangat mungkin akan menjadi baik di masa mendatang.

Ketujuh. Hindari memasukkan nama seseorang ke dalam black list. Terkait dengan poin keenam. Seorang ikhwan yang saat ini error, besok bisa menjadi baik. Oleh karena itu jangan anda tutup peluang dia untuk mendapatkan akhwat lain. Adalah tidak adil apabila ia masuk ke dalam black list (sehingga tidak ada satu pun akhwat yang bersedia taaruf dengannya) padahal mungkin saja sekarang ia telah menjadi ikhwan yang baik. Begitu pula sebaliknya. Jangan karena seorang akhwat pernah gagal bertaaruf dengan seorang ikhwan, maka ikhwan-ikhwan lain ikut-ikutan mempermasalahkan akhwat itu.

Demikian beberapa usulan saya terkait tata cara dalam proses taaruf. Semoga bermanfaat. Selamat bertaaruf. Dan semoga anda segera mendapatkan jodoh. Amin. (Farid Ma’ruf; www.faridmaruf.wordpress.com).

Menjadi Keluarga SAMARA penegak syariah dan Khilafah




Keluarga Pengemban Dakwah

Islam mewajibkan setiap Muslim, laki-laki maupun perempuan, untuk menjadikan akidah Islam sebagai landasan kehidupan, termasuk dalam kehidupan rumah tangga. Menjadikan akidah Islam sebagai asas rumah tangga berarti mendudukkan akidah sebagai penentu tujuan hidup dalam berumah tangga. Akidah Islam menetapkan bahwa tujuan hidup setiap manusia adalah menggapai ridha Allah Swt. melalui ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan kepada-Nya (QS adz-Dzariyat [51]: 56).

Berdasarkan hal ini, maka orang yang berpegang teguh pada akidah Islam akan senantiasa terikat dengan aturan-aturan Islam, termasuk dalam membangun kehidupan rumah tangga; membina dan menjalaninya. Motivasi dalam berkeluarga adalah semata-mata berharap mendapat ridha-Nya. Keberhasilan materi bukan hal yang utama. Setiap perintah Allah akan dilaksanakan sekalipun berat, penuh rintangan dan halangan, serta tidak terbayang keuntungan materinya. Sebaliknya, semua yang dilarang-Nya akan senantiasa dihindari walaupun menarik hati, menyenangkan, dan menjanjikan kesenangan materi.

Salah satu perintah Allah Swt. kepada suami dan istri adalah dakwah. Perhatikanlah firman Allah Swt. berikut:

]وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ[

Orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain. Mereka melakukan amar makruf nahi mungkar. (QS at-Taubah [9]: 71).

Dalam ayat ini Allah Swt. menyatakan bahwa berdakwah merupakan aktivitas yang menyatu dengan keimanan seseorang, baik laki-laki maupun wanita. Allah Swt. juga berfirman:

]وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ[

Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyerukan kebajikan (Islam) dan melakukan amar makruf nahi mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS Ali Imran [3]: 104).

Ayat ini mengisyaratkan bahwa dakwah bukanlah tanggung jawab seseorang saja, tetapi harus dilakukan secara berjamaah; harus ada sekelompok orang beranggotakan laki-laki maupun perempuan yang mampu menegakkan tujuan dakwah.

Jadi jelas, bahwa dakwah memang wajib dilakukan oleh setiap muslim laki-laki maupun wanita, suami maupun istri. Sekarang, setidaknya separuh jumlah penduduk dunia adalah wanita. Padahal pihak yang layak dan tepat berdakwah di kalangan wanita adalah kaum wanita; ibu dan calon ibu. Apalagi kondisi wanita sekarang telah dijadikan sasaran yang empuk untuk meruntuhkan suatu bangsa.

Dengan demikian, suami dan istri sama-sama meyakini bahwa dakwah merupakan kewajiban mereka. Suami tidak akan menghalang-halangi istrinya berdakwah. Sebab, menghalangi istri berdakwah berarti menghalanginya menunaikan kewajiban. Hal ini sama saja dengan menjerumuskannya ke dalam dosa. Sebaliknya, istri juga akan meridhai suaminya berdakwah. Suatu kali suaminya kendur dalam dakwah, bersegeralah ia menyemangatinya. Istri bangga memiliki suami sebagai pengemban dakwah, suami pun bangga memiliki istri pengemban dakwah. “Keluarga kami adalah keluarga pengemban dakwah,” begitu jiwanya berkata. Inilah kebahagiaan ideologis.

Mengatasi Problem Keluarga

Hidup berumah tangga bukanlah jalan tol yang tanpa hambatan. Ujian, cobaan, dan hambatan akan datang silih berganti. Hal ini penting selalu disadari oleh setiap pasangan suami-istri.

Sepasang suami-istri akan ingat bahwa ketika mereka menikah berarti dia telah menjawab satu pertanyaan penting dalam hidupnya, “Dengan siapa Anda akan berjuang bersama mengarungi kehidupan demi mencapai ridha Allah dan masuk surga bersama-sama?” Dengan mengingat hal ini maka suami dan istri adalah sahabat satu sama lain. Secara îmâni, suami-istri bukan sekadar bertujuan mencapai kebahagiaan seksual atau status sosial tinggi, melainkan masuk surga bersama-sama. (Lihat: QS az-Zukhruf [43]: 70-71). Rumah tangga yang dibentuknya bukan sembarang rumah tangga, melainkan rumah tangga yang akan diboyong ke surga. Inilah perkara yang senantiasa diingatnya ketika menghadapi persoalan. Karenanya, ketika terjadi guncangan rumah tangga, mereka saling berpegangan, bukan justru saling berlepas tangan. Solusi dan prinsip dalam menyelesaikan persoalan pun senantiasa disandarkan pada akidah dan syariat Islam.

Di antara persoalan yang muncul dalam rumah tangga adalah:

1.Ketimpangan pemahaman Islam antara suami-istri. Adanya jurang pemahaman sepasang suami-istri dapat menghadapi keguncangan dalam rumah tangga. Dakwah pun akan terganggu. Persoalan ini perlu diselesaikan dengan cara menyamakan persepsi. Caranya adalah berdialog; bukan dialog seperti penguasa dengan rakyat, tetapi dialog antara dua sahabat yang dilandasi cinta dan kasih sayang. Jika dialog terasa sulit, maka suami akan meminta dan mendorong istrinya mengikuti proses pembinaan. Hal yang sama dilakukan juga oleh istri kepada suaminya. Rasulullah saw. sering berdialog dengan istri-istrinya.

2.Beban hidup keluarga. Kezaliman penguasa seperti menaikkan harga BBM telah memukul masyarakat, tak terkecuali keluarga pengemban dakwah. Saat menghadapi persoalan ini keluarga Muslim akan menghadapinya dengan penuh kesabaran. Mereka yakin, Allah sajalah Maha Pemberi rezeki; Dialah yang meluaskan rezeki bagi siapa saja yang Dia kehendaki; Dia pula yang menyempitkan rezeki atas siapa saja yang Dia kehendaki. Keluarga Muslim memandang kaya atau miskin hanyalah cobaan dari Allah, Zat Yang Mahagagah. Hal ini justru mendorong mereka untuk semakin taat kepada Allah Swt. (Lihat: QS al-A‘raf [7]:168). Suami akan terus berusaha mencari nafkah. Istri pun tidak banyak menuntut.

Janganlah mengira Rasulullah hidup penuh kelonggaran. Sudah dimaklumi, Rasulullah saw. hidup dalam kefakiran. Nabi kekasih Allah tersebut dan keluarganya sering tidak kenyang makan selama tiga hari berturut-turut. Hal ini beliau alami hingga pulang ke rahmatullah (HR al-Bukhari dan Muslim). Namun, beliau dan istri-istrinya tetap teguh dalam dakwah Islam.


3.Masalah prioritas amal suami-istri. Kadangkala suami memprioritaskan agar istrinya mengasuh anak yang sakit, misalnya; sementara istrinya lebih mengutamakan kontak tokoh. Perselisihan pun terjadi. Sebenarnya, penentuan prioritas (al-awlawiyât) harus mengacu pada hukum syariah. Oleh sebab itu, suami dan istri penting memahami kedudukan masing-masing berdasarkan syariah. Suami wajib memperlakukan istri dengan baik (ma‘rûf), memberi nafkah, mendidik istri, menjaga kehormatan istri dan keluarga. Istri berkewajiban taat kepada suami, menjaga amanat sebagai umm[un] wa rabbah al-bayt, menjaga kehormatan dan harta suami, meminta izin bepergian kepada suami. Sementara itu, kewajiban bersamanya adalah menjaga iman dan takwa; menjaga senantiasa taat kepada Allah Swt. menghindari maksiat, dan saling mengingatkan. Diupayakan, semua kewajiban dikompromikan antara suami dan istri. Jika pada suatu situasi dan kondisi tertentu terjadi bentrokan kepentingan antara peran sebagai umm[un] wa rabbah al-bayt dan tugas dakwah, sedangkan pemaduan keduanya tidak dapat dilakukan, maka secara syar‘i prioritas yang harus dilakukan adalah kedudukan sebagai umm[un] wa rabbah al-bayt.



Prinsip Dakwah Sinergis

Ada lagi persoalan lain yang kadangkala muncul. Namun, bagi setiap persoalan yang muncul, inti pemecahan masalahnya adalah:

1.Mengetahui hak dan kewajiban masing-masing serta hak dan kewajiban bersama, lalu berupaya mengkompromikannya. Jika tidak bisa, kembali pada awlawiyât berdasarkan hukum syariah.

2.Membangun komunikasi dan saling pengertian. Rasulullah saw. senantiasa berkomunikasi dengan Ibunda Khadijah ra. Beliau bersama istrinya berupaya bersama membincangkan persoalan dakwah. Bahkan, beliau menyempatkan berkomunikasi dan bersenda-gurau dengan istri-istrinya setiap sehabis isya. Setelah itu, barulah beliau menginap di tempat istri yang mendapat giliran. Nabi saw. mencontohkan bahwa komunikasi merupakan persoalan vital dalam rumah tangga. Tentu, saat komunikasi bukan melulu persoalan yang berat-berat, melainkan juga terkait dengan persoalan ringan seperti makanan yang enak, foto keluarga, dll.

