Pages - Menu

Jumat, 17 Desember 2010

PERJALANAN RASULULLAH SAW KE THAIF



Selama 9 tahun kerasulan, Nabi Muhammad saw. Telah berusaha menyampaikan ajaran Islam dan mengusahakan hidayah serta perbaikan kaumnya di Makkah, namun sangat sedikit yang menerima ajakan beliau, kecuali orang-orang yang sejak awal telah masuk Islam. Selain mereka, ada orang-orang yang belum masuk Islam, tetapi siap memmbantu Rasulullah saw. Dan kebanyakan orang-orang kafir Makkah selalu menyakiti dan mempermainkan beliau dan para  sahabat beliau.

Abu Thalib termasuk orang yang belum memeluk Islam, namun sangat mencintai Nabi saw. Ia akan melakukan apa saja yang dapat menolong Nabi saw. Pada tahun kesepuluh kenabian, ketika Abu Thalib meninggal dunia, kaum kuffar semakin berkesempatan untuk mencegah perkembangan Islam dan menyakiti kaum muslimin.

Rasulullah saw. pun pergi ke Tahif. Di sana ada suatu kabilah bernama Tsaqif, yang sangat banyak anggotanya. Beliau berpendapat, jika mereka memeluk Islam, kaum muslimin akan terbebas dari siksaan orang-orang kafir tersebut, dan akan menjadikan kota itu sebagai pusat penyebaran Islam. Setibanya di Thaid, Nabi saw. langsung menemui tiga orang tokoh masyarakat dan berbicara dengan mereka, mengajak mereka agar membantu Rasulullah saw.. Namun, mereka bukan saja menolak, bahkan sebagai orang arab yang terkenal dengan adatnya yang sangat menghormati, itu pun tidak mereka lakukan. Bahkan, mereka menjawab dengan terang-terangan dan menerima beliau dengan sikap yang sangat buruk. Mereka  menunjukkan perasaan tidak suka atas kedatangan Rasulullah saw.. Pada mulanya, beliau berharap agar kedatangan beliau kepada tokoh masyarakat itu  akan disambut baik dan sopan. Ternya sebaliknya, diantara mereka ada yang berkata, “Wahai, kamukah orang yang dipilih oleh Allah sebagai NabiNya?” Yang lain berkata, “Tidak adakah selain kamu yang lebih pantas dipilih Allah sebagai Nabi?” Yang ketiga berkata, “Aku tidak mau berbicara denganmu, sebab jika kamu memang seorang Nabi seperti pengakuanmu, lalu aku menolakmu, tentu itu akan mendatangkan bencana. Dan jika kamu berbohong, aku tidak ingin berbicara dengan orang seperti itu.” Setelah itu, dengan persaan kecewa terhadap mereka, Nabi saw. berharap dapat berbicara dengan orang-orang selain mereka. Inilah sifat Rasulullah yang selalu bersungguh-sungguh, teguh pendirian, dan tidak mudah putus asa. Ternyata, tidak seorang pun di antara mereka yang bersedia menerima beliau. Bahkan mereka membentuk beliau dan berkata, “Keluarlah kamu dari kampung ini! Pergilah kemana saja yang kamu sukai!”

Ketika Nabi saw. sudah tidak dapat mengharapkan mereka dan bersiap-siap akan meninggalkan mereka, menyuruh anak-anak tersebut mengikuti beliau saw., lalu mengganggu, mencaci, serta melemparinya dengan batu, sehingga sandal beliau berlumuran darah. Dalan keadaan seperti inilah Nabi saw. meninggalkan Thaif. Ketika pulang, beliau menjumpai sebuah tempat yang dianggap aman dari kejahatan mereka. Beliau berdoa kepada Allah swt.,

Ya Allah, kepada-Mulah kuadukan lemahnya kekuatanku, kurangnya upayaku, dan kehinaanku dalam pandangan manusia. Wahai Yang Maharahim dari sekalian rahimin, Engkaulah Tuhannya orang-orang yang merasa lemah, dan engkaulah Tuhanku, kepada siapakah Engkau serahkan diriku.  Kepada orang asing yang akang memandangku dengan muka masam atau kepada musuh yang Engka berikan segala urusanku, tiada keberatan bagiku asalkan Engkau tidak marah kepadaku. Lindungan-Mu sudah cukup bagiku. Aku berlindung kepada-Mu dengan Nur wajah-Mu yang menyinari kegelapan, dan dengannya menjadi baik dunia dan akhirat, dari turunnya murka-Mu kepadaku atau turunnya keridakridhaan-Mu kepadaku. Jauhkanlah murka-Mu hingga Engkau ridha. Tiada daya dan upaya melainkan dengan-Mu.”

Allah penguasa seluruh alam pun meperlihatkan keperkasaan-Nya. Demikian sedih doa Nabi saw., sehingga Jibril a.s. dating untuk meberi salam kepada beliau dan berkata, “Allah mendengar perbincanganmu dengan kaummu, dan Allah pun mendengar jawaban mereka, dan Dia mengutus kepadamu malaikat penjaga gunung agar siap melaksanakan apa pun perintahmu kepadanya.” Malaikat itu pun datang dan member salam kepada Nabi saw. seraya berkata, “Apa pun yang engkau perintahkan akan kulaksanakan. Bila engkau suka, akan kubenturkan kedua gunung di samping kota ini sehingga siapa saja yang tinggal di antara keduanya akan hancur binasa. Jika tidak, apa pun hukuman yang engkau inginkan, aku siap melaksanakannya.” Rasulullah saw. bersifat pengasih dan mulia ini menjawab, “Aku hanya berharap kepada Allah, seandainya saat ini mereka tidak menerima Islam, semoga kelak keturunan mereka akan menjadi orang-orang yang beribadah kepada Allah.”

Demikianlah akhlak Nabi yang mulia. Kita mengaku sebagai pengikutnya, namun ketika kita ditimpa sedikit kesulitan atau celaan, kita langsung marah, bahkan menuntut balas seumur hidup. Kezhaliman dibalas dengan kezhaliman, sambil terus mengaku bahwa kita adalah umat Nabi saw.. Padahal dengan pengakuan itu, seharusnya segala tingkah laku kita mengikuti beliau. Jika mendapat kesulitan dari orang lain, Nabi saw. tidak pernah mendoakan keburukan dan tidak pernah berkeinginan menuntut balas.

2 komentar:

  1. Assalamu'alaikum. bagus blognya, dan isi artikelnya penuh dengan pembelajaran. boleh ya aku komen di blognya. Wassalam

    BalasHapus
  2. wsslm.

    yup, sayang blogspot ga bisa ngasih tanda like pas di komennya y wkwkwkwk..

    makasih kembali

    BalasHapus