Ini dy ceritanya:
Hahahahaha.. (o blum y :p)
Kisah ini adalah “kisah sedih dan srrru abisss di hari minggu” ato lebih tepatnya, “kisah bersusah-susah dahulu bersenang-senang kemudian” hihihi.. pokonya petualangan abezzzz..
Awalnya ga pernah menyangka akan seseru ini kenyataannya, soalnya perjalanan ini mang jauhh dari perencanaan, karena inti judulnya adalah “pergi ke pantai”. Asal ketemu pantai, hmm ya okelah.. :p
Ya krna asal ketemu pantai, dibawalah kami ke salah satu pantai terdekat di kota Kendari bernama Mayaria yang dulunya di sebut Kasilampe. Cukup famouslah, coz tak usah susah payah carter mobil tuk bisa sampai ke sana. Hanya cukup dengan kocek 4ooo rupiah naik angkot alias pete-pete, kita sdh bisa berada ditujuan (kn msh pake harga
angkot antara mahasiswa n pekerja, pan blum tua2 amat hehe..”halaaah makallasi :p”).
Jumlah kami 6 kepala dengan kemasan berbeda-beda, eh maksudnya performance yang ga sama satu sama lain (ya iyyalah :D).. membawa semangat di dada melawan dinginnya pagi kota kendari (halah mulai lebay).. Fokus! Lanjut!.. setelah bergesit dari 2 kali pulang balik rumah-pelabuhan, trus 3 kali singgah ke londri, tepatnya sekitar jam 9 pagi aku mulai menunggu jemputan dari kawanan lain yang sedari pagi smsan mulu menanyakan posisi dan tahapan (ih “jemputan”? via angkotjhi kodonk :P)
Well, akhrnya ga lama menunggu, batang hidung mereka akhirnya muncul juga. Mereka sudah mulai unjuk gigi.. hehe intinya mereka mendapatkanku, tersenyum dan tertawa, kmudian akupun sumringah, lalu naiklah aku di angkot.. hhhmm yayaya.
Ada satu anggota yang baru kenalan, “hmm salam anak muda!”. Di angkotpun kami saling bertukar cerita satu sama lain. Adda aj yang di ceritakan, kebanyakan sih cerita2 ringan bin ada bobotlah, konten2 yang menguatkan ukhuwah kami. Sampai salah satu diantara kami mengutarakan “hahh, sa capemi ktawa”, haha.. tctctc.. jangko curhat.. piss :p
“minggiiiir”.. turunlah kami di salah satu swalayan dkt pencarian mobil ke arah kasilampe. Sebelum bergegas menyambung angkot, belanja2 dulu, sekalian berniat meminta kantong ma kasirnya xixixi, karena salah satu anggota mulai mengeluh tentang kebocoran kantong sayyur, (jiahh.. kenapa di taronya di kantooong ciii? )
Setelah membeli beberapa keperluan seperti bangsa snack dan air mineral, juga tak lupa menghadapi ikhlas tidaknya sang kasir memberikan kantong (xixi,, ), lanjutlah kami di angkot tahap 2. Hmm, diperjalanan kala itu seperti romantisme sejarah (halah, anu terkesan 1977 deh :p). iyya, srius, dulu waktu SMP sering jalan2 kesono, mendaki gunung, lewati kuburan, sampai deh di bukit SMA 6 xixi dkt rumah teman.. disana pemandangannya kerenn,,
Adalah sekitar 30 menit, kami sampai di t4 tujuan. Ahh,, petualangan dimuleeeiyy, siap3.. mareee. Semangat kami luar biasa dengan keceriaan penuh diwajah ditambah hayalan2 indah setelah kami disana.
Untuk ke sekian kalinya, “mingiiiiiir”, sampailah kami di pintu gerbang, ada tulisan besar “selamat datang di pantai Mayaria”, yayaya hore horeee.
Masuk pintu gerbang!... lalalalala.. bayar uang masuk 3000 per orang .. lalu,
“KYAAAA! WHATTTTT????!!!”..
