Pages - Menu

Minggu, 22 Januari 2012

Peran “Lawrence Of Arabia” di Balik Berdirinya Kerajaan Saudi

Menurut logika yang sehat, seharusnyalah Kerajaan Saudi Arabia menjadi pemimpin bagi Dunia Islam dalam segala hal yang menyangkut keIslaman. Pemimpin dalam menyebarkan dakwah Islam, sekaligus pemimpin Dunia Islam dalam menghadapi serangan kaum kuffar yang terus-menerus melakukan serangan terhadap agama Allah SWT ini dalam berbagai bentuk, baik dalam hal Al-Ghawz Al-Fikri (serangan pemikiran dan kebudayaan) maupun serangan Qital.


Seharusnyalah Saudi Arabia menjadi pelindung bagi Muslim Palestina, Muslim Afghanistan, Muslim Irak, Muslim Pattani, Muslim Rohingya, Muslim Bosnia, Muslim Azebaijan, dan kaum Muslimin di seluruh dunia. Tapi yang terjadi dalam realitas sesungguhnya, mungkin masih jadi pertanyaan banyak pihak. Karena harapan itu masih jauh dari kenyataan.


 Craig Unger, mantan deputi director New York Observer di dalam karyanya yang sangat berani berjudul “Dinasti Bush Dinasti Saud” (2004) memaparkan kelakuan beberapa oknum di dalam tubuh kerajaan negeri itu, bahkan di antaranya termasuk para pangeran dari keluarga kerajaan.


 “Pangeran Bandar yang dikenal sebagai ‘Saudi Gatsby’ dengan ciri khas janggut dan jas rapih, adalah anggota kerajaan Dinasti Saudi yang bergaya hidup Barat, berada di kalangan jetset, dan belajar di Barat. Bandar selalu mengadakan jamuan makan mewah di rumahnya yang megah di seluruh dunia. Kapan pun ia bisa pergi dengan aman dari Arab Saudi dan dengan entengnya melabrak batas-batas aturan seorang Muslim. Ia biasa minum Brandy dan menghisap cerutu Cohiba, ” tulis Unger.


 Bandar, tambah Unger, merupakan contoh perilaku dan gaya hidup sejumlah syaikh yang berada di lingkungan kerajaan Arab Saudi. “Dalam hal gaya hidup Baratnya, ia bisa mengalahkan orang Barat paling fundamentalis sekali pun. ”


 Bandar adalah putera dari Pangeran Sultan, Menteri Pertahanan Saudi. Dia juga kemenakan dari Raja Fahd dan orang kedua yang berhak mewarisi mahkota kerajaan, sekaligus cucu dari (alm) King Abdul Aziz, pendiri Kerajaan Saudi modern.


 Bukan hanya Pangeran Bandar yang begitu, beberapa kebijakan dan sikap kerajaan terkadang juga agak membingungkan. Siapa pun tak kan bisa menyangkal bahwa Kerajaan Saudi amat dekat—jika tidak bisa dikatakan sekutu terdekat—Amerika Serikat. Di mulut, para syaikh-syaikh itu biasa mencaci maki Zionis-Israel dan Amerika, tetapi mata dunia melihat banyak di antara mereka yang berkawan akrab dan bersekutu dengannya.


 Barangkali kenyataan inilah yang bisa menjawab mengapa Kerajaan Saudi menyerahkan penjagaan keamanan bagi negerinya—termasuk Makkah dan Madinah—kepada tentara Zionis Amerika.


 Bahkan dikabarkan bahwa Saudi pula yang mengontak Vinnel Corporation di tahun 1970-an untuk melatih tentaranya, Saudi Arabian National Guard (SANG) dan mengadakan logistik tempur bagi tentaranya. Vinnel merupakan salah satu Privat Military Company (PMC) terbesar di Amerika Serikat yang bisa disamakan dengan perusahaan penyedia tentara bayaran.


 Ketika umat Islam dunia melihat pasukan Amerika Serikat yang hendak mendirikan pangkalan militer utama AS dalam menghadapi invasi Irak atas Kuwait beberapa tahun lalu, maka hal itu tidak lepas dari kebijakan orang-orang yang berada dalam kerajaan tersebut.


 Langkah-langkah mengejutkan yang diambil pihak Kerajaan Saudi tersebut sesungguhnya tidak mengejutkan bagi yang tahu latar belakang berdirinya Kerajaan Saudi Arabia itu sendiri. Tidak perlu susah-sudah mencari tahu tentang hal ini dan tidak perlu membaca buku-buku yang tebal atau bertanya kepada profesor yang sangat pakar.