3.Saling mendukung sebagai tim dakwah terkecil. Dukungan orang-orang terdekat—suami dan istri, anak-anak, orangtua, dan orang-orang yang berada di sekitarnya—langsung atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap kesuksesan tim dakwah keluarga. Beban rumah tangga, nafkah, dan dakwah jelas sangat berat. Akan lebih berat lagi jika suami/istri atau keluarga tidak memahami kewajiban ini. Sebaliknya, semua tugas akan terasa ringan dan menyenangkan, rasa lelah segera hilang jika suami/istri dan keluarga memahami aktivitasnya; mendukung, apalagi turut membantu. Suami dan istri sama-sama memahami bahwa aktivitas tersebut bukan didasari oleh keinginan untuk aktualisasi diri, karir, ataupun untuk persaingan antara suami-istri. Keduanya akan saling menolong dalam beribadah kepada Allah dan berlomba dalam kebaikan. Dengan begitu, akan tercipta sebuah keluarga yang harmonis, sakinah, mawaddah wa rahmah. Bagi Muslimah shalihah, seberat apa pun beban yang harus ditunaikan tidak berarti apa-apa jika dukungan dan ridha suami senantiasa menyertainya. Begitu juga, seorang suami salih akan tetap tersenyum bahagia jika istrinya shalihah dan menopang dakwahnya. Di sinilah peran penting suami-istri saling mendukung dalam menunaikan kewajiban dakwah dari Allah, Zat Yang Mahakuasa. Perlu suami-suami menjadi seperti Nabi saw. dan para sahabat; perlu istri-istri menjadi laksana ummul mukminin dan shahabiyât yang secara harmonis berjuang bersama memperjuangkan Islam.

4.Pentingnya ukhuwah sesama pengemban dakwah. Dakwah tidak mungkin dilakukan secara individual. Dakwah berjamaah adalah suatu keniscayaan. Ukhuwah di antara pengemban dakwah juga terus dipelihara selama mereka berinteraksi. Dengan begitu, satu sama lain akan saling mengenal, saling memahami, dan saling membantu. Masing-masing memahami karakter, kemampuan, kondisi, kendala, serta apa yang dibutuhkan. Tidak akan ada beban yang diberikan di luar kemampuan seseorang atau membuat dia lalai terhadap kewajibannya yang lain. Kalaupun ada kendala pada individu pengemban dakwah bukan langsung disalahkan, tetapi akan diteliti akar permasalahannya dan dicari solusi pemecahannya. Sebuah jamaah dakwah ibarat roda yang berputar. Masing-masing bagian menempati posisi dan fungsi masing-masing; kadang berada di bawah kemudian bergulir ke atas. Demikian halnya dengan seorang pengemban dakwah. Ketika dia sedang diliputi kendala, keadaannya ibarat bagian bawah roda. Saudaranya sigap dan cepat bereaksi untuk membantunya. Jika ini terjadi maka suatu keluarga pengemban dakwah yang tengah mendapatkan kesulitan diringankan oleh saudaranya dari keluarga lain.



Profil Keluarga

Keluarga Nabi saw. adalah keluarga sakinah penegak syariah. Beliau sebagai seorang suami sering bergurau, berbuat makruf, dan lembut terhadap istrinya. Beliaupun sekaligus rasul pejuang Islam. Salah seorang istrinya, Ibunda Khadijah, adalah penopang utama dakwah Nabi saw., beriman pertama kali, membiayai hampir seluruh dakwahnya. Sekalipun demikian, Ibunda Khadijah tetap rendah hati, berakhlak mulia, dan menjaga kesuciannya. Ia juga menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya serta tetap menghormati dan menaati Rasulullah saw. sebagai suaminya. Dari ibu mulia inilah lahir perempuan mulia Fatimah az-Zahra. Hidup beliau dilalui dengan penuh kesetiaan dan kebajikan. Sebagaimana yang seharusnya dilakukan oleh seorang istri kepada suaminya. Ia mendampingi Rasulullah saw. dalam suka dan duka perjuangan (Lihat: Akhmad Khalil Jam’ah, Wanita Yang Dijamin Syurga, Darul Falah, Jakarta, 2002, hlm. 16).

Ibunda Khadijahlah yang senantiasa menenangkan ketakutan Nabi saw. Tampaklah, keluarga beliau adalah keluarga sakinah yang pejuang, atau keluarga pejuang yang sakinah.

Profil seperti itu terjadi juga pada keluarga Yasir bin Amir bin Malik. Dia bersama istrinya Sumayyah binti Khubath ra., dan anaknya Amar bin Yasir, termasuk tujuh orang pertama yang masuk Islam. Pasangan suami-istri tersebut berhasil mendidik anaknya menjadi salih. Sang suami amat sayang kepada istri dan anaknya. Semasa hidupnya pun Sumayyah dikenal sebagai seorang istri yang baik, berbakti, dan mengabdi kepada suaminya. Ia bersama suaminya dalam suka dan duka. Mereka bukan hanya sebagai keluarga sakinah, melainkan juga mempertaruhkan nyawanya demi melawan musuh-musuh Islam. Jelas, mereka adalah keluarga sakinah penegak Islam.

Contoh lain adalah keluarga Abu Thalhah. Beliau adalah seorang pejuang dan sahabat dekat Nabi saw. Istrinya bernama Ummu Sulaym binti Milhan ra. Dia adalah seorang perempuan Anshar. Ia termasuh shahabiyah yang utama. Ilmu, pemahaman, keberanian, kemurahan hati, kebersihan, dan keikhlasan bagi Allah dan Rasul terkumpul dalam dirinya. Sebagai ayah dan ibu mereka berhasil. Buktinya, Anas bin Malik yang banyak meriwayatkan hadis itu adalah anak mereka. Hubungan suami-istri pun mesra. Ummu Sulaym senantiasa menyediakan makanan dan minuman, berdandan cantik, bercakap dan bersenda gurau. Sungguh, keluarga mereka bukan hanya pembela Nabi saw., melainkan juga sakinah.

Banyak lagi contoh-contoh profil keluarga sahabat. Intinya, mereka memadukan peran ayah/ibu dan anak, peran suami-istri, dan keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah, dengan perjuangan Islam. Jika kita hendak menjadi keluarga seperti mereka maka kita mesti menjadi ‘keluarga sakinah penegak syariah dan Khilafah’. Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb.(Oleh: Ust. MR Kurnia)

Khadijah binti Khuwaild (wafat 3H)




Khadijah binti Khuwaild adalah sebaik-baik wanita ahli surga. Ini sebagaimana sabda Rasulullah, “Sebaik-baik wanita ahli surga adalah Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid.” Khadijah adalah wanita pertama yang hatinya tersirami keimanan dan dikhususkan Allah untuk memberikan keturunan bagi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam., menjadi wanita pertama yang menjadi Ummahatul Mukminin, serta turut merasakan berbagai kesusahan pada fase awal jihad pcnyebaran agarna Allah kepada seluruh umat manusia.

Khadijah adalah wanita yang hidup dan besar di lingkungan Suku Quraisy dan lahir dari keluarga terhormat pada lima belas tahun sebelum Tahun Gajah, sehingga banyak pemuda Quraisv yang ingin mempersuntingnya. Sebelum menikah dengan Rasulullah, Khadijah pernah dua kali menikah. Suami pertama Khadijah adalah Abu Halah at-Tamimi, yang wafat dengan meninggalkan kekayaan yang banyak, juga jaringan perniagaan yang luas dan berkembang. Pernikahan kedua Khadijah adalah dengan Atiq bin Aidz bin Makhzum, yang juga wafat dengan meninggalkan harta dan perniagaan. Dengan demikian, Khadijah menjadi orang terkaya di kalangan suku Quraisy.

A. Wanita Suci

Sayyidah Khadijah dikenal dengan julukan wanita suci sejak perkawinannya dengan Abu Halah dan Atiq bin Aidz karena keutamaan ãkhlak dan sifat terpujinya. Karena itu, tidak heran jika kalangan Quraisy memberikan penghargaan dan berupa penghormatan yang tinggi kepadanya.

Kekayaan yang berlimpahlah yang menjadikan Khadijah tetap berdagang. Akan tetapi, Khadijah merasa tidak mungkin jika sernua dilakukan tanpa bantuan orang lain. Tidak mungkin jika dia harus terjun langsung dalam berniaga dan bepergian membawa barang dagangan ke Yaman pada musim dingin dan ke Syam pada musim panas. Kondisi itulah yang menyebabkan Khadijah mulai mempekerjakan beberapa karyawan yang dapat menjaga amanah atas harta dan dagangannya. Untuk itu, para karyawannya menerima upah dan bagian keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Walaupun pekerjaan itu cukup sulit, bermodalkan kemampuan intelektual dan kecemer1angan pikiran yang didukung oleh pengetahuan dasar tentang bisnis dan bekerja sama, Khadijah mampu menyeleksi orang-orang yang dapat diajak berbisnis. Itulah yang mengantarkan Khadilah menuju kesuksesan yang gemilang.

B. Pemuda yang Jujur

Khadijah memiliki seorang pegawai yang dapat dipercaya dan dikenal dengan nama Maisarah. Dia dikenal sebagai pemuda yang ikhlas dan berani, sehingga Khadijah pun berani melimpahkan tanggung jawab untuk pengangkatan pegawai baru yang akan mengiring dan menyiapkan kafilah, menentukan harga, dan memilih barang dagangan. Sebenarnya itu adalah pekerjaan berat, namun penugasan kepada Maisarah tidaklah sia-sia.

C. Pemuda Pemegang Amanah


Kaum Quraisy tidak mengenal pemuda mana pun yang wara, takwa, dan jujur selain Muhammad bin Abdullah, yang sejak usia lima belas tahun telah diajak oleh Maisarah untuk menyertainya berdagang.

Seperti biasanya, Maisarah menyertai Muhammad ke Syam untuk membawa dagangan Khadijah, karena memang keduanya telah sepakat untuk bekerja sama. Perniagaan mereka ketika itu memberikan keuntungan yang sangat banyak sehingga Maisarah kembali membawa keuntungan yang berlipat ganda. Maisarah mengatakan bahwa keuntungan yang mereka peroleh itu berkat Muhammad yang berniaga dengan penuh kejujuran. Maisarah menceritakan kejadian aneh selama melakukan perjalanan ke Syam dengan Muhammad. Selama perjalanan, dia melihat gulungan awan tebal yang senantiasa mengiringi Muhammad yang seolah-olah melindungi beliau dari sengatan matahari. Dia pun mendengar seorang rahib yang bernama Buhairah, yang mengatakan bahwa Muhammad adalah laki-laki yang akan menjadi nabi yang ditunggu-tunggu oleh orang Arab sebgaimana telah tertulis di dalam Taurat dan Injil.