mata melotot dengan mulut sedikit menganga, roman muka berubah bagaikan memutar kaset indahh lalu pitanya tiba-tiba tergulung nadanya mencla-mencle lalu berhenti,.”INI PANTAI APA TEMPAT SAMPAH?”… “KABOOOOOOOOOOOOR”
Hmhmhm.. kotornya itu permandian, masyaAllah ih. Pdhl dulu nd begitu dh. Tctctc, heran. Yang paling mengherankan adalah banyak juga yang masih mau mandi di situ. Hmm serasa mandi di tempat sampah.. ih maaf y, tapi btulan. Yang membuat kami bertany-tanya, tu uang masuk untuk apa y? lbh mahal dari permandian yang lain, tapi buruk dari segi kualitas. Dan yang paling mengerankannya lagi, dulu aku bersama keluarga, rame2 sering berenang di sana, biasanya sesusai pulang kuliah, terapi air laut bagus tuk kesehatan, masih gratis, tapi bersih. Lha ini sudah di kelola malah tambah kotor. Hmm sudahlah.. kata kasilampe sekarang kedengarannya seperti kapitalisme (hahahaha.. lebay1000)
Kami tak ingin hari ini menjadi kisah sedih di hari minggu.. Akhirnya tak piker panjang, Cuma ada skitar 15 menit kami duduk + menorehkan kenang-kenangan dengan senyum terpaksa. Petugas N bapak2 nongkrongpun Tanya “cepatnya pulang?”.. “hehe… jujur y pak, kotoor bela.. hehe”.. hmm muka lugu. berinisiatiflah kami untuk kabur ke tempat lain, pilihannya adalah pantai Nambo. hehe.
Nambo letaknya tak begitu jauh dari Kasilampe, tapi akan sangat jauh kalo via angkot. Maka pilihannya saat itu adalah naik Katinting. Sebelum itu kami jalan dulu mencari rumah si bapak yang ternyata merupakan kenalan dari salah satu anggota, hmhm luas jaringan bo’ hehe. Naik gunuuuung, turun gunuuung, masuk lorong, jalan-jalan-jalan, dapat rumahnya. Dengan pendekatan bahasa daerah yang intinya adalah melobi, kamipun di antar oleh sang bapak bertopi itu dengan 2500 perorang. Yuhuuuu.. naik katinting ke nambo, lagi2 romantisme sejarah. Sejarah buruk tepatnya, haha. Judulnya “katinting yang hamper tenggelam dengan ombak marah dan hujan deras di iringi Guntur yang bersahut-sahutan… blum lagi anginnya, oommaaaa”.. ahh, trauma.com. au ahh. Hmm, untuk menyenangkan hati, anggap saja lagi berkendara GONDOLA hahaha.. aku membayangkan si bapak.. “…… “, ahh sudahlah :p..
Dengan melawan rasa trauma, aku pun melihat pemandangan di sekelilingku. Hmm, indahnya kotaku. Hutan bakau yang rindang, rumah-rumah penduduk yang khas, rumah panggung, para pekerja perbaikan lampu sorot pelabuhan yang memandangi kami (merasanyami :p). kamipin tak lepas dari cengkrama dan keceriaan. walau ada juga ketegangan kami di atas katinting. Seru pokoknya. Sampai salah satu anggota pembuyar dengan lugu meneruskan pertanyaannya “adaka buaya disini”.. ahaha, kyaa kenapa suasana berubah menjadi ala film anaconda bgini? Wkwkwkw.. ahh ada2 sajah . Hhh, ya inilah segelintir kisah konyol dan seru kami, sejenak ku merasa, inilah suasana2 yang dirindukan.
Eitzzz, cerita tak cukup sampe disitu. Ternyata kami diturunkan oleh si bapak di bawah jembatan nambo. Alhamdulillah, walaupun dengan latar mirip tempat pembuangan sampah, tapi ya sudahlah, everything is gonna be ok. Ber say goodbyelah kami dengan si bapak gondola, eh si bapak baik hati itu hehe.. “makasih pak, assalamualaikum, dadaaaa.. dadaaaa”..
Pas di jalan raya, lanjutlah kami ke arah kiri. Jalan-jalan-jalan lalalala.. Heyyy ada warung, hmm waktunya bli alkaline, pslnya kamera dig. Salah satu anggota tiba2 habis batre.. hmm. Pas diwarung, alhamdulillah setelah bertanya2 dengan penjualnya, kami menerima sedikit kenyataan pahit k’lo ternyata arah kiri yang kami tempuh itu ternyata berlawanan dengan arah pantai Nambo, yang artinya semakin menjauh, kodooooonk T_T’. but laa tahzan, hadapi dengan senyuman. Kata ibu itu pantai sudah dekat, “horeeeeeeeee…!” ^_^
Yak! setelah berjalan kurang lebih 1 kilo, sepertinya perkiraan jauh dekat itu tergantung orangnya hehehee.. kyah!. Seperti layaknya musafir yang lagi berjuang mendapatkan batre alkaline, sampailah kami di warung lagi, lagi, lagi, dan llagi. Salah satu anggota membuka kulkas, hmm minuman2 itu serasa memangil2 diriku seraya berkata “lihatlah aku ting ting ting.. ^_~, engkow pasti kehausan bukhaaan? Hmmmm?”.. subhanallah, esnya 1!