 Pergilah ke tempat penyewaan VCD atau DVD, cari sebuah film yang dirilis tahun 1962 berjudul ‘Lawrence of Arabia’ dan tontonlah. Di dalam film yang banyak mendapatkan penghargaan internasional tersebut, dikisahkan tentang peranan seorang letnan dari pasukan Inggris bernama lengkap Thomas Edward Lawrence, anak buah dari Jenderal Allenby (jenderal ini ketika merebut Yerusalem menginjakkan kakinya di atas makam Salahuddin Al-Ayyubi dan dengan lantang berkata, “Hai Saladin, hari ini telah kubalaskan dendam kaumku dan telah berakhir Perang Salib dengan kemenangan kami!”).


 Film ini memang agak kontroversial, ada yang membenarkan namun ada juga yang menampiknya. Namun produser mengaku bahwa film ini diangkat dari kejadian nyata, yang bertutur dengan jujur tentang siapa yang berada di balik berdirinya Kerajaan Saudi Arabia.


 Konon kala itu Jazirah Arab merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Kekhalifahan Turki Utsmaniyah, sebuah kekhalifahan umat Islam dunia yang wilayahnya sampai ke Aceh. Lalu dengan bantuan Lawrence dan jaringannya, suatu suku atau klan melakukan pemberontakan (bughot) terhadap Kekhalifahan Turki Utsmaniyah dan mendirikan kerajaan yang terpisah, lepas, dari wilayah kekhalifahan Islam itu.


 Bahkan di film itu digambarkan bahwa klan Saud dengan bantuan Lawrence mendirikan kerajaan sendiri yang terpisah dari khilfah Turki Utsmani. Sejarahwan Inggris, Martin Gilbert, di dalam tulisannya “Lawrence of Arabia was a Zionist” seperti yang dimuat di Jerusalem Post edisi 22 Februari 2007, menyebut Lawrence sebagai agen Zionisme.


 Sejarah pun menyatakan, hancurnya Kekhalifahan Turki Utsmani ini pada tahun 1924 merupakan akibat dari infiltrasi Zonisme setelah Sultan Mahmud II menolak keinginan Theodore Hertzl untuk menyerahkan wilayah Palestina untuk bangsa Zionis-Yahudi. Operasi penghancuran Kekhalifahan Turki Utsmani dilakukan Zionis bersamaan waktunya dengan mendukung pembrontakan Klan Saud terhadap Kekalifahan Utsmaniyah, lewat Lawrence of Arabia.


 Entah apa yang terjadi, namun hingga detik ini, Kerajaan Saudi Arabia, walau Makkah al-Mukaramah dan Madinah ada di dalam wilayahnya, tetap menjadi sekutu terdekat Amerika Serikat. Mereka tetap menjadi sahabat yang manis bagi Amerika.


 Selain film ‘Lawrence of Arabia’, ada beberapa buku yang bisa menggambarkan hal ini yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Antara lain:

 Wa’du Kissinger (Belitan Amerika di Tanah Suci, Membongkar Strategi AS Menguasai Timur Tengah, karya DR. Safar Al-Hawali—mantan Dekan Fakultas Akidah Universitas Ummul Quro Makkah, yang dipecat dan ditahan setelah menulis buku ini, yang edisi Indonesianya diterbitkan Jazera, 2005)

Dinasti Bush Dinasti Saud, Hubungan Rahasia Antara Dua Dinasti Terkuat Dunia (Craig Unger, 2004, edisi Indonesianya diterbitkan oleh Diwan, 2006)

Timur Tengah di Tengah Kancah Dunia (George Lenczowski, 1992)

History oh the Arabs (Philip K. Hitti, 2006)


Sebab itu, banyak kalangan yang berasumsi bawah berdirinya Kerajaan Saudi Arabia adalah akibat “pemberontakan” terhadap Kekhalifahan Islam Turki Utsmani dan diback-up oleh Lawrence, seorang agen Zionis dan bawahan Jenderal Allenby yang sangat Islamofobia. Mungkin realitas ini juga yang sering dijadikan alasan, mengapa Arab Saudi sampai sekarang kurang perannya sebagai pelindung utama bagi kekuatan Dunia Islam, wallahu a’lam. (Rz)