Cerita-cerita tentang Muhammad itu meresap ke dalam jiwa Khadijah, dan pada dasarnya Khadijah pun telah merasakan adanya kejujuran, amanah, dan cahaya yang senantiasa menerangi wajah Muhammad. Perasaan Khadijah itu menimbulkan kecenderungan terhadap Muhammad di dalam hati dan pikirannya, sehingga dia menemui anak pamannya, Waraqah bin Naufal, yang dikenal dengan pengetahuannya tentang orang- orang terdahulu. Waraqah mengatakan bahwa akan muncul nabi besar yang dinanti-nantikan manusia dan akan mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya Allah. Penuturan Waraqah itu menjadikan niat dan kecenderungan Khadijah terhadap Muhammad semakin bertambah, sehingga dia ingin menikah dengan Muhammad. Setelah itu dia mengutus Nafisah, saudara perempuan Ya’la bin Umayyah untuk meneliti lebih jauh tentang Muhammad, sehingga akhirnya Muhammad diminta menikahi dirinya.

Ketika itu Khadijah berusia empat puluh tahun, namun dia adalah wanita dari golongan keluarga terhormat dan kaya raya, sehingga banyak pemuda Quraisy yang ingin menikahinya. Muhammad pun menyetujui permohonan Khadijah tersebut. Maka, dengan salah seorang pamannya, Muhammad pergi menemui paman Khadijah yang bernama Amru bin As’ad untuk meminang Khadijah.

D. Istri Pertama Rasulullah


Allah menghendaki pernikahan hamba pilihan-Nya itu dengan Khadijah. Ketika itu, usia Muhammad baru menginjak dua puluh lima tahun, sementara Khadijah empat puluh tahun. Walaupun usia mereka terpaut sangat jauh dan harta kekayaan mereka pun tidak sepadan, pernikahan mereka bukanlah pernikahan yang aneh, karena Allah Subhanahu wa ta’ala telah memberikan keberkahan dan kemuliaan kepada mereka.

Khadijah adalah istri Nabi yang pertama dan menjadi istri satu-satunya sebelum dia rneninggal. Allah menganugerahi Nabi Shallallahu alaihi wassalam. melalui rahirn Khadijah beberapa orang anak ketika dibutuhkan persatuan dan banyaknya keturunan. Dia telah mernberikan cinta dan kasih sayang kepada Rasuluflah Shallallahu alaihi wassalam. pada saat-saat yang sulit dan tindak kekerasan dan kekejaman datang dari kerabat dekat. Bersama Khadijah, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. mernperoleh per1akuan yang baik serta rumah tangga yang tenteram damai, dan penuh cinta kasih, setelah sekian lama beliau merasakan pahitnya menjadi anak yatirn piatu dan miskin.

E. Putra-putri Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam


Khadijah melahirkan dua orang anak laki-laki, yaitu Qasim dan Abdullah serta empat orang anak perempuan, yaitu Zainab, Ruqayah, Ummu Kultsum dan Fatimah. Seluruh putra dan putrinya lahir sebelum masa kenabian, kecuali Abdullah. Karena itulah, Abdullah kemudian dijuluki ath-Thayyib (yang balk) dan ath-Thahir (yang suci).

Zainab banyak rnenyerupai ibunya. Setelah besar, Zainab dinikahkan dengan anak bibinya, Abul Ash ibnur Rabi’. Pernikahan Zainab ini merupakan peristiwa pertama Rasulullah rnenikahkan putrinya, dan yang terakhir beliau menikahkan Ummu Kultsum dan Ruqayah dengan dua putra Abu Lahab, yaitu Atabah dan Utaibah. Ketika Nabi Shallallahu alaihi wassalam. diutus menjadi Rasul, Fathimah az-Zahra, putri bungsu beliau rnasih kecil.

Selain mereka ada juga Zaid bin Haritsah yang sering disebut putra Muhammad. Semula, Zaid dibeli oleh Khadijah dari pasar Mekah yang kemudian dijadikan budaknya. Ketika Khadijah menikah dengan Muhammad, Khadijah memberikan Zaid kepada Muhammad sebagai hadiah. Rasulullah sangat mencintai Zaid karena dia memiliki sifat-sifat yang terpuji. Zaid pun sangat mencintai Rasulullah. Akan tetapi di tempat lain, ayah kandung Zaid selalu mencari anaknya dan akhirnya dia mendapat kabar bahwa Zaid berada di tempat Muhammad dan Khadijah. Dia mendatangi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam untuk memohon agar beliau mengembalikan Zaid kepadanya walaupun dia harus membayar mahal. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam memberikan kebebasan penuh kepada Zaid untuk memilih antara tetáp tinggal bersamanya dan ikut bersama ayahnya. Zaid tetap memilih hidup bersama Rasulullah, schingga dan sinilah kita dapat mengetahuisifat mulia Zaid.

Agar pada kemudian hari nanti tidak menjadi masalah yang akan memberatkan ayahnya, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. dan Zaid bin Haritsah menuju halaman Ka’bah untuk mengummkan kebebasan Zaid dan pengangkatan Zaid sebagai anak. Setelah itu, ayahnya merelakan anaknya dan merasa tenang. Dari situlah mengapa banyak yang menjuluki Zaid dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Akan tetapi, hukum pengangkatan anak itu gugur setelah turun ayat yang membatalkannya, karena hal itu merupakan adat jahiliah, sebagaimana firman Allah berikut ini:

” … jika kamu mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah merela sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu … ” (QS. At-Taubah:5)

F. Pada Masa Kenabian Muhammad Shallallahu alaihi wassalam.


Muhammad bin Abdullah hidup berumah tangga dengan Khadijah binti Khuwailid dengan tenterarn di bawah naungan akhlak mulia dan jiwa suci sang suami. Ketika itu, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. menjadi tempat mengadu orang-orang Quraisy dalam menyelesaikan perselisihan dan pertentangan yang terjadi di antara mereka. Hal itu menunjukkan betapa tinggi kedudukan Rasulullah di hadapan mereka pada masa prakenabian. Beliau menyendiri di Gua Hira, menghambakan din kepada Allah yang Maha Esa, sesuai dengan ajaran Nabi Ibrahim a.s.

Khadijah sangat ik.hlas dengan segala sesuatu yang dilakukan suaminya dan tidak khawatir selama ditinggal suaminya. Bahkan dia menjenguk serta menyiapkan makanan dan minuman selama beliau di dalam gua, karena dia yakin bahwa apa pun yang dilakukan suaminya merupakan masalah penting yang akan mengubah dunia. Ketika itu, Nabi Muhammad berusia empat puluh tahun.

Suatu ketika, seperti biasanya beliau menyendiri di Gua Hira –waktu itu bulan Ramadhan–. Beliau sangat gemetar ketika mendengar suara gaib Malaikat Jibril memanggil beliau. Malaikat Jibril menyuruh beliau membaca, namun beliau hanya menjawab, “Aku tidak dapat membaca.” Akhirnya, Malaikat Jibril mendekati dan mendekap beliau ke dadanya, seraya berkata, “Bacalah, wahai Muhammad!” Ketika itu Muhammad sangat bingung dan ketakutan, seraya menjawab, “Aku tidak dapat membaca.” Mendengar itu, Malaikat Jibril mempererat dekapannya, dan berkata, “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia. Dia mengajari manusia dengan perantaraan pena. Dia mengajarkan segala sesuatu yang belum mereka ketahui.” Rasulullah Muhammad mengikuti bacaan tersebut. Keringat deras mengucur dari seluruh tubuhnya sehingga beliau kepayahan dan tidak menemukan jalan menuju rumah. Khadijah melihat beliau dalam keadaan terguncang seperti itu, kemudian memapahnya ke rumah, serta berusaha menghilangkan ketakutan dan kekhawatiran yang memenuhi dadanya. “Berilah aku selimut, Khadijah!” Beberapa kali beliau meminta istrinya menyelimuti tubuhnya. Khadijah memberikan ketenteraman kepada Rasulullah dengan segala kelembutan dan kasih sayang sehingga beliau merasa tenteram dan aman. Beliau ridak langsung menceritakan kejadian yang menimpa dirinya kepada Khadijah karena khawatir Khadijah menganggapnya sebagai ilusi atau khayalan beliau belaka.

D. Pribadi yang Agung

Setelah rasa takut beliau hilang, Khadilah berupaya agar Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. mengutarakan apa yang telah dialaminya, dan akhirnya beliau pun menceritakan peristiwa yang baru dialaminya. Khadijah mendengarkan cerita suaminya dengan penuh minat dan mempercayai semuanya, sehingga Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. merasa bahwa istrinya pun menduga akan terjadinya hal-hal seperti itu.

Sejak semula Khadijah telah yakin bahwa suaminya akan menerima amanat Allah Yang Maha Besar untuk seluruh alam semesta. Kejadian tersebut merupakan awal kenabian dan tugas Muhammad menyampaikan amanat Allah kepada manusia. Hal itu pun merupakan babak baru dalam kehidupan Khadijah yang dengannya dia harus mempercayai dan meyakini ajaran Rasulullah Muhammad, sehingga Rasulullah mengatakan, “Aku rnengharapkannya menjadi benteng yang kuat bagi diriku.”

Di sinilah tampak kebesaran pribadi serta kematangan dan kebijaksanaan pemikiran Khadijah. Khadijah telah mencapai derajat yang tinggi dan sempurna, yang belum pernah dicapai oleh wanita mana pun. Dia telah berkata kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, “Demi Allah, Allah tidak akan menyia nyiakanrnu Engkau selalu menghubungkan silaturahim, berbicara benar, memikul beban orang lain, menolong orang papa, menghorrnati tamu, dan membantu meringankan derita dan musibah orang lain.”

Setelah Rasulullah merasa tenteram dan dapat tidur dengan tenang, Khadijah mendatangi anak pamannya, Waraqah bin Naufal, yang tidak terpengaruhi tradisi jahiliah. Khadijah menceritakan kejadian yang dialami suaminya. Mendengar cerita mengenai Rasulullah, Waraqah berseru, “Maha Mulia…Maha Mulia…. Demi yang jiwa Waraqah dalam genggaman-Nya, kalau kau percaya pada ucapanku, maka apa yang diihat Muhammad di Gua Hira itu merupakan suratan yang turun kepada Musa dan Isa sebelumnya, dan Muhammad adalah nabi akhir zaman, dan namanya tertulis dalam Taurat dan Injil.” Mendengar kabar itu, Khadijah segera menemui suaminya (Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam) dan menyampaikan apa yang dikatakan oleh Waraqah.

H. Awal Masa Jihad di Jalan Allah


Khadijah meyakini seruan suaminya dan menganut agarna yang dibawanya sebelum diumumkan kepada rnasyarakat. Itulah langkah awal Khadijah dalam menyertai suaminya berjihad di jalan Allah dan turut menanggung pahit getirnya gangguan dalam menyebarkan agama Allah.

