MENJAWAB
OPINI NEGATIF TERHADAP SYARIAT ISLAM
Oleh: MR
Kurnia
Tuntutan
pemberlakuan syariat Islam kembali mengemuka.
Dorongannya adalah kesadaran bahwa hanya syariat Islam sajalah yang
mampu menjawab berbagai persoalan yang tengah membelit negara ini, baik di
lapangan ekonomi, politik, sosial, budaya dan pendidikan, setelah ideologi
sosialisme-komunisme dan kapitalisme dan kapitalisme gagal memenuhi
harapan. Hal ini dapat ditunjukkan
dengan semakin derasnya tuntutan penerapan syariat Islam, dan mengkristalnya
sikap kaum Muslim untuk hanya taat kepada aturan Islam. Meskipun demikian, tak urung ada juga
pihak-pihak yang tidak suka dengan tuntutan diterapkannya syariat Islam.
Dalam
kenyataannya, gagasan mulia itu tidaklah mudah untuk diwujudkan. Banyak ganjalan
yang dihadapi, bukan hanya datang dari kalangan non-muslim, tapi juga dari sebagian umat Islam sendiri termasuk
tokoh-tokohnya. Mereka misalnya, mempertanyakan dan meragukan syariat Islam
dengan alasan realitas, bentuk interaksi, dan kondisi masyarakat saat ini yang
jauh berbeda dengan masa Rasulullah SAW, shahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in.
Jadi, menurut mereka, perlu penambahan dan pengurangan atau modifikasi terhadap
syariat Islam sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.
Sebenarnya,
hal ini dikarenakan, pertama, adanya sejumlah kesalahpahaman
terhadap syariah sedemikian rupa sehingga dalam bayangan mereka syariah menjadi
sesuatu yang sangat menakutkan, mencengkeram kebebasan dan seolah akan
memundurkan kehidupan masyarakat modern sekarang ini ke jaman batu. Kedua, memang ada kesengajaan
dari kalangan tertentu kalangan tertentu untuk menciptakan stigma negatif
terhadap syariah dan melakukan berbagai upaya untuk terus memelihara ketakutan
dan ketidaksukaan masyarakat pada syariat
Islam. Dan, ketiga, pada
kenyataannya apapun yang dikatakan sebagai kebaikan-kebaikan yang akan
diberikan syariah belumlah terwujud secara nyata dalam kehidupan masyarakat
karena, memang, syariat Islam belum total diterapkan. Semua itu masih sebatas wacana, kecuali pada
realitas sejarah dimana tidak semua orang dapat menghayatinya, oleh karena hal
itu memang terjadi di masa lampau.
Berikutnya, muncul penolakan terhadap syariat Islam baik secara tegas
dan terang-terangan maupun dengan kepura-puraan.
Salah satu metode
mereka yang phobi maupun yang anti terhadap syariat Islam adalah membentuk
opini publik untuk menghambat maupun untuk menghentikan gerak laju pejuang
penegakan syariat Islam. Beberapa logika sederhana yang dikemukakan mereka
adalah : “Kata syariat sangat luas
artinya dan dapat digunakan di setiap waktu dan di setiap tempat. Karena yang
terpenting dari syariat itu prinsipnya, bukan materi hukumnya. Artinya, jika di
suatu negeri seperti Indonesia, tidak memungkinkan untuk ditegakkan syariat
Islam (ekonomi, politik, ‘uqubat, dll) maka cukup dilaksanakan prinsipnya saja
bukan hukum formalnya “.
Sunnatullâh
Pertarungan antara haq dengan bathil
terus berlangsung sejak lama. Saat
Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT menyampaikan Islam, masyarakat mulai membincangkan
dirinya dan dakwahnya. Pada awalnya,
bangsa Quraisy sedikit sekali membicarakan hal tersebut. Mereka menyangka bahwa Muhammad hanyalah
seorang ahli syi’ir sehingga ucapannya tidak akan pernah melampaui perkataan
para rahib dan pejabat mereka, dan masyarakat pun suatu waktu pasti kembali
kepada agama dan keyakinan nenek moyangnya.
Apabila mereka melewati Nabi
menyampaikan wahyu, mereka mencibirnya dengan kata-kata:’Inilah cucu Abdul
Muthalib sedang menyampaikan berita dari langit’. Beginilah terus mereka melakukan
pelecehan.
Berikutnya, kaum Quraisy mulai
menyadari bahaya dakwah Rasul terhadap kedudukan mereka. Bersepakatlah mereka untuk menentang,
memusuhi dan memeranginya. Mereka
menyadari, cara penting untuk menghancurkan dakwah Rasul adalah dengan
menjatuhkan pribadinga (‘pembunuhan karakter’) dan mendustakan
kenabiannya. Dimunculkanlah
tuduhan-tuduhan dan pertanyaan-pertanyaan memojokkan seperti:’Bagaimana
Muhammad ini, kok tidak dapat mengubah bukit Shofa dan Marwa menjadi emas’, ‘Mengapa
Jibril yang banyak disebut-sebut oleh Muhammad itu tidak pernah muncul di
hadapan masyarakat’, ‘Tuh, dia buktinya tidak dapat menghidupkan yang mati’,
‘Dia juga tidak dapat memindahkan perbukitan hingga Makkah tidak dikelilingi
oleh bukit’, ‘Mengapa dia tidak memancarkan air yang lebih segar dan banyak
daripada air zamzam padahal dia sangat tahu akan kebutuhan penduduk terhadap
air’, ‘Kalau benar bermanfaat, ‘Mengapa Tuhannya tidak menurunkan ketetapan
harga barang-barang untuk masa depan’, dan ungkapan lainnya. Intinya, menjatuhkan Rasulullah dengan
menuduh ajaran-ajaran dari Allah SWT yang disampaikannya dengan tujuan
masyarakat menjauhi beliau dan Islam yang dibawanya.
Tindakan tadi terus dilakukan oleh
kaum Quraisy. Namun, semua itu tidak
menghentikan dakwah Rasul. Beliau terus
mendakwahi masyarakat untuk menganut dan menerapkan Islam, mengungkapkan
kebobrokan berhala-berhala yang mereka sembah, serta menunjukkan kepandiran
akal para penyembahnya dan pandangan mereka yang mensucikannya. Akhirnya, mereka pun melakukan berbagai cara
untuk merintangi dakwah Rasul. Cara
terpenting adalah penyiksaan, propaganda baik di dalam negeri maupun di luar
negeri, serta blokade/embargo. Mereka
mulai menangkap Amr bin Yasir, Yasir ayahandanya, dan Sumayyah ibundanya;
lantas dibunuhlah ketiganya. Semua ini
tidak dapat membendung dakwah Rasul dan umatnya. Quraisy mulailah senjata lain dengan cara
propaganda memerangi Islam dan kaum muslim di setiap tempat; di dalam negeri
Makkah, mendatangi para jamaah haji untuk melontarkan tuduhan miring terhadap
Nabi dan Islam, berangkat ke luar daerah seperti Thaif dan Habsyah untuk tujuan
yang sama. ‘Apa yang dibawa Muhammad
adalah buatan manusia, bukan wahyu,’ ungkap mereka. Lagi-lagi, upaya ini pun gagal. Akhirnya, ditempuhlah tindakan fisik dengan
cara mengembargo Rasul dan para sahabatnya hingga kebutuhan pokok dari para
pedagang tidak sampai pada mereka dan perencanaan pembunuhan Rasul pun mulai
direncanakan.