Selasa, 17 Januari 2012

Menuju Mahasiswa Muslim Sukses


Menuju Mahasiswa Muslim Sukses

Oleh: Muhammad Shiddiq al-Jawi
Publikasi 09/04/2004

hayatulislam.net - Pengantar

Sukses dapat diartikan sebagai keadaan tercapainya tujuan atau cita-cita. Lawannya adalah gagal, yaitu keadaan tidak tercapainya suatu tujuan atau cita-cita. Sukses di sini masih memiliki arti umum, dalam arti bisa bernilai benar atau salah, tergantung pada pandangan hidup yang mendasari perumusan tujuan dan standar yang digunakan untuk menilai suatu kesuksesan dan kegagalan. Seorang perampok misalnya, dapat dikatakan sukses bila dia berhasil merampok barang yang telah ditargetkannya. Sementara seorang petani, dikatakan sukses bila berhasil melakukan panen dengan hasil yang sesuai dengan harapannya. Jadi, “sukses” tidak selamanya identik dengan “benar”. Bisa saja seseorang merasa sukses, namun sebenarnya dia tidak berada di atas kebenaran. Dengan kata lain, hakikatnya dia telah gagal.Yang harus dicari adalah kesuksesan yang sejati, yaitu kesuksesan yang berada dalam jalur kebenaran. Ini hanya terwujud bila seseorang mencapai suatu tujuan yang didasarkan pada pandangan hidup dan standar yang benar. Dan di samping itu, kesuksesan itu harus diraih dengan cara yang benar pula, bukan dengan sembarang cara. Kesuksesan yang diraih lewat jalan yang tidak benar, sebenarnya adalah kesuksesan yang semu dan palsu, bukan kesuksesan yang hakiki.

Demikian pula kiranya dengan dunia mahasiswa. Tatkala seseorang ingin menjadi mahasiswa yang sukses dalam kuliahnya, maka pertanyaan kritis yang harus dijawab adalah, apa tujuan dari kuliahnya? Standar-standar serta indikator-indikator apa yang dipakai untuk mengukur tercapainya tujuan itu? Apakah tujuan itu sudah didasarkan pada pandangan hidup yang benar?

Antara Fakta Dan Idealita

Dunia saat ini –termasuk Dunia Islam-- dicengkeram oleh ideologi kapitalisme, yang berasaskan ide sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan). Dengan demikian, seluruh aspek kehidupan termasuk juga pendidikan, akan terwarnai dan terpola oleh ideologi asing tersebut. Dalam sebuah sistem kehidupan yang menerapkan atau terpengaruh dengan ideologi ini, sistem pendidikan akan senantiasa bersifat sekuleristik. Pendidikan tidak akan memberikan ruang yang cukup bagi agama, sebab agama bukanlah sesuatu yang penting dalam kehidupan. Agama hanya mengatur hubungan pribadi manusia dengan Tuhan, sementara hubungan manusia dengan manusia lainnya, seperti aspek politik, ekonomi, budaya, tidaklah diatur oleh agama.

Karena itu, dapat dilihat bahwa out put sistem pendidikan seperti ini, hanya akan menjadi manusia yang pandai dalam ilmu pengetahuan, namun dangkal dalam pemahaman agama. Para alumnus sistem ini akan menjadi manusia yang sekuleristik, materialistik, oportunistik, dan individualistik. Dikatakan sekuleristik, karena dia akan meletakkan agama dalam posisi terbatas yang hanya mengatur hubungan manusia dengan tuhannya. Sementara aspek interaksi sosial yang luas, dianggapnya tidak perlu diatur dengan agama. Bersifat materialistik, karena tujuan hidupnya hanya mengejar kesenangan duniawi semata, seperti harta benda, jabatan, dan sebagainya, namun lupa akan tujuan akhiratnya. Dikatakan oportunistik, karena cara dia mengukur segala tindakannya adalah berdasarkan manfaat belaka, atau untung rugi, bukan berdasarkan ketentuan halal-haram.Dan bersifat individualistik, karena dia akan menjadi orang yang hanya mementingkan diri sendiri, serta kurang menaruh kepedulian dan perhatian kepada orang lain. Memang manusia seperti ini akan bisa hidup, namun jelas bukan hidup yang benar.