Beberapa waktu kemudian Jibril kembali mendatangi Muhammad Shallallahu alaihi wassalam. untuk membawa wahyu kedua dari Allah:

“Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan dan Tuhanmu agungkanlah dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlab kamu memberi (dengan maksud) memperoleb (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah” (QS. Al-Muddatstir:1-7)

Ayat di atas merupakan perintah bagi Rasulullah untuk mulai berdakwah kepada kalangan kerabat dekat dan ahlulbait beliau. Khadijah adalah orang pertama yang menyatap kan beriman pada risalah Rasulullah Muhammad dan menyatakan kesediaannya menjadi pembela setia Nabi. Kemudian menyusul Ali bin Abi Thalib, anak paman Rasulullah yang sejak kecil diasuh dalam rumah tangga beliau. Ali bin Abi Thalib adalah orang pertama yang masuk Islam dari kalangan anak-anak, kemudian Zaid bin Haritsah, hamba sahaya Rasulullah yang ketika itu dijuluki Zaid bin Muhammad. Dari kalangan laki-laki dewasa, mulailah Abu Bakar masuk Islam, diikuti Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqash, az-Zubair ibnu Awam, Thalhah bin Ubaidilah, dan sahabat-sahat lainnya. Mereka masuk menyatakan Islam secara sembunyi-sembunyi sehingga harus melaksanakan shalat di pinggiran kota Mekah.

I. Masa Berdakwah Terang-terangan

Setelah berdakwah secara sembunyi- sembunyi, turunlah perintah Allah kepada Rasulullah untuk memulai dakwah secara terang-terangan. Karena itu, datanglah beliau ke tengah-tengah umat seraya berseru lantang, “Allahu Akbar, Allahu Akbar… Tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, Dia tidak melahirkan, juga tidak dilahirkan.” Seruan beliau sangat aneh terdengar di telinga orang-orang Quraisy. Rasulullah Muhammad memanggil manusia untuk beribadah kepada Tuhan yang satu, bukan Laata, Uzza, Hubal, Manat, serta tuhan-tuhan lain yang mernenuhi pelataran Ka’bah. Tentu saja mereka menolak, mencaci maki, bahkan tidak segan-segan menyiksa Rasulullah. Setiap jalan yang beliau lalui ditaburi kotoran hewan dan duri.

Khadijah tampil mendampingi Rasulullah dengan penuh kasih sayang, cinta, dan kelembutan. Wajahnya senantiasa membiaskan keceriaan, dan bibirnya meluncur kata-kata jujur. Setiap kegundahan yang Rasulullah lontarkan atas perlakuan orang-orang Quraisy selalu didengarkan oleh Khadijah dengan penuh perhatian untuk kemudian dia memotivasi dan rnenguatkan hati Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassalam. Bersama Rasulullah, Khadijah turut menanggung kesulitan dan kesedihan, sehingga tidak jarang dia harus mengendapkan perasaan agar tidak terekspresikan pada muka dan mengganggu perasaan suaminya. Yang keluar adalab tutur kata yang lemah lembut sebagai penyejuk dan penawar hati.

Orang yang paling keras menyakiti Rasulullah adalah paman beliau sendiri, Abdul Uzza bin Abdul Muthalib, yang lebih dikenal dengan sebutan Abu Lahab, beserta istrinya, Ummu Jamil. Mereka memerintah anak-anaknya untuk memutuskan pertunangan dengan kedua putri Rasulullah, Ruqayah dan Ummu Kultsum. Walaupun begitu, Allah telah menyediakan pengganti yang lebih mulia, yaitu Utsman bin Affan bagi Ruqayah. Allah mengutuk Abu Lahab lewat firman-Nya :

“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dan sabut. “ (QS. Al-Lahab:1-5)

Khadijah adalah tempat berlindung bagi Rasulullah. Dari Khadijah, beliau memperoleh keteduhan hati dan keceriaan wajah istrinya yang senantiasa menambah semangat dan kesabaran untuk terus berjuang menyebarluaskan agama Allah ke seluruh penjuru. Khadijah pun tidak memperhitungkan harta bendanya yang habis digunakan dalam perjuangan ini. Sementara itu, Abu Thalib, parnan Rasulullah, menjadi benteng pertahanan beliau dan menjaga beliau dari siksaan orang-orang Quraisy, sebab Abu Thalib adalah figur yang sangat disegani dan diperhitungkan oleh kaum Quraisy.

J. Pemboikotan Kaum Quraisy terhadap Kaum Muslimin

Setelah berbagai upaya gagal dilakukan untuk menghentikan dakwah Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, baik itu berupa rayuan, intimidasi, dan penyiksaan, kaum Quraisy memutuskan untuk memboikot dan mengepung kaum muslimin dan menulis deklarasi yang kemudian digantung di pintu Ka’bah agar orang-orang Quraisy memboikot kaum muslimin, termasuk Rasulullah, istrinya, dan juga pamannya. Mereka terisolasi di pinggiran kota Mekah dan diboikot oleh kaum Quraisy dalam bentuk embargo atas transportasi, komunikasi, dan keperluan sehari-hari lainnya.

Dalam kondisi seperti itu, Rasulullah dan istrinya dapat bertahan, walaupun kondisi fisiknya sudah tua dan lemah. Ketika itu kehidupan Khadijah sangat jauh dan kehidupan sebelumnya yang bergelimang dengan kekayaan, kemakmuran, dan ketinggian derajat. Khadijah rela didera rasa haus dan lapar dalam mendampingi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. dan kaum muslimin. Dia sangat yakin bahwa tidak lama lagi pertolongan Allah akan datang. Keluarga mereka yang lain, sekali-kali dan secara sembunyi-sembunyi, mengirimkan makanan dan minuman untuk mempertahankan hidup. Pemboikotan itu berlangsung selama tiga tahun, tetapi tidak sedikit pun menggoyahkan akidah mereka, bahkan yang mereka rasakan adalah bertambah kokohnya keimanan dalam hati. Dengan demikian, usaha kaum Quraisy telah gagal, sehingga mereka mengakhiri pemboikotan dan membiarkan kaum muslimin kembali ke Mekah. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. pun kembali menyeru nama Allah Yang Mulia dan melanjutkan jihad beliau.

K. Wafatnya Khadijah

Beberapa hari setelah pemboikotan, Abu Thalib jatuh sakit, dan semua orang meyakini bahwa sakit kali mi merupakan akhir dan hidupnva. Dalam keadaan seperti itu, Abu Sufjan dan Abu Jahal membujuk Abu Thalib untuk menasehati Muhammad agar menghentikan dakwahnya, dan sebagai gantinya adalah harta dan pangkat. Akan tetapi, Abu Thalib tidak bersedia, dan dia mengetahui bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam tidak akan bersedia menukar dakwahnya dengan pangkat dan harta sepenuh dunia.

Abu Thalib meninggal pada tahun itu pula, maka tahun itu disebut sebagai ‘Aamul Huzni (tahun kesedihan) dalam kehidupan Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. Sebaliknya, orang-orang Quraisy sangat gembira atas kematian Abu Thalib itu, karena mereka akan lebih leluasa mengintimidasi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. dan pengikutnya. Pada saat kritis menjelang kematian pamannya, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. membisikkan sesuatu, Secepat ini aku kehilangan engkau?

Pada tahun yang sama, Sayyidah Khadijah sakit keras akibat beberapa tahun menderita kelaparan dan kehausan karena pemboikotan itu. Semakin hari, kondisi badannya semakin menurun, sehingga Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. semakin sedih. Bersama Khadijahlah Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. membangun kehidupan rumah tangga yang bahagia. Dalam sakit yang tidak terlalu lama, dalam usia enam puluh lima tahun, Khadijah meninggal, menyusul Abu Thalib. Khadijah dikuburkan di dataran tinggi Mekah, yang dikenal dengan sebutan al-Hajun. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. sendiri yang mengurus jenazah istrinya, dan kalimat terakhir yang beliau ucapkan ketika melepas kepergiannya adalah: “Sebaik-baik wanita penghuni surga adalab Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid.”

Khadijah meninggal setelah mendapatkan kemuliaan yang tidak pernah dimiliki oleh wanita lain, Dia adalah Ummul Mukminin istri Rasulullah yang pertama, wanita pertama yang mernpercayai risalah Rasulullah, dan wanita pertama yang melahirkan putra-putri Rasulullah. Dia merelakan harta benda yang dimilikinya untuk kepentingan jihad di jalan Allah. Dialah orang pertama yang mendapat kabar gembira bahwa dirinya adalah ahli surga. Kenangan terhadap Khadijah senantiasa lekat dalam hati Rasulullah sampai beliau wafat. Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Sayyidah Khadijah binti Khuwailid dan semoga Allah memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.

Sumber: buku Dzaujatur-Rasulullah, karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Sa’abu, Riyadh

Zainab binti Khuzaimah (wafat 1 H)




Nasab dan Masa Pertumbuhannya

Nama lengkap Zainab adalah Zainab binti Khuzaimah bin Haris bin Abdillah bin Amru bin Abdi Manaf bin Hilal bin Amir bin Sha’shaah al-Hilaliyah. Ibunya bemama Hindun binti Auf bin Harits bin Hamathah.

Berdasarkan asal-usul keturunannya, dia termasuk keluarga yang dihormati dan disegani. Tanggal lahirnya tidak diketahui dengan pasti, namun ada riwayat yang rnenyebutkan bahwa dia lahir sebelum tahun ketiga belas kenabian. Sebelum memeluk Islam dia sudah dikenal dengan gelar Ummul Masakin (ibu orang-orang miskin) sebagaimana telah dijelaskan dalam kitab Thabaqat ibnu Saad bahwa Zainab binti Khuzaimali bin Haris bin Abdillah bin Amru bin Abdi Manaf bin Hilal bin Amir bin Sha’shaah al-Hilaliyah adalah Ummul-Masakin. Gclar tersebut disandangnya sejak masa jahiliah. Ath-Thabary, dalam kitab As-Samthus-Samin fi Manaqibi Ummahatil Mu’minin pun di terangkan bahwa Rasulullah. menikahinya sebelum beliau menikah dengan Maimunah, dan ketika itu dia sudah dikenal dengan sebutan Ummul-Masakin sejak zaman jahiliah. Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa Zainab binti Khuzaimah terkenal dengan sifat kemurah-hatiannya, kedermawanannya, dan sifat santunnya terhadap orang-orang miskin yang dia utamakan daripada kepada dirinya sendiri. Sifat tersebut sudah tertanarn dalam dirinya sejak memeluk Islam walaupun pada saat itu dia belum mengetahui bahwa orang-orang yang baik, penyantun, dan penderma akan memperoleh pahala di sisi Allah.

Keislaman dan Pernikahannya

Zainab binti Khuzaimah. termasuk kelompok orang yang pertama-tama masuk Islam dari kalangan wanita. Yang mendorongnya masuk Islam adalah akal dan pikirannya yang baik, menolak syirik dan penyembahan berhala dan selalu menjauhkan diri dari perbuatan jahiliah.