Duwh ada angkot nd yah. Sambil melanjutkan perjalanan, tiba2 ada angkot yang biasanya keliatan biasa-biasa saja, menjadi sesuatu yang luar biasa bak BMW, begitu indah. Ahh serasa fatamorgana. Well, mundurlah angkot itu, lalu akupun sebagai the leader alias the oldest hehe menanyakan ke supirnya apa bisa kami diantar ken ambo?. Hmm, tiba2 salah satu penumpang menjadi emotional love song hehe. “ini bkn arah ken ambo, kita ini mo ke kekota, mo ke kota!!”.. aduwhh, bisa g ya di repeat again kata “mo ke kota!!”nya sekali lagi, pliiiiis, kyknya bagus tuwh dijadikan inspirasi iklan sambal ABC super peddas.. hehehe just kidding :p
Lanjooooot,,.
Wah,, kali ini ada angkot kosong. Supirnya rela mengantar kami dengan Rp1000 perkepala sampai ke depan gerbang pantai nambo. Mengakunya dia berbaik hati pada kami karena kami kawanan wanita sholehah yang menutup aurat.. yah alhamdulillah amiin,, jklh khair dh pak.. :D.
Sampai digerbang, mata berbinar-binar, terharu biru, rasanya seperti habis capek sangat habis beraktifitas di bulan Ramadhan trus buka puasa dengan minuman kesukaan.. hmm finally, aku menemukanmu.. buah dari kesabaran mang manizz dan lezzat, enyak. Subhanallah alhamdulillah.. ^_^
Yayaya.. perut kami serasa mengadu. Sepertinya klo sudah di pantai, kami cari tempat berteduh gratis alias bapo, bawah pohon, trus makaaan. Jalanlah kami sampai ke tempat pembelian tiket masuk, lebih murah lho, “hanya Rp2500”, tempatnya baguss lagi.
Hmm pasnya di bibir pantai, dengan menghirup hembusan angin yang menerpa jilbab kami, rasanya seperti mmm, bau kemenangan hehe..
Setelah menemukan letak strategis yang gratis hehe, kami duduk istirahat kemudian melahap bekal sederhana yang sudah di siapkan. Nasi, sayur santan, tempe, sayur kacang panjang tumis, ikan bakar, kripik kusuka, ubi jalar, pisang rebus, pisang goreng, dsb. Hmhmhm.. apapun menunya, minumnya tetap air putih :p
Ok, Agendanya tetap, menorehkan kenangan. Ba’da sholat dzuhur, 4 anggotapun turun menikmati pantai. Akunya sih lbh memilih menikmati angin dan keindahan suasananya. Sampai pada akhirnya aku juga turun “mencicipi” air lautnya sedikit walau hanya sebatas setengah lutut, demi kebersamaan.. ^_^.. hhh, kalian membuatku senang teman-teman, uhibbukifillah ya akhwatusholehah..
Kenangan ini takkan terlupakan,, terima kasih atas hadiah kenang-kenangannya sebelum keberangkatanku dan salah satu anggota lainnya ke luar kota Kendari.. terharu bangget.. tak ada yang paling mengasyikkan selain berkumpul dengan sodara satu pemikiran, peraturan, dan perasaan. Spirit itu, kebersamaan itu, dan pahit manisnya perjuangan menegakkan Khilafah yang tak mudah ini, justru akan membawa kita kepada satu kebahagiaan yang tak bisa diukur dengan uang. Satu hal yang paling membuatku sangat2 bersyukur dalam kisah ini, bahwa insyaAllah kami berenam adalah orang-orang yang dari sekian banyak kaum Muslimin yang kami temui disetiap setting, yang sadar bahwa menegakkan Khilafah itu adalah suatu kewajiban yang tanpa kompromi harus diusahakan. Hmm Semangat para murid Syeikh Taqi!! Semangat anak Muda! Allahuakbar!..
insyaAllah, keep in touch yah.. .. I love u ukhtifillah..