Dalam sistem sekuleristik seperti ini, sukses tidaknya seorang mahasiswa tentunya hanya akan diukur berdasarkan indikator-indikator akademik semata yang kering dari sentuhan nilai dan norma agama. Mahasiswa tetap dikatakan sukses setelah dia menyelesaikan studinya dalam waktu sekian tahun, dengan indeks prestasi sekian, meskipun dia dangkal atau bahkan bodoh dalam pemahaman agamanya. Apakah manusia seperti ini yang dikehendaki Islam? Cukupkah kesuksesan mahasiswa muslim hanya diukur dengan indikator-indikator akademik semata yang cenderung sekuleristik itu?

Sesungguhnya Islam telah menetapkan tujuan dalam sebuah proses pendidikan, yang hanya bisa dicapai bila sebuah sistem pendidikan didasarkan pada ideologi Islam, bukan ideologi kapitalisme seperti yang ada saat ini. Tujuan pendidikan dalam Islam adalah terbentuknya kepribadian Islam (Syakhshiyyah Islamiyyah) yang dibekali dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang diperlukan dalam kehidupan (Lihat Muqaddimah Dustur, Taqiyyuddin An Nabhani, hal. 414). Memiliki kepribadian Islam, berarti seseorang mempunyai pola pikir (aqliyah) yang Islami, yaitu dia akan menjadikan Aqidah Islamiyah sebagai standar untuk menilai segala pemikiran yang ada. Di samping itu, dia mempunyai pola jiwa/sikap (nafsiyah) yang Islami, yaitu mempunyai kecenderungan perasaan yang Islami dan memenuhi segala kebutuhannya dengan standar Syariat Islamiyah, baik kebutuhan jasmaninya (al hajat al ‘udlwiyah), seperti makan dan minum, maupun kebutuhan naluriahnya (al gharizah), yang meliputi naluri beragama (gharizah tadayyun), naluri mempertahankan diri (gharizatul baqa’), dan naluri melangsungkan keturunan (gharizatun nau’), beserta segala penampakan (mazhahir) yang muncul dari ketiga naluri tersebut.

Adapun ilmu dan pengetahuan yang menjadi bekal hidup, adalah segala jenis ilmu pengetahuan yang diperlukan untuk kehidupan bermasyarakat, seperti sains dan teknologi beserta segala macam ilmu cabang dan terapannya. Namun demikian, Aqidah Islamiyah harus dijadikan standar dalam hal pengambilan atau pengamalannya. Segala ilmu yang sesuai Aqidah Islamiyah saja yang boleh diambil dan diamalkan. Yang bertentangan dengan Aqidah Islamiyah haram untuk diambil dan diamalkan. Dari segi pengetahuan dan studi, Islam memang membolehkan segala macam ilmu, meskipun bertentangan dengan Islam. Tetapi dari segi pengambilan/pengamalan dan i’tiqad (keyakinan), Islam hanya membolehkan pengetahuan yang tidak bertentangan dengan Islam, bukan yang lain. (Ibid., hal. 413).

Dengan demikian, dapat diringkas bahwa pendidikan Islam mempunyai tujuan: 1). Pembentukan kepribadian Islam (Syakhshiyyah Islamiyyah), dan 2) Penguasaan berbagai ilmu pengetahuan yang diperlukan dalam kehidupan.

Dari sinilah seharusnya seorang mahasiswa muslim menetapkan indikator-indikator kesuksesannya, sebab dia bukan sekedar beridentitas mahasiswa, tetapi juga seorang muslim. Identitas keislaman ini tentu tak boleh dia tanggalkan dalam segala kiprahnya di dunia, termasuk kiprahnya dalam menuntut ilmu di perguruan tinggi.


Kiat Mahasiswa Muslim Sukses

Dari uraian di atas, kiranya jelas bahwa seorang mahasiswa muslim yang sukses dapat dicirikan dengan dengan 2 (dua) indikator: Pertama, Dimilikinya kepribadian Islam (Syakhshiyyah Islamiyyah), Kedua, Dikuasainya ilmu pengetahuan yang menjadi bidang studinya. Seorang mahasiswa muslim yang sukses, dengan demikian, adalah mahasiswa yang berhasil memiliki kedua indikator tersebut secara bersamaan. Jadi mahasiswa yang hanya menguasai pengetahuan yang menjadi objek studinya, namun dangkal dalam pemahaman Islamnya, hakikatnya adalah mahasiswa yang gagal. (Meskipun menurut ukuran konvensional yang sekuleristik, dia adalah mahasiswa yang “sukses”!).