Para perawi berbeda pendapat tentang nama-nama suami pertama dan kedua sebelum dia menikah dengan Rasulullah. Sebagian perawi mengatakan bahwa suami pertama Zainab adalah Thufail bin Harits bin Abdil-Muththalib, yang kemudian menceraikannya. Dia menikah lagi dengan Ubaidah bin Harits, namun dia terbunuh pada Perang Badar atau Perang Uhud. Sebagian perawi mengatakan bahwa suami keduanya adalah Abdullah bin Jahsy. Sebenarnya masih banyak perawi yang mengemukakan pendapat yang berbeda-beda. Akan tetapi, dari berbagai pendapat itu, pendapat yang paling kuat adalah riwayat yang mengatakan bahwa suami pertamanya adalah Thufail bin Harits bin Abdil-Muththalib. Karena Zainab tidak dapat melahirkan (mandul), Thufail menceraikannya ketika mereka hijrah ke Madinah. Untuk mernuliakan Zainab, Ubaidah bin Harits (saudara laki-laki Thufail) menikahi Zainab. Sebagaimana kita ketahui, Ubaidah bin Harits adalah salah seorang prajurit penunggang kuda yang paling perkasa setelah Hamzah bin Abdul-Muththalib dan Ali bin Abi Thalib. Mereka bertiga ikut melawan orang-orang Quraisy dalam Perang Badar, dan akhirnya Ubaidah mati syahid dalam perang tersebut.

Setelah Ubaidah wafat, tidak ada riwayat yang menjelaskan tentang kehidupannya hingga Rasulullah . menikahinya. Rasulullah menikahi Zainab karena beliau ingin melindungi dan meringankan beban kehidupan yang dialaminya. Hati beliau menjadi luluh melihat Zainab hidup menjanda, sementara sejak kecil dia sudah dikenal dengan kelemah- lembutannya terhadap orang-orang miskin. Scbagai Rasul yang membawa rahmat bagi alam semesta, beliau rela mendahulukan kepentingan kaum muslimin, termasuk kepentingan Zainab. Beiau senantiasa memohon kepada Allah agar hidup miskin dan mati dalam keadaan miskin dan dikumpulkan di Padang Mahsyar bersama orangorang miskin.

Meskipun Nabi. mengingkari beberapa nama atau julukan yang dikenal pada zaman jahiliah, tetapi beiau tidak mengingkari julukan “ummul-masakin” yang disandang oleh Zainab binti Khuzaimah.

Menjadi Ummul-Mukminin

Tidak diketahui dengan pasti masuknya Zainab binti Khuzaimah ke dalam rumah tangga Nabi ., apakah sebelum Perang Uhud atau sesudahnya. Yang jelas, Rasulullah . menikahinya karena kasih sayang terhadap umamya walaupun wajah Zainab tidak begitu cantik dan tidak seorang pun dari kalangan sahabat yang bersedia menikahinya. Tentang lamanya Zainab berada dalam kehidupan rumah tangga Rasulullah pun banyak tendapat perbedaan. Salah satu pendapat mengatakan bahwa Zainab memasuki rumah tangga Rasulullah selama tiga bulan, dan pendapat lain delapan bulan. Akan tetapi, yang pasti, prosesnya sangat singkat kanena Zainab meninggal semasa Rasulullah hidup. Di dalam kitab sirah pun tidak dijelaskan penyebab kematiannya. Zainab meninggal pada usia relatif muda, kurang dari tiga puluh tahun, dan Rasulullah yang menyalatinya. Allahu A’lam.

Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Sayyidah Zainab binti Khuzaimah. dan semoga Allah memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.

Sumber: buku Dzaujatur-Rasulullah , karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Sa’abu, Riyadh

Hidupnya bersama RasuluLlah, hanya singkat. Antara 4 sampai 8 bulan. Zainab terkenal dengan julukan Ummul Masaakiin, karena kedermawanannya terhadap kaum miskin. Zainab meninggal, ketika Rasulullah masih hidup. Dan Rasulullah sendiri menshalati jenazahnya. Zainablah yang pertama kali dimakamkan di Baqi.

Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha



Ummu Salamah adalah seorang Ummul-Mukminin yang berkepribadian kuat, cantik, dan menawan, serta memiliki semangat jihad dan kesabaran dalam menghadapi cobaan, lebih-lebih setelah berpisah dengan suami dan anak-anaknya. Berkat kematangan berpikir dan ketepatan dalam mengambil keputusan, dia mendaparkan kedudukan mulia di sisi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.. Di dalam sirah Ummahatul Mukminin dijelaskan tentang banyaknya sikap mulia dan peristiwa penting darinya yang dapat diteladani kaum muslimin, baik sikapnya sebagai istri yang selalu menjaga kehormatan keluarga maupun sebagai pejuang di jalan Allah.

Nama sebenarnya Ummu Salamah adalah Hindun binti Suhail, dikenal dengan narna Ummu Salamah. Beliau dibesarkan di lingkungan bangsawan dari Suku Quraisy. Ayahnya bernama Suhail bin Mughirah bin Makhzurn. Di kalangan kaumnya, Suhail dikenal sebagai seorang dermawan sehingga dijuluki Dzadur-Rakib (penjamu para musafir) karena dia selalu menjamu setiap orang yang menyertainya dalam perjalanan. Dia adalah pemimpin kaumnya, terkaya, dan terbesar wibawanya. Ibu dari Ummu Salamah bernama Atikah binti Amir bin Rabi’ah bin Malik bin Jazimah bin Alqamah al-Kananiyah yang berasal dari Bani Faras.


Demikianlah, Hindun dibesarkan di dalam lingkungan bangsawan yang dihormati dan disegani. Kecantikannya meluluhkan setiap orang yang melihatnya dan kebaikan pribadinya telah tertanam sejak kecil.

B. Pernikahan dan Perjuangannya

Banyak pemuda Mekah yang ingin mempersunting Hindun, dan yang berhasil menikahinya adalah Abdullah bin Abdul Asad bin Hilal bin Abdullah bin Umar bin Makhzum, seorang penunggang kuda terkenal dari pahlawan-pahlawan suku Bani Quraisy yang gagah berani. Ibunya bernama Barrah binti Abdul-Muththalib bin Hasyim, bibi Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. Abdullah adalah saudara sesusuan Nabi dari Tsuwaibah, budak Abu Lahab. Mereka hidup bahagia, dan rumah tangga mereka diliputi kerukunan dan kesejahteraan.

Tidak lama setelah itu, dakwah Islam menarik hati mereka sehingga mereka memeluk Islam dan menjadi orang-oramg pertama yang masuk Islam. Begitu pula dengan Hindun, dia tergolong orang-orang yang pertama masuk Islam, dan bersama suaminya memulai perjuangan dalam hidup mereka.

Orang-orang Quraisy selalu mengganggu dan menyiksa kaum muslimin agar mereka meninggalkan agama Islam dan kembali ke agama nenek moyang mereka. Melihat kondisi seperti itu, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. mengizinkan mereka untuk hijrah ke Habasyah, sehingga mereka disebut sebagai kaum muhajirin yang pertama. Mereka menetap di Habasyah, dan di sana Hindun melahirkan anak-anaknya: Zainab, Salamah, Umar, dan Durrah.

Setelah beberapa lama, mereka berniat kembali ke Mekah, terutama setelah mendengar keislaman dua tokoh penting Quraisy, Umar bin Khaththab dan Hamzah bin Abdul-Muththalib. Akan tetapi, ternyata penyiksaan masih terus berlangsung, bahkan bertambah dahsyat. Untuk menjaga kehormatan diri dan keluarganya, Abu Salamah meminta perlindungan dari Abu Thalib (paman Nabi) dari siksaan kaumnya, yaitu Bani Makhzum, dan Abu Thalib menyatakan perlindungannya.

C. Cobaan Datang

Karena orang-orang Quraisy masih saja menyiksa kaum muslimin, akhirnya Allah membuka hati penduduk Madinah untuk menerima Islam. Kemudian Rasulullah mengizinkan kaum muslimin untuk hijrah ke sana, baik secara kelompok maupun perseorangan. Abu Salamah, istri, dan anaknya (Salamah) hijrah ke sana. Di tengah perjalanan mereka dihadang oleh kaum Bani Makhzum (kaumnya Ummu Salamah) yang kemudian merampas serta menyandera Ummu Salamah. Keluarga Abu Salamah (Bani Asad) ikut campur tangan dan mereka menolak menyerahkan Salamah, bahkan si anak dirampas dan dijauhkan dari ibunya. Sedangkan Bani Makhzum menculik Ummu Salamah dan dipenjara. Adapun Abu Salamah dibiarkan ke Yatsrib dengan hati penuh kesedihan karena harus berpisah dengan istri dan anaknya.

Keadaan demikian berjalan kurang lebih setahun lamanya. Ummu Salamah terus-menerus menangis karena kecewa atas perbuatan kaumnya, sehingga akhirnya ada seorang laki-laki dari kaumnya yang merasa iba dan membiarkan Ummu Salamah menyusul suaminya di Madinah. Adapun Bani Asad menyerahkan kembali putranya, Salamah, kepadanya. Akan tetapi, banyak rintangan yang harus dia hadapi, dan berkat keimanan dan keinginan yang kuat, dia mampu mengatasi semua itu dan tiba di Madinah.

D. Pesan Abu Salamah untuk Istrinya


Dalam membela Islam, peran Abu Salamah sangat besar. Dia dikenal berani dalam berperang. Rasulullah menghargainya dengan mengangkatnya sebagai wakil Rasulullah di Madinah ketika beliau pergi memimpin pasukan dalam perang Dzil Asyirah pada tahun kedua hijriah. Abu Salamah ikut dalam Perang Badar dan Uhud. Ketika dalam perang Uhud, Abu Salamah mengalami luka yang cukup parah dan nyaris meninggal, namun beberapa saat kemudian dia sembuh.

Setelah Perang Uhud, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. mencrima berita bahwa Bani Asad hendak menyerang kaum muslimin di Madinah. Sebelum mereka menyerang, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. berinisiatif mendahului mereka. Dalam misi ini, beliau menunjuk Abu Salamah untuk memimpin pasukan yang berjumlah seratus lima puluh orang dan di dalamnya terdapat Saad bin Abi Waqash, Abu Ubaidah bin Jarrah, Amir bin Jarrah, dan yang lainnya. Pasukan diarahkan ke Bukit Quthn, tempat mata air Bani Asad. Kemenangan gemilang diraih oleh pasukan Abu Salamah, dan mereka kembali ke Madinah dengan membawa banyak harta rampasan perang. Di Madinah, luka-luka Abu Salamah karnbuh sehingga dia harus beristirahat beberapa waktu. Ketika sakit, Rasulullah selalu menjenguk dan mendoakannya.