Pages - Menu
▼
Senin, 21 Februari 2011
Jumat, 11 Februari 2011
Hukum dan Masail Haid
Ummu Ishaq Al AtsariyahDalam edisi terdahulu kami telah menyebutkan tujuh dari hukum-hukum yg berkaitan dgn haid. Hukum yg selanjutnya kami sebutkan berikut ini :Kedelapan : Cerai/TalakDiharamkan bagi seorang suami utk menceraikan istrinya dalam keadaan haid berdasarkan firman Allah Ta’ala :“Wahai Nabi apabila kalian hendak menceraikan para istri maka ceraikanlah mereka pada saat mereka dapat ‘iddah-nya… .” Al Hafidh Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya membawakan ucapan Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas tentang firman Allah Ta’ala : “Fathalliquuhunna li ‘iddatihinna”.“Ibnu Abbas menafsirkan : {{Tidak boleh seseorang menceraikan istrinya dalam keadaan haid dan tidak boleh pula ketika si istri dalam keadaan suci namun telah disetubuhi dalam masa suci tersebut. Akan tetapi bila ia tetap ingin menceraikan istrinya maka hendaklah ia membiarkannya sampai datang masa haid berikutnya lalu disusul masa suci setelah itu ia bisa menceraikannya}}.” Ibnu Katsir rahimahullah selanjutnya mengatakan : “Dari sini fuqaha mengambil hukum-hukum talak. Mereka membagi talak itu kepada talak sunnah dan talak bid’ah. Talak sunnah adl seseorang mentalak istrinya dalam keadaan suci dan belum disetubuhi {ketika suci tersebut} atau dalam keadaan istrinya telah dipastikan hamil. Sedangkan talak bid’ah adl seseorang mentalak istrinya ketika sedang haid atau ketika suci namun telah disetubuhi sehingga tidak diketahui apakah si istri hamil dgn sebab hubungan badan tersebut atau tidak hamil… .” Apabila si istri dicerai dalam hari haidnya maka ia tidak dapat segera menghitung masa ‘iddah- nya krn haid yg sedang ia alami tidak terhitung sebagai ‘iddah. Sebagaimana kita ketahui bahwa masa ‘iddah wanita yg dicerai suaminya adl tiga quru’ {tiga kali haid atau tiga kali suci}.Allah berfirman :“Wanita-wanita yg ditalak hendaklah menahan diri tiga kali quru’… .” {Al Baqarah : 228}Demikian pula apabila ia dicerai dalam keadaan suci setelah sebelumnya disetubuhi maka ia juga tidak dapat menghitung ‘iddah-nya secara pasti krn belum diketahui apakah ia hamil dari hubungan itu hingga ia harus ber-’iddah dgn kehamilannya ataukah ia tidak hamil hingga ia dapat ber-’iddah dgn hitungan masa haidnya. Karena ada perbedaan antara ‘iddah-nya wanita yang hamil dgn wanita yg tidak hamil. ‘Iddah wanita yg hamil disebutkan dalamfirman Allah Ta’ala :“Dan wanita-wanita yg hamil masa ‘iddah mereka adl sampai mereka melahirkan kandungannya.” Dengan demikian apabila tidak terdapat keyakinan kapan masa ‘iddah dapat dihitung maka diharamkan menjatuhkan talak kecuali setelah jelas perkaranya.Apabila seorang suami menceraikan istrinya yg sedang haid maka si suami berdosa. Ia wajib bertaubat kepada Allah Ta’ala dan ia kembalikan si istri dalam perlindungannya utk ia ceraikan dgn cerai yg syar’i sesuai dgn perintah Allah dan Rasul-Nya. Setelah ia rujuk ia biarkan istrinya sampai bersih dari haid tersebut kemudian ia tahan lagi {jangan dijatuhkan talak} sampai datang haid berikutnya lalu suci. Setelah itu ia bisa memilih antara menceraikan atau tidak. Namun bila ia ingin menceraikan maka tidak boleh ia gauli istri tersebut dalam masa sucinya itu . {Risalah fi Dima’ith Thabi’iyyah lin Nisa’.
Asy Syaikh Muhammad Shalih Al ‘Utsaimin}Dalil dari penjelasan di atas disebutkan oleh Al Imam Al Bukhari dalam Shahih-nya dgn sanad yang beliau bawakan sampai kepada Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma bahwasannya ia menceraikan istrinya dalam keadaan haid. Maka Umar menanyakan hal tersebut kepadaNabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Mendengar hal tersebut Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam marah kemudian beliau bersabda :“Perintahkanlah ia agar merujuk istrinya kemudian ia tahan hingga istrinya suci dari haid. Kemudian istrinya haid lagi lalu suci.