Untuk memiliki kepribadian Islam, pada prinsipnya seorang mahasiswa harus mempelajari Islam secara mendalam. Dia harus menjadikan Aqidah Islamiyah sebagai landasan berpikirnya, yang dengannya dia dapat berpikir Islami dengan menjadikan Aqidah Islamiyah sebagai standar untuk menilai segala pemikiran yang ada. Dia harus juga menjadikan Syariat Islamiyah –yang lahir dari Aqidah Islamiyah—sebagai standar untuk menetapkan kecenderungannya dan memenuhi segala kebutuhannya. Salah satu karakter muslim yang berkepribadian Islam, untuk konteks sekarang, adalah mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap kondisi umat. Kondisi umat Islam di seluruh dunia yang kini dikuasai oleh ideologi kapitalisme yang kafir, harus membuatnya terhentak dan tersadar dengan keadaran yang penuh dan menyeluruh untuk turut serta dalam proses perubahan menuju kondisi yang Islami. Secara konkret, muslim yang peduli dengan keadaan umat itu akan mengindentifikasikan dirinya sebagai seorang pengemban dakwah (hamilud dakwah), sebab metode Islam untuk mengubah kondisi tak Islami menjadi Islami tak lain adalah dengan jalan mengemban dakwah Islamiyah (hamlud dakwah al islamiyah).

Untuk menguasai ilmu pengetahuan yang menjadi objek studinya, seorang mahasiswa harus sukses secara akademik. Kusman Shadik (1996) memaparkan kiat-kiat praktis untuk mencapai sukses akademik di IPB, khususnya di TPB:

One. Kepercayaan Diri

Menumbuhkan kepercayaan diri bahwa Anda punya potensi besar untuk meraih sukses di IPB, merupakan langkah awal yang perlu dimiliki. Kepercayaan diri ini tentunya adalah kepercayaan yang didasarkan pada adanya potensi intelektual yang nyata, bukan kepercayaan diri palsu yang tidak didasarkan pada potensi intelektual yang nyata atau hanya sekedar berdasarkan ilusi kosong. Rasa percaya diri akan berpola positif apabila ditunjang oleh usaha yang gigih agar potensi intelektual yang ada ini dapat teraktualisai secara optimal dalam kegiatan perkuliahan.

Two. Kesehatan

Beban studi yang tidak ringan jelas memerlukan dukungan faktor kesehatan. Karena itu, suatu hal yang penting diperhatikan adalah masalah kesehatan tubuh. Berupayalah Anda memiliki kesehatan tubuh yang selalu prima agar Anda dapat mencapai hasil optimal dalam menyelesaikan beban kuliah, responsi, dan praktikum. Menjaga kesehatan dapat dilakukan dengan cara rajin berolahraga, mengkonsumsi makanan bergizi, dan beristirahat secara cukup.

Three. Metode Belajar

Metode belajar di IPB sangat berbeda dibandingkan dengan masa SMU. Di TPB ini seorang mahasiswa dituntut bukan hanya sekedar “bisa”, tetapi dituntut sampai pada tingkat “memahami”. Proses mencapai pemahaman adalah mengkaitkan setiap informasi dengan fakta, atau mengkaitkan fakta dengan informasi. Faktor terpentingnya, adalah informasi. Karenanya, informasi (tentang mata kuliah) harus selalu ditambah. Penambahan informasi selain dari diktat kuliah dapat dilakukan melalui sarana perpustakaan yang ada, terutama buku ajar yang dijadikan sebagai referensi buku diktat tiap mata kuliah. Buku-buku tersebut selain dapat memperluas konsep dasar dari mata kuliah yang bersangkutan juga dapat melatih Anda untuk mengerjakan bentuk-bentuk soal yang biasanya disertakan pada akhir tiap bab. Buku ajar ini hampir semuanya ditulis dalam bahasa Inggris. Karenanya, kemampuan bahasa Inggris merupakan salah satu penunjang kesuksesan akademik di IPB, terutama setelah kuliah di fakultas. Jadwalkan waktu belajar dengan baik dan belajarlah secara teratur, meskipun waktu ujian atau kuiz masih jauh.

d. Ujian

Ujian merupakan momen penting yang menentukan keberhasilan mahasiswa dalam suatu mata kuliah. Dalam menghadapi ujian di TPB perlu diperhatikan beberapa hal berikut:

• Perasaan tenang dan percaya diri merupakan komponen utama dalam menghadapi ujian. Hindarkan perasaan stress, gugup, atau gelisah yang hanya akan menghancurkan konsentrasi dan menggerogoti daya berpikir kita yang sesungguhnya. Karenanya, berdoalah yang khusyu’ sebelum ujian.