Ummu Salamah selalu mendampingi suaminya yang sedang dalam keadaan sakit sehingga dia merawat dan menjaganya siang dan malam. Suatu hari, demam Abu Salamah menghebat, kemudian Ummu Salamah berkata kepada suaminya, “Aku mendapat benita bahwa seorang perempuan yang ditinggal mati suaminya, kemudian suaminya masuk surga, istrinya pun akan masuk surga, jika setelah itu istrinya tidak menikah lagi, dan Allah akan mengumpulkan mereka nanti di surga. Demikian pula jika si istri yang meninggal, dan suaminya tidak menikah lagi sepeninggalnya. Untuk itu, mari kita berjanji bahwa engkau tidak akan menikah lagi sepeninggalku, dan aku berjanji untukmu untuk tidak menikah lagi sepeninggalmu.” Abu Salamah berkata, “Maukah engkau menaati perintahku?” Dia menjawab, “Adapun saya bermusyawarah hanya untuk taat.” Abu Salamah berkata, “Seandainya aku mati, maka menikahlah.” Lalu dia berdoa kepada Allah ”Ya Allah, kurniakanlah kepada Ummu Salamah sesudahku seseorang yang lebih baik dariku, yang tidak akan menyengsarakan dan menyakitinya.”

Pada detik-detik akhir hidupnya, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. selalu berada di samping Abu Salamah dan senantiasa memohon kesembuhannya kepada Allah. Akan tetapi, Allah berkehendak lain. Beberapa saat kemudian maut datang menjemput. Rasulullah menutupkan kedua mata Abu Salamah dengan tangannya yang mulia dan bertakbir sembilan kali. Di antara yang hadir ada yang berkata, “Ya Rasulullah, apakah engkau sedang dalam keadaan lupa?” Beliau menjawab, “Aku sama sekali tidak dalam keadaan lupa, sekalipun bertakbir untuknya seribu kali, dia berhak atas takbir itu.” Kemudian beliau menoleh kepada Ummu Salamah dan bersabda, “Barang siapa yang ditimpa suatu musibah, maka ucapkanlah sebagaimana yang telah dperintahkan oleh Allah, ‘Sesungguhnya kita milik Allah, dan kepada-Nyalah kita akan dikembalikan. Ya Allah, karuniakanlah bagiku dalam musibahku dan berilah aku ganti yang lebih baik daripadanya, maka Allah akan melaksanakannya untuknya.”

Setelah itu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. berdo’a: “Ya Allah, berilah ketabahan atas kesedihannya, hiburlah dia dari musibah yang menimpanya, dan berilah pengganti yang lebih baik untuknya.”

Abu Salamah wafat setelah berjuang menegakkan Islam, dan dia telah memperoleh kedudukan yang mulia di sisi Rasulullah. Sepeninggal Abu Salamah, Ummu Salarnah diliputi rasa sedih. Dia menjadi janda dan ibu bagi anak-anak yatim.

Setelah wafatnya Abu Salarnah, para pemuka dari kalangan sahabat bersegera meminang Ummu Salamah. Hal ini mereka lakukan sebagai tanda penghormatan terhadapat suaminya dan untuk. melindungi diri Ummu Salamah. Maka Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin al-Khaththab meminangnya, tetapi Ummu Salamah menolaknya.

Pada saat dirundung kesedihan atas suami yang benar-benar dicintainya serta belum mendapatkan orang yang lebih baik darinya, ia didatangi oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. dengan maksud menghiburnya dan meringankan apa yang dialaminya. Rasulullah berkata kepadanya, “Mintalah kepada Allah agar Dia memberimu pahala pada musibahmu serta menggantikan untukmu (suami) yang lebih baik.” Ummu Salamah bertanya, “Siapa yang lebih baik dan Abu Salamah, wahai Rasulullah?”

E. Di Rumah Rasulullah.

Rasulullah mulai memikirkan perkara Ummu Salamah, seorang mukminah mujahidah yang memiliki kesabaran, dan Ummu Salamah pun telah menolak lamaran dua sahabatnya, Abu Bakar dan Umar. Rasulullah pun berpikir dengan penuh pertimbangan dan kasih sayang untuk tidak membiarkannya larut dalam kesedihan dan kesendirian.

Dalam keadaan seperti itu Rasulullah mengutus Hathib bin Abi Balta’ah menemui Ummu Salarnah dengan maksud meminangnya untuk beliau. Maka oleh Ummu Salamah diterimanya pinangan tersebut. Bagaimana mungkin baginya untuk tidak menerima pinangan dari orang yang lebih baik dari Abu Salamah, bahkan lebih baik dan semua orang di dunia.

Dengan perkawinan tersebut maka Ummu Salamah termasuk kalangan Ummahatul- Mukminin, dan oleh Rasulullah ia ditempatkan di kamar Zainab binti Khuzaimah yang digelari Ummul-Masakiin (ibu bagi orang-orang miskin) sampai Ummu Salamah meninggal dunia.

Hal itu diceritakan oleh Ummu Salamah kepada kami. Ia berkata, “Aku dipersunting oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam., lalu aku dipindahkan dan ditempatkan di rumah Zainab (ummul- masakiin).”

Beberapa keistimewaan yang dimiliki Ummu Salamah adalah ketajaman logika, kematangan berpikir, dan keputusan yang benar atas banyak perkara. Karena itu, ia memiliki kedudukan yang agung di sisi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam., seperti interaksinya dengan para Ummahatul-Mukminin yang merupakan interaksi yang diliputi rasa kasih sayang dan kelemahlembutan.

F. Kedudukannya yang Agung


Di antara perkara yang menunjukkan kedudukannya yang tinggi di sisi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam adalah apa yang diceritakan Urwah bin Zubair “Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. menyuruh Ummu Salamah melaksanakan shalat shubuh di Mekah pada hari penyembelihan (qurban) — padahal saat itu merupakan hari (giliran)nya. Oleh sebab itu, Rasulullah merasa senang atas kesetujuannya.”

Begitu juga hadits Ummi Kulsum binti Uqbah yang dimasukkan oleh Ibnu Sa’ad dalam (kitab) Thabaqat-nya. Ummi Kultsum berkata, “Tatkala Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. menikahi Ummu Salamah, belau berkata kepadanya, ‘Sesungguhnya aku menghadiahkan untuk Raja Najasyi sejumlah bejana berisikan minyak wangi dan selimut. Akan tetapi, aku bermimpi bahwa Raja Najasyi itu telah meninggal dunia, kemudian hadiah yang kuberikan kepadanya dikembalikan kepadaku. Karena dikembalikan kepadaku, maka barang tersebut menjadi milikkü.”

Sebagaimana yang dikatakan Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam., Raja Najasyi meninggal dunia, dan hadiah tersebut dikembalikan kepadanya. Lalu beliau memberikan kepada setiap istrinya masing-masing satu uqiyah (1/2 liter Mesir) dan beliau memberi (sisa) keseluruhannya serta selimut kepada Ummu Salamah.

Setelah Ummu Salamah menjadi istrinya, Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. memasukkannya dalam kalangan ahlul-bait. Di antara riwayat tentang masalah tersebut adalah bahwasanya pernah pada suatu hari Rasulullah berada di sisi Ummu Salamah, dan anak perempuan Ummu Salamah ada di sana. Rasulullah kemudian didatangi anak perempuannya, Fathimah azZahra, disertai kedua anaknya, Hasan dan Husain r.a., lalu Rasullah memeluk Fathimah dan berkata, “Semoga rahmat Allah dan berkah-Nya tercurah pada kalian wahai ahlul-bait. Sesungguhnya Dia Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia.”

Lalu menangislah Ummu Salamah. Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. menanyakan tentang penyebab tangisnya itu. Ia menjawab, “Wahai Rasulullah, engkau mengistimewakan mereka sedangkan aku dan anak perempuanku engkau tinggalkan. Beliau bersabda, “Sesungguhnya engkau dan anak perempuanmu termasuk keluargaku.”

Anak perempuan Ummu Salamah, Zainab, tumbuh dalam peliharaan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. ia termasuk di antara wanita yang memiliki ilmu yang luas pada masanya.

Sebelum Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. mempersunting Ummu Salamah, wahyu pernah turun kepada Rasulullah di kamar Aisyah, yang dengan hal itu Aisyah membanggakannya pada istri-stri beliau yang lain. Maka setelah Rasulullah menikahi Ummu Salamah, wahyu turun kepadanya ketika beliau berada di kamar Ummu Salamah.

G. Beberapa Sikap Cemerlang pada Masa Hidup Ummu Salamah.

Di antara sikap agungnya adalah apa yang ditunjukkannya pada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. pada hari (perjanjian) Hudaibiyah. Pada waktu itu ia menyertai Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. dalam perjalanannya menuju Mekah dengan tujuan menunaikan umrah, tetapi orang-orang musyrik mencegah mereka untuk memasuki Mekah, dan terjadilah Perjanjian Hudaibiyah antara kedua belah pihak.

Akan tetapi, sebagian besar kaum muslimin merasa dikhianati dan merasa bahwa orang-orang musyrik menyianyiakan sejumlah hak-hak kaum muslimin. Di antara mayonitas yang menaruh dendam itu adalah Umar bin al-Khaththab, yang berkata kepada Rasulullah dalam percakapannya dengan beliau, “Atas perkara apa kita serahkan nyawa di dalam agama kita?” Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. menjawab, “Saya adalah hamba Allah dan rasul-Nya. Aku tidak akan menyalahi perintah-Nya, dan Dia tidak akan menyianyiakanku.”

Akan tetapi, tanda-tanda bahaya semakin memuncak setelah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. menyuruh kaum muslimin melaksanakan penyembelihan hewan qurban kemudian bercukur, tetapi tidak seorang pun dari mereka melaksanakannya. Beliau mengulang seruannya tiga kali tanpa ada sambutan.

Beliau menemui istrinya, Ummu Salamah, dan menceritakan kepadanya tentang sikap kaum muslimin. Ummu Salamah berkata, “Wahai Nabi Allah, apakah engkau menginginkan perintah Allah ini dilaksanakan oleh kaum muslimin? Keluarlah engkau, kemudian janganlah mengajak bicara sepatah kata seorang pun dari mereka sampai engkau menyembelih qurbanmu serta memanggil tukang cukur yang mencukurmu.”

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. kagum atas pendapatnya dan bangkit mengerjakan sebagaimana yang diusulkan Ummu Salamah. Tatkala kaum muslimin melihat Rasulullah mengerjakan hal itu tanpa berkata kepada mereka, mereka bangkit dan menyembelih serta sebagian dari mereka mulai mencukur kepala sebagian yang lain tanpa ada perasaan keluh kesah dan penyesalan atas tindakan Rasulullah yang mendahului mereka.