Setelah itu jika ia mau ia tahan istrinya dan jika ia mau ia ceraikan sebelum digauli. Itulah ‘iddah yg diperintahkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla utk menceraikan wanita {bila ingin dicerai pent.}.” Dalam riwayat Muslim disebutkan : “Perintahkanlah dia agar merujuk istrinya kemudian hendaklah ia menceraikannya dalam keadaan suci atau hamil.”Al Imam Ash Shan’ani menyebutkan keharaman talak dalam masa haid ini dalam kitabnya Subulus Salam demikian juga Al Imam Asy Syaukani dalam Nailul Authar Menurut Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin ada tiga keadaan yg dikecualikan dalam pengharaman talak ketika istri sedang haid :Pertama : Apabila talak dijatuhkan sebelum ia berduaan dgn si istri atau sebelum ia sempat bersetubuh dgn si istri setelah atau selama nikahnya. Dalam keadaan demikian tidak ada ‘iddah bagi si wanita dan tidak haram menceraikannya dalam masa haidnya.Kedua : Apabila haid terjadi di waktu istri sedang hamil dan telah lewat penjelasan hal ini.Ketiga : Apabila talak dijatuhkan dgn permintaan istri dgn cara ia menebus dirinya dgn mengembalikan sesuatu yg pernah diberikan suaminya atau diistilahkan dgn khulu’.Hal ini dipahami dari hadits Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma. Disebutkan bahwasannya istrinya Tsabit bin Qais bin Syamas datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam lalu ia berkata : “Wahai Rasulullah tidaklah aku mencela Tsabit bin Qais dalam hal akhlak dan agamanya. Akan tetapi aku tidak suka kufur dalam Islam.”(1)Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda kepada istrinya Tsabit :( “Apakah engkau mau mengembalikan kebunnya kepadanya (yakni kepada Tsabit pent)?” Wanita itu menjawab : “Ya.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda kepada Tsabit : “Terimalah kebun tersebut dan jatuhkan talak satu padanya.” {HR.Bukhari nomor 5273 5374 5275 5276} )Dalam hadits di atas Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak menanyakan kepada wanita tersebut apakah ia dalam keadaan haid atau tidak.Ibnu Qudamah dalam Al Mughni ketika memberikan alasan dibolehkannya khulu’ {permintaan cerai dari wanita dgn mengembalikan mahar} pada masa haid beliau menyatakan : “Larangan dijatuhkannya talak ketika haid krn bermudlarat bagi si wanita dgn panjangnya masa ‘iddah yg harus dia hadapi. Sedangkan khulu’ dibolehkan utk menghilangkan kemudlaratan bagi si wanita berupa buruknya pergaulan dgn suami dan hidup bersama suami yang yg tidak ia suka. Yang demikian ini lbh besar kemudlaratannya daripada kemudlaratan panjangnya ‘iddah. Maka dibolehkan menolak kemudlaratan yg lbh besar dgn kemudlaratan yg lbh kecil. Karena itulahNabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak menanyakan kepada istri yg mengajukan khulu’ tentang keadaannya {apakah ia haid atau suci pent.}.” Kesembilan : Masa ‘Iddah Dihitung Dengan HaidSebagaimana yg telah disebutkan di atas bahwasannya ‘iddah wanita yg bercerai dgn suaminya dan keduanya sudah pernah berduaan atau berhubungan adl tiga quru’ sedangkan wanita yg sedang hamil masa ‘iddah-nya sampai melahirkan sama saja apakah saat melahirkan masih panjang atau pendek.Apabila si istri tidak mengalami haid krn usianya masih kecil misalnya atau si istri telah menopause maka masa ‘iddah-nya selama tiga bulan berdasarkanfirman Allah :“Wanita-wanita yg sudah berhenti dari haid dari kalangan istri-istri kalian. Jika kalian ragu maka ‘iddah mereka adl tiga bulan demikian pula wanita-wanita yg belum haid.” {Ath Thalaq : 4}Kata Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin : “Apakah wanita tersebut masih mengalami haid namun krn penyakit atau sedang menyusui hingga haidnya berhenti maka ‘iddah-nya seperti wanita yg mengalami haid yg normal walaupun masanya panjang utk datangnya haid itu hingga ia mulai ber-’iddah dengannya. Apabila sebab terhentinya haid telah hilang misalnya telah sembuh dari sakit namun haidnya belum juga datang maka ia ber-’iddah selama satu tahun penuh sejak hilangnya sebab tersebut. Ini merupakan pendapat yg shahih yg sesuai dgn kaidah- kaidah syar’iyyah. ‘Iddah setahun tersebut dgn perincian sembilan bulan darinya dalam rangka berjaga-jaga dari kemungkinan hamil dan tiga bulan darinya utk ‘iddah.” Adapun bila talak dijatuhkan setelah akad sebelum berduaan dan bersetubuh maka tidak ada ‘iddah bagi wanita tersebut berdasarkanfirman Allah :“Wahai orang-orang yg beriman apabila kalian menikahi wanita-wanita Mukminah kemudian kalian ceraikan mereka sebelum