• Memantapkan secara sempurna tentang topik yang akan diujikan. Yang ideal, pemantapan atau penguasaan mata kuliah hendaknya dilakukan secara bertahap. Bukan secara dadakan atau instan dengan gaya “SKS” (Sistem Kebut Semalam). Penumpukan informasi dalam volume besar dalam waktu yang singkat sangat tidak efektif dan hanya akan memberikan beban yang berlebihan (over-loaded) terhadap otak.

• Mengenal lebih dini tentang format soal ujian untuk tiap mata kuliah yang biasanya berbeda-beda antara satu mata kuliah dengan mata kuliah lainnya. Untuk mengetahui hal ini dapat dilihat pada berkas ujian pada tahun sebelumnya. Hubungan yang baik dengan kakak kelas dalam hal ini tentu akan sangat membantu.

•Mempersiapkan langkah teknis ujian akhir dengan baik, seperti KTM, pulpen, minimal 2 buah, kalkulator apabila ujian tersebut diperkenankan untuk menggunakan kalkulator. Meskipun sepertinya sepele, namun bila tidak disiapkan secara apik dan cermat, akan bisa mempengaruhi mental kita dalam mengerjakan soal ujian.

Semua yang telah disampaikan di atas yang berkenaan dengan kiat sukses dalam meraih prestasi akademik di IPB khususnya TPB, kiranya dapat dijadikan sebagai bahan masukan agar waktu, tenaga, dan potensi yang ada dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.


Penutup

Kiranya menjadi mahasiswa muslim yang sukses memang merupakan dambaan. Namun sekali lagi perlu diperhatikan benar, apa indikator “kesuksesan” yang digunakan. Jangan sampai Anda merasa menjadi sukses, padahal sebenarnya gagal. Mahasiswa muslim yang sukses adalah mahasiswa berhasil meraih 2 (dua) hal sekaligus: Pertama, Menjadi muslim yang berkepribadian Islam, dan Kedua, Meraih kesuksesan secara akademik.

Selain itu, seorang mahasiswa yang berkepribadian Islam juga dituntut untuk peduli terhadap keadaan umat, dengan jalan turut serta memikul tanggung jawab dakwah Islamiyah demi terwujudnya tatanan umat dan masyarakat yang Islami.
[ ]

Aku Tidak Tahu

Ada seorang sahabat pernah mengemukakan isi hatinya padaku (katakanlah ia “sohib A”).  Ia curhat tentang ketidakpedeannya untuk bertukar pikiran dengan sahabatku yang lain (“sohib B”).  Ketika kutanya mengapa, iapun berkata padaku kalau ketidakpedean sohib A berawal dari ekspresi sohib B.  Ketika dikatakan “tidak tahu”, sohib B kerap cemberut. Setahu saya sohib A adalah orang yang cerdas.

Yak, Menjadi cerdas, tidak berarti mengetahui segala jawaban. Terkadang, jawaban paling cerdas yang kita dapat katakan adalah "Saya tidak tahu". Diperlukan rasa percaya diri dan kecerdasan extra untuk mengakui ketidaktahuan kita. Dan saat kita melakukannya, kita sedang dalam proses mempelajari jawaban sesungguhnya.

Seringkali, karena alasan kebanggaan dan mencegah rasa tidak aman, kita mengatakan tahu, padahal kita tidak tahu. Lewat cara ini, kita telah menyia-nyiakan kesempatan untuk belajar lebih lanjut. Percayalah, tidak ada salahnya kita tidak mengetahui suatu hal.

Bagian penting dari kebijaksanaan adalah mengetahui batas pengetahuan kita. Mengetahui apa yang kita tahu dan apa yang kita tidak tahu. Orang yang benar-benar cerdas adalah orang yang tahu dan mengerti, bahwa tak semua pertanyaan dapat ia jawab. Orang yang benar-benar cerdas, adalah orang yang mau bertanya, mau belajar, dan mau bertumbuh.

Gunakan pengetahuan yang kita miliki, dan miliki pengetahuan yang kita perlukan. Itu adalah jalan terbaik yang dapat kita tempuh.



Artikel Terkait

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Followers