Ummu Salamah telah menyertai Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. di banyak peperangan, yaitu peperangan Khaibar, Pembebasan Mekah, pengepungan Tha’if, peperangan Hawazin, Tsaqif kemudian ikut bersama beliau di Haji Wada’.

Kita tidak melupakan sikapnya terhadap Umar bin al-Khaththab, tatkala Urnar datang kepadanya dan mengajak bicara tentang perkara keperluan Ummahatul-Mukminin kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. serta kekasaran mereka terhadap Rasulullah. Maka ia berkata, “Engkau ini aneh, wahai anak al-Khaththab. Engkau telah ikut campur di setiap perkara sehingga ingin mencampuri urusan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. beserta istri-istrinya?”

Setelah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. meninggal dunia ia senantiasa mengenang beliau dan sangat berduka cita atas kewafatannya. Beliau senantiasa banyak melakukan puasa dan beribadah, tidak kikir pada ilmu, serta meriwayatkan hadits yang berasal dan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.

Telah diriwayatkannya sekian banyak hadits shahih yang bersumber dari Rasulullah dan suaminya, Abu Salamah, serta dari Fathimah az-Zahraa Sedangkan orang yang meriwayatkan darinya banyak sekali, di antara mereka adalah anak-anaknya dan para pemuka dan sahabat serta ahli hadits.

Di antara beberapa sikapnya yang nyata adalah pada hari pembebasan kota Mekah. Waktu itu Nabi keluar dari Madinah bersarna bala tentaranya dengan kehebatan dan jumlah yang belum pernah disaksikan oleh bangsa Arab, sehingga orang-orang musyrik Quraisy merasa takut, dan mereka keluar dari rumah dengan rnaksud menemui Rasulullah untuk bertobat dan menyatakan keislaman mereka.

Termasuk dari mereka, Abu Sufyan bin al-Harts bin Abdul-Muththalib (anak paman Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.) dan Abdullah bin Abi Umayyah bin al-Mughirah (anak bibi [dari ayah] Rasulullah, saudara Ummu Salamah sebapak). Ketika mereka berdua meminta izin masuk menemui Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam., beliau enggan memberi izin masuk bagi keduanya disebabkan penyiksaan mereka yang keras terhadap kaurn muslimin menjelang beliau hijrah dari Mekah.

Maka berkatalah Ummu Salamah kepada Rasulullah dengan perasaan iba terhadap keluarganya sendiri dan juga keluarga Rasulullah, “Wahai Rasulullah, mereka berdua adalah anak parnanmu dan anak bibirnu (dan ayah) serta iparmu.” Rasulullah menjawab, “Tidak ada keperluan bagiku dengan mereka berdua. Adapun anak parnanku, aku telah diperlakukan olehnya dengan tidak baik. Adapun anak bibiku (dari ayah) serta iparku telah berkata di Mekah dengan apa yang ia katakan.”

Pernyataan itu telah sampai kepada Abu Sufyan, anak paman Rasulullah. Maka ia berkata, “Demi Allah, ia harus mengizinkanku atau aku mengambil anak ini dengan kedua tanganku -pada saat itu ia bersama anaknya, Ja’far- kemudian karni harus berkelana di dunia sehingga mati kehausan dan kelaparan.”

Lalu Ummu Salamah memberitahukan perkataan Abu Sufyan tersebut kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. dengan kembali memohon rasa belas kasih. Akhirnya hati beliau menjadi luluh, lalu mengizinkan keduanya masuk. Maka masuklah keduanya dan menyatakan keislaman serta bertobat di hadapan Rasulullah.

H. Sikapnya terhadap Fitnah

Ummu Salamah selalu berada di rumahnya, senantiasa ikhlas beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan menjaga Sunnah suaminya tercinta pada masa (khilafah) Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin al-Khaththab..

Pada masa khilafah Utsman bin Affan ia melihat kegoncangan situasi serta perpecahan kaum muslimin di seputar khalifah. Bahaya fitnah sernakin memuncak di langit kaum muslirnin. Maka ia pergi menernui Utsman dan menasihatinya supaya tetap berpegang teguh pada petunjuk Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. serta petunjuk Abu Bakar dan Umar bin al-Khaththab, tidak menyimpang dan petunjuk tersebut selama-lamanya.

Apa yang dikhawatirkan Ummu Salamah terjadi juga, yaitu peristiwa terbunuhnya Utsman yang saat itu tengah membaca Al-Qur’an dan angin fitnah tengah bertiup kencang terhadap kaurn muslimin. Pada saat itu Aisyah telah membulatkan tekad untuk keluar menuju Bashrah disertai Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin al-’Awwam dengan tujuan mernobilisasi massa untuk melawan Ali bin Abi Thalib. Maka Ummu Salamah mengirim surat yang memiliki sastra indah kepada Aisyah.

“Dari Ummu Salamah, Istri Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam., untuk Aisyah Ummul-Mu’ minin.
Sesungguhnya aku memuji Allah yang tidak ada ilah (Tuhan) melainkan Dia.
Amma ba’du.
Engkau sungguh telah merobek pembatas antara Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. dan umatnya yang merupakan hijab yang telah ditetapkan keharamannya.
Sungguh Al-Qur’an telah memberimu kemuliaan, maka jangan engkau lepaskan. Dan Allah telah menahan suaramu, maka janganlah engkau niengeluarkannya Serta Allah telah tegaskan bagi umat ini seandainya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. mengetahui bahwa kaum wanita memiliki kewajiban jihad (berperang) niscaya beliau berpesan kepadamu untuk menjaganya.
Tidakkah engkau tahu bahwasanya beliau melarangmu melampaui batas dalam agama, karena sesungguhnya tiang agama tidak bisa kokoh dengan campur tangan wanita apabila tiang itu telah miring, dan tidak bisa diperbaiki oleh wanita apabila telah hancur. Jihad wanita adalah tunduk kepada segala ketentuan, mengasuh anak, dan mencurahkan kasih sayangnya.”

Ummu Salamah berada di pihak Ali bin Abi Thalib karena beliau menggikuti kesepakatan kaum muslimin atas terpilihnya beliau sebagai khalifah mereka. Karena itu, Ummu Salamah mengirim/mengutus anaknya, Umar, untuk ikut berperang dalan barisan Ali .

I. Saat Wafatnya


Pada tahun ke-59 hijriah, usia Ummu Salamah telah mencapai 84 tahun. Usia tua dan pikun merambah di pertambahan umurnya. Allah ta’ala mengangkat rohnya yang suci naik ke atas menuju hadirat-Nya. Ia meninggal dunia setelah hidup dengan aktivitas yang dipenuhi oleh pengorbanan, jihad, dan kesabaran di jalan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Beliau dishalatkan oleh Abu Hurairah r.a. dan dikuburkan di al-Baqi’ di samping kuburan Ummahatul-Mukminin lainnya.

Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Sayyidah Ummu Salamah. dan semoga Allah memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.

Sumber: Buku Dzaujatur-Rasulullah , Karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Sa’abu, Riyadh

Kamis, 10 Maret 2011

Sistem Ekonomi Islam




Sebagaimana diketahui, krisis keuangan global telah meletus dari Amerika Serikat, kemudian meluas ke negara-negara lain di dunia melalui tangan-tangan Kapitalisme dan pusaran globalisasi. Tidak ada satu negara pun, betapa pun jauhnya, yang bisa selamat dari keburukan nyala krisis tersebut.

Di sisi lain, solusi internasional yang sudah dilakukan—baik yang berasal dari masing-masing negara, atau dari sejumlah negara di dalam sejumlah KTT di Uni Eropa, atau KTT G-20 di Washington, atau KTT Lima atau Konferensi Qatar dll—tidak mampu menyelesaikan krisis.

Selama ini ada dua kelompok yang berbeda dalam menawarkan solusi atas krisis tersebut. Pertama: kelompok yang menutup kedua matanya dari dasar-dasar Kapitalisme yang rusak yang telah menghasilkan krisis ini. Kelompok ini memfokuskan solusinya pada dampak-dampaknya dan tidak membahas solusi mendasarnya. Mereka melihat bahwa institusi-institusi finansial telah mengalami kekeringan likuiditas. Karena itu, mereka kemudian menawarkan solusi berupa kebijakan untuk mengucurkan uang miliaran dolar untuk menciptakan likuiditas institusi-institusi itu, menurunkan tingkat suku bunga utang, mendorong kredit, dan berikutnya mereka berharap pasar akan bergerak. Kelompok ini juga memandang bahwa saham, obligasi dan surat-surat berharga telah kehilangan sebagian besar nilainya dan telah melampaui garis merah. Karena itu, tawaran solusi mereka adalah: negara harus melakukan intervensi dan membeli aset-aset yang kolaps; membeli sejumlah banyak saham, obligasi dan surat berharga.

Begitulah, kelompok ini hanya melihat krisis dari sisi permukaannya saja. Mereka tetap menutup kedua matanya dari dasar-dasar Kapitalisme yang rusak, yang justru menjadi akar krisis, dan terbukti telah gagal dalam menyelesaikan pelbagai problem perekonomian. Karena itu, wajar jika solusi mereka yang semacam itu tidak lebih dari sekadar penyembuhan dan penghilangan rasa sakit untuk sementara waktu, sementara krisis akan kembali terjadi, kadangkala semakin parah dari sebelumnya.

Kedua: kelompok yang tidak menutup kedua matanya dari dasar-dasar Kapitalisme yang rusak dan telah gagal dalam mengatasi problem perekonomian. Hanya saja, mereka membatasi pemikirannya hanya pada dua sistem saja dan menganggap tidak ada sistem ketiga. Dua sistem itu adalah Sosialisme-Komunisme yang telah terbukti gagal dan runtuh dan Kapitalisme yang telah limbung meski belum runtuh. Mereka melihat, meski terdapat berbagai kerusakan di dalam Sistem Kapitalisme, ia masih lebih baik daripada Sosialisme-Komunisme.

Anggapan kelompok kedua semacam ini jelas aneh. Mereka seolah tidak tahu atau pura-pura tidak tahu terhadap sistem ekonomi yang pernah kokoh, yang akarnya menancap kuat di kedalaman sejarah dan telah memakmurkan bumi lebih daripada yang dilakukan oleh sistem ekonomi lainnya. Sistem tersebut telah menjadikan masyarakat di bawah lindungannya menikmati kemakmuran hidup, keamanan dan ketenteraman. Mereka telah menikmati kehidupan ekonomi yang aman dan kosong dari krisis selama lebih dari tiga belas abad. Pada masanya bahkan pernah terjadi betapa sulitnya menemukan orang miskin untuk diberi harta yang menjadi haknya dari Baitul Mal kaum Muslim. Semua itu tidak lain karena mereka hidup di bawah Sistem Ekonomi Islam selama berabad-abad lamanya.

Sebaliknya, dalam naungan sistem Kapitalisme saat ini, kaum miskin di negara paling kaya di dunia pun jumlahnya jutaan. Sebabnya, karena Kapitalismelah pangkal dari kesengsaraan mayoritas umat manusia saat ini.

Mengapa Sistem Ekonomi Islam bisa sukses menciptakan kemakmuran selama berabad-abad lamanya? Sebabnya, antara lain karena Islam memiliki konsep kepemilikan yang jelas. Dalam pandangan Islam, kepemilikan atas tambang-tambang di dalam perut bumi (seperti logam, minyak, gas, dll) tidak seperti kepemilikan sebidang tanah atau rumah. Kepemilikan atas industri-industri petrokimia, industri berbagai macam energi, atau industri senjata perusak berbeda dengan kepemilikan atas industri tenun dan tekstil atau rangka baja untuk memperbaiki atap bangunan, atau industri kue dll. Kepemilikan kereta api dan “troly bus” tidak seperti kepemilikan mobil, sepede motor, dll.

Islam menjadikan kepemilikan itu ada tiga macam. Pertama: kepemilikan umum. Pemasukannya didistribusikan kepada masyarakat setelah dikurangi beban biaya. Kepemilikan umum mencakup kepemilikan atas tambang seperti logam, minyak ataupun gas. Semua itu merupakan milik umum/rakyat; negara, individu atau perusahaan swasta tidak boleh memilikinya. Pemasukannya didistribusikan kepada mereka dalam bentuk zatnya atau berupa pelayanan setelah dikurangi biaya.

Kedua: kepemilikan negara. Kepemilikan ini dikelola oleh negara dalam pos pendapatan negara. Hasilnya dibelanjakan untuk berbagai kepentingan negara seperti investasi negara di dalam pertanian, industri atau perdagangan yang tidak termasuk di dalam kepemilikan umum; atau dibelanjakan untuk mengembalikan keseimbangan di antara masyarakat di dalam masalah sirkulasi harta.

Ketiga: kepemilikan pribadi. Individu-individu dan perusahaan-perusahaan bisa memiliki pertanian, industri dan perdagangan yang tidak termasuk dalam kepemilikan umum dan kepemilikan negara.

Meskipun Sistem Ekonomi Islam sebenarnya telah secara riil diterapkan selama jangka waktu paling lama dalam sejarah, kelompok ini telah menutup kedua matanya dan tidak membahasnya. Kelompok ini telah menutup kedua matanya dari sistem ekonomi yang benar. Itulah Sistem Ekonomi Islam.

Sesungguhnya Sistem Ekonomi Islam di dalam Daulah Khilafah Islamiyahlah satu-satunya sistem pilihan yang bisa memberikan kepada manusia kehidupan ekonomi yang aman dan lurus, kosong dari krisis. Pasalnya, Sistem Ekonomi Islam adalah satu-satunya sistem ekonomi yang telah Allah Swt. turunkan. Dialah Pencipta dan Dia Mahatahu atas apa yang layak bagi ciptaan-Nya (QS al-Mulk [67]: 14). []

Senin, 07 Maret 2011

Indonesia Melaju Cepat Menuju Khilafah



Pada bulan desember tahun 2004, salah satu lembaga inteligent Amerika Serikat yakni National Intelelligence Council's (NIC) merilis sebuah laporan yang berjudul Mapping the Global Future. Dalam laporannya itu diprediksikan bahwa akan ada empat skenario besar dunia di tahun 2020, salah satu yang disebutkan adalah A New Chaliphate atau berdirinya kembali khilafah Islam, sebuah pemerintahan Islam global yang mampu memberikan tantangan pada norma-norma dan nilai-nilai global. Tegaknya khilafah adalah pertanda kebangkitan Islam dan tahta kepemimpinan dunia segera beralih ke tangan Islam.

Selain itu, menarik juga menilik sebuah buku terbaru karya Mr. Michael Buriyev (Wakil Ketua Parlemen Rusia) yang menyatakan: dunia sedang menuju menjadi 5 negara besar yakni: Rusia, Cina, Khilafah Islam, Konfederasi Dua Amerika, dan India jika India bisa bebas dari cengkraman Islam yang mengurungnya (Pakistan, Bangladesh, Kasmir, Afganistan).

Terlepas dari tendensi apa mereka mengeluarkan prediksi tersebut, yang namanya prediksi, hal itu bisa akurat bisa juga tidak. Yang jelas namanya prediksi itu berbeda dengan sebuah ramalan mantra, sebab prediksi yang dilakukan disini tentunya berdasarkan penelitian yang begitu mendetail dan argumentatif yang didasarkan dengan data-data yang dihasilkan dari pengamatan mereka di lapangan, apalagi yang melakukan adalah sebuah lembaga yang profesional dan memiliki tingkat kredibilitas yang tinggi di bidangnya.

Jika dikolerasikan dengan Indonesia, negri ini adalah salah satu kandidat kuat sebagai titik awal berdirinya (Daulah Islam) khilafah, disamping negri-negri Islam lainnya. Hal ini didasari atas beberapa pertimbangan, diantaranya: potensi sumberdaya alam yang melimpah, secara geografis memiliki luas wilayah yang cukup luas, jumlah penduduk yang besar dan semakin diterimanya dakwah syariah dan khilafah ditengah-tengah ummat.

Lima tahun yang lalu mungkin masyarakat masih merasa aneh dan asing mendengar apa itu khilafah, sering kali bahkan terjadi kekeliruan menyebutnya dengan khilafiyah. Seiring dengan berjalannya waktu dan atas pertolongan Allah SWT, kini perjuangan penegakkan kembali khilafah yang akan menerapkan seluruh ayat-ayat Allah itu semakin membahana, masyarakat tidak asing lagi dengan apa itu khilafah, bahkan sebagian diantara mereka ikut turut andil dalam perjuangan.

Hal ini salah satunya ditandai dengan berkumpulnya lebih dari Seratus ribu orang di stadion gelora bung karno Jakarta, mereka berdatangan dari berbagai seluruh pelosok daerah untuk menyambut bisyarah nubuwwah ini. Gelegar kehadiran khilafah terasa semakin dekat ketika baru-baru ini sekitar 7000 ulama berkumpul dan sepakat untuk memelopori perjuangan penegakkan khilafah yang dituangkan dalam piagam ulama.

Menerapkan hukum-hukum Allah SWT dalam seluruh aspek kehidupan adalah wajib. Sementara hal ini tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna tanpa adanya khilafah Islam yang dipimpin oleh seorang Khalifah.Tidak ada perbedaan pendapat dikalangan para ulama tentang wajibnya khilafah ini, “Seluruh imam madzhab dan para mujtahid besar tanpa kecuali telah bersepakat bulat akan wajibnya Khilafah (Imamah) ini.” Syaikh Abdurrahman Al Jaziri dalam kitabnya (Al-Fiqh ‘Ala Al Madzahib Al-Arba’ah, 5/416).

Banyak dalil-dalil syara’ yang menunjukkan tentang wajibnya khilafah ini, baik dari Al-Qur’an, As-sunnah, ijma’sahabat serta kaidah syar’iyah.

Ada sebuah poling yang cukup mengejutkan dilakukan oleh sebuah lembaga survey yang di monitoring universitas Mariland AS pada tahun 2007, meskipun agak ditutup-tutupi, diantaranya dilakukan di Indonesia dan hasilnya: kebanyakan responden sepakat terhadap penegakkan syariah dan khilafah dengan prosentase 53%, lebih rendah dibandingkan prosentase Negri-Negri Islam lain (Mesir 71%, Pakistan 79%, Maroko 76%).

Satu hal yang perlu dicatat bahwa ketika daulah Islam pertama berdiri di Madinah, saat Rasulullah SAW di bai’at menjadi kepala Negara saat itu tidak harus menunggu semua masyarakat harus menerima Islam terlebih dahulu, sebab ketika daulah Islam itu tegak di Yatsrib (Madinah) realitas masyarakat menunjukkan bahwa disana masih ada kaum musyrik, kaum munafik, Ahli kitab (Yahudi dan Nasrani). Kemudian dibuatlah piagam Madinah yang ditetapkan untuk mengikat pihak-pihak di luar islam agar mereka tunduk kepada islam, saat itu masih ada kabilah-kabilah yang masih musyrik. Bahkan, sebagian kerabat rasulullaah SAW dari Bani Hasyim dan Bani Abdul Mutholib di Makkah juga masih musyrik. Jadi tidak benar kalau ada yang beranggapan bahwa khilafah tegak harus menunggu semua masyarakat menerima Syariah Islam terlebih dahulu.

Khilafah pasti tegak karena itu merupakan janji Allah, tentang kapan dan dimana titik awalnya, itu adalah rahasia Ilahi, jika Allah berkehendak maka itu akan segera terjadi, bisa saja tahun 2020, bisa juga malah lebih cepat dari itu. Namun jika lebih mundur, hal itu juga tidak mengapa. Hal yang paling utama ialah sumbangsih apa yang sudah kita berikan untuk perjuangan ini. Allah melihat kesungguhan kita, sehingga berhak atas datangnya pertolongan dari-Nya..

Tidak ada salahnya kita berharap “lebih cepat lebih baik”. Melihat Fenomena yang ada, Indonesia sedang melaju cepat ke arah itu. Dr. Ahmad Al-Qhashas (Ulama Lebanon) mengatakan setelah acara Muktamar Ulama Nasional kemarin “kalau khilafah tegak mulai dari Indonesia, maka itu bukan hanya milik orang Indonesia, tetapi juga milik orang luar Indonesia. Akan tetapi jika khilafah tegak mulai dari luar Indonesia, maka itu juga milik orang Indonesia”.

Untuk masyarakat Indonesia, bersiaplah untuk hidup sejahtera dan bersiaplah untuk hidup dalam kemuliaan. Allah SWT berfirman:

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا

“ Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku “ ( Qs An- Nur : 55 ) .Wallohu A'lam bi ash-shawab.

Allahu Akbar!

oleh:

Ali Mustofa

(Aktivis Gema Pembebasan Soloraya) Sekarang Juga sambil pekerja sebagai karyawan swasta, Ketua Riski (Remaja Islam Ngruki), Telpon: 02719272791, Alamat: Gang Nusa Indah, Cemani, Sukoharjo, Surakarta

sumber: http://www.eramuslim.com/suara-kita/pemuda-mahasiswa/ali-mustofa-akbar-karyawan-swasta-indonesia-melaju-cepat-menuju-khilafah.htm

Artikel Terkait

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Followers