kalian sentuh maka tidak ada kewajiban atas mereka ‘iddah bagi kalian yg kalian minta menyempurnakannya.” Kesepuluh : Bolehnya Wanita Haid Berdzikir Kepada Allah Dan Membaca Al Qur’anAlImam Bukhari dalam Shahih-nya meriwayatkan dgn sanadnya sampai kepada Ummu ‘Athiyah radhiallahu ‘anha ia berkata :“Kami dulunya diperintah utk keluar pada Hari Raya sampai- sampai kami mengeluarkan gadis dari pingitannya dan wanita-wanita haid. Mereka ini berada di belakang orang-orang mereka bertakbir dan berdo’a dgn takbir dan doanya orang-orang yg hadir. Mereka mengharapkan berkah hari tersebut dan kesuciannya.” ‘Aisyah radhiallahu ‘anha berkata : “Aku datang ke Makkah dalam keadaan haid. Dan aku belum sempat Thawaf di Ka’bah dan Sa’i antara Shafa dan Marwah. Maka aku adukan hal itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam beliau bersabda :“Perbuatlah sebagaimana yg dilakukan seorang yg berhaji hanya saja jangan engkau Thawaf di Ka’bah sampai engkau suci .” {HR.Bukhari nomor 1650 dan Muslim nomor 120/ Kitab Al Hajj}Dua hadits di atas memberi faedah bahwa wanita haid disyariatkan utk berdzikir kepada Allah Ta’ala dan Al Qur’an termasuk dzikir sebagaimana Allah berfirman :“Sesungguhnya Kami-lah yg menurunkan Adz Dzikir dan Kami-lah yg akan menjaganya.” Apabila seorang yg berhaji dibolehkan membaca Al Qur’an maka demikian pula bagi wanita haid krn yg dikecualikan dalam laranganNabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam kepada ‘Aisyah yg sedang haid hanyalah Thawaf.Permasalahan membaca Al Qur’an bagi wanita haid ini memang ada perselisihan di kalangan ulama. Ada yg membolehkan dan ada yg tidak membolehkan.Abu Hanifah berpendapat bolehnya wanita haid membaca Al Qur’an dan ini merupakan pendapat yang masyhur dalam madzhab Syafi’i dan Ahmad dan pendapat ini yg dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah. Mereka mengatakan : “Asal dalam perkara ini adl halal. Maka tidak boleh memindahkan kepada selainnya kecuali krn ada larangan yg shahih yg jelas.”Adapun jumhur Ahli Ilmu berpendapat tidak boleh bagi wanita haid utk membaca Al Qur’an akan tetapi boleh baginya utk berdzikir kepada Allah. Mereka ini mengkiaskan {atau menyamakan} haid dgn junub padahal sebenarnya tidak ada pula dalil yg melarang orang junub utk membaca Al Qur’an.Yang kuat dalam hal ini adl pendapat yg pertama dan ini bisa dilihat dalam Majmu’ Fatawa 21/460 dan Syarhuz Zad 1/291. {Nukilan dari Syarh Umdatul Ahkam karya Abu Ubaidah Az Zaawii murid senior Asy Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadhi’i}Asy Syaikh Mushthafa Al Adhawi dalam kitabnya Jami’ Ahkamin Nisa’ membawakan bantahan bagi yg berpendapat tidak bolehnya wanita haid membaca Al Qur’an dan di akhir tulisannya beliau berkata : “Maka kesimpulan permasalahan ini adl boleh bagi wanita haid untuk berdzikir kepada Allah dan membaca Al Qur’an krn tidak ada dalil yg shahih yg jelas dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yg melarang dari hal tersebut bahkan telah datang dalil yg memberi faedah bolehnya membaca Al Qur’an dan berdzikir sebagaimana telah lewat penyebutannya Wallahu A’lam.”Kesebelas : Hukum Menyentuh Mushaf Bagi Wanita HaidAl Hafidh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menyatakan bolehnya wanita haid membawa Al Qur’an dan ini sesuai dgn madzhab Abu Hanifah. Berbeda dgn pendapat jumhur yg melarang hal tersebut dan mereka menyatakan bahwa membawa Al Qur’an dalam keadaan haid mengurangi pengagungan terhadap Al Qur’an.Berkata Asy Syaikh Mushthafa Al Adawi : “Mayoritas Ahli Ilmu berpendapat wanita haid tidak boleh menyentuh mushaf Al Qur’an. Namun dalil-dalil yg mereka bawakan utk menetapkan hal tersebut tidaklah sempurna utk dijadikan sisi pendalilan. Dan yg kami pandang benar Wallahu A’lam bahwasannya boleh bagi wanita haid utk menyentuh mushaf Al Qur’an. Berikut ini kami bawakan dalil-dalil yg digunakan oleh mereka yg melarang wanita haid menyentuh Al Qur’an. Kemudian kami ikutkan jawaban atas dalil-dalil tersebut {untuk menunjukkan bahwasanya wanita haid tidaklah terlarang utk menyentuh mushaf pent.} :1}Firman Allah Ta’ala :“Tidaklah menyentuhnya kecuali mereka yg disucikan.” 2} Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :“Tidaklah menyentuh Al Qur’an itu kecuali orang yg suci.” {HR. Ath Thabrani. Lihat Shahihul Jami’ 7880. Al Misykat 465}Jawaban atas dalil di atas :Pertama : Mayoritas Ahli Tafsir berpendapat bahwa yg diinginkan dgn dlamir dalamfirman Allah Ta’ala : } adl ‘Kitab Yang Tersimpan Di Langit’.
Sedangkan } adl ‘Para Malaikat’. Ini dipahami dari konteks beberapa ayat yang mulia :“Sesungguhnya dia adl Qur’an yg mulia dalam kitab yg tersimpan tidaklah menyentuhnya kecuali Al Muthahharun .” Dan yg menguatkan hal ini adl firman Allah Ta’ala :“Dalam lembaran-lembaran yg dimuliakan yg ditinggikan lagi disucikan di tangan para utusan yg mulia lagi berbakti .” Inilah pendapat mayoritas Ahli Tafsir tentang tafsir ayat ini.Pendapat Kedua : Tentang tafsir ayat ini bahwasannya yg dimaukan dgn Al Muthahharun adalah kaum Mukminin berdalil dgn firman Allah :“Hanyalah orang-orang musyrik itu najis.” Dan dgn sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :“Sesungguhnya orang Muslim itu tidak najis.” Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam melarang bepergian dgn membawa mushaf ke negeri musuh krn khawatir jatuh ke tangan mereka. {HR. Muslim dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma}Pendapat Ketiga : Bahwasannya yg dimaukan dgn firman Allah : “Tidaklah menyentuhnya kecuali mereka yg disucikan.” adl tidak ada yg dapat merasakan kelezatannya dan tidak ada yg dapat mengambil manfaat dengannya kecuali orang-orang Mukmin.Namun adapula Ahli Tafsir yg berpendapat dgn pendapat keempat bahwa : “Yang dimaksudkan dgn Al Muthahharun adl mereka yg disucikan dari dosa- dosa dan kesalahan.Dan yg kelima : Al Muthahharun adl mereka yg suci dari hadats besar dan kecil.Sisi keenam : Al Muthahharun adl mereka yg suci dari hadats besar .Mereka yg membolehkan wanita haid menyentuh mushaf memilih sisi yg pertama dgn begitu tidak ada dalil dalam ayat tersebut yg menunjukkan larangan bagi wanita haid utk menyentuh Al Qur’an. Sedangkan mereka yg melarang wanita haid menyentuh Al Qur’an memilih sisi kelima dan keenam. Dan telah lewat penjelasan bahwa mayoritas ahli tafsir menafsirkan Al Muthahharun dgn malaikat.Dalil Kedua : Tidak aku dapatkan isnad yg shahih tidak pula yg hasan bahkan yg mendekati shahih atau hasan utk hadits yg dijadikan dalil oleh mereka yg melarang wanita haid menyentuh Al Qur’an. Setiap sanad hadits ini yg aku dapatkan semuanya tidak lepas dari pembicaraan. Lantas apakah hadits ini bisa terangkat kepada derajat shahih atau hasan dgn dikumpulkannya semua sanadnya atau tidak?Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat Asy Syaikh Albani rahimahullah menshahihkannya dalam Al Irwa’ . Bila hadits ini dianggap shahih sekalipun maka pengertiannya sebagaimana pengertian ayat yg mulia di atas. Asy Syaikh Al Albani rahimahullah sendiri ketika menjabarkan hadits di atas beliau menyatakan bahwa yg dimaksud dgn ‘thahir’ adl orang Mukmin baik dalam keadaan berhadats besar atau hadats kecil ataupun dalam keadaan haid. Wallahu A’lam.Keduabelas : Bolehkah Wanita Haid Masuk Ke Masjid?Dalam masalah ini ada perselisihan pendapat di kalangan Ahli Ilmu ada yg membolehkan dan ada yg tidak membolehkan.Asy Syaikh Mushthafa Al Adawi membawakan dalil dari kedua belah pihak dan kemudian ia merajihkan/menguatkan pendapat yg membolehkan wanita haid masuk ke masjid. Berikut ini dalil-dalilnya :Dalil Yang Membolehkan :1} Al Bara’ah Al Ashliyyah maknanya tidak ada larangan utk masuk ke masjid.2} Bermukimnya wanita hitam yg biasa membersihkan masjid di dalam masjid pada masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Tidak ada keterangan bahwasannya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memerintahkan dia utk meninggalkan masjid ketika masa haidnya dan haditsnya terdapat dalam Shahih Bukhari.3} Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam kepada ‘Aisyah radhiallahu ‘anha yg tertimpa haid sewaktu melaksanakan ibadah haji bersama beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :“Lakukanlah apa yg diperbuat oleh seorang yg berhaji kecuali jangan engkau Thawaf di Ka’bah.” Dalam hadits di atas Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak melarang ‘Aisyah utk masuk ke masjid dan sebagaimana jamaah haji boleh masuk ke masjid maka demikian pula wanita haid .4} Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :“Sesungguhnya orang Muslim itu tidak najis.” {HR. Bukhari nomor 283 dan Muslim nomor 116 Kitab Al Haid}5} Atha bin Yasar berkata : “Aku melihat beberapa orang dari shahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam duduk di masjid dalam keadaan mereka junub apabila mereka telah berwudlu seperti wudlu shalat.” Maka sebagian ulama mengkiaskan junub dgn haid.Mereka yg membolehkan juga berdalil dgn keberadaan ahli shuffah yg bermalam di masjid. Di antara mereka tentunya ada yg mimpi basah dalam keadaan tidur. Demikian pula bermalamnya orang-orang yg i’tikaf di masjid tidak menutup kemungkinan di antara mereka ada yg mimpi basah hingga terkena janabah dan di antara wanita yg i’tikaf ada yg haid.Dalil Yang Melarang :1} Firman Allah Ta’ala :“Wahai orang-orang yg beriman janganlah kalian mendekati shalat sedangkan kalian dalam keadaan mabuk hingga kalian mengetahui apa yg kalian ucapkan dan jangan pula orang yg junub kecuali sekedar lewat sampai kalian mandi.” Mereka mengatakan bahwa yg dimaksud dgn kata ‘shalat’ dalam ayat di atas adl tempat-tempat shalat berdalil dgn firman Allah Ta’ala :“… niscaya akan runtuh tempat-tempat ibadah ruhban Nasrani tempat ibadah orang umum dari Nasrani shalawat dan masjid-masjid.” Mereka berkata : “} maknanya }.”Di sini mereka mengkiaskan haid dgn junub. Namun kata Asy Syaikh Mushthafa : “Kami tidak sepakat dgn mereka krn orang yg junub dapat segera bersuci sehingga di dalam ayat ini ada anjuran utk bersegera dalam bersuci sedangkan wanita yg haid tidak dapat berbuat demikian.”2} Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam kepada para wanita ketika beliau memerintahkan mereka utk keluar ke tanah lapangan pada saat shalat Ied. Beliau menyatakan :“Hendaklah wanita-wanita haid menjauh dari mushalla.” Jawaban atas dalil ini adl bahwa yg dimaksud dgn ‘mushalla’ di sini adl ‘shalat’ itu sendiri yg demikian itu krn Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan para shahabatnya shalat Ied di tanah lapang bukan di masjid dan sungguh telah dijadikan bumi seluruhnya utk ummat ini sebagai masjid .3} Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mendekatkan kepala beliau kepada ‘Aisyah yg berada di luar masjid ketika beliau sedang berada di dalam masjid hingga ‘Aisyah dapat menyisir beliau dan ketika itu ‘Aisyah sedang haid.Jawaban atas dalil ini adl tidak ada di dalamnya larangan secara jelas bagi wanita haid utk masuk ke dalam masjid. Sementara di masjid itu sendiri banyak kaum pria dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tentu tidak suka mereka sampai melihat istri beliau.4} Perintah-perintah yg ada utk membersihkan masjid dari kotoran-kotoran.Dalam hal ini juga tidak ada larangan yg tegas bagi wanita haid. Yang jelas selama wanita haid tersebut aman dari kemungkinan darahnya mengotori masjid maka tidak apa-apa ia duduk di dalam masjid.5} Hadits yg lafadhnya :“Aku tidak menghalalkan masjid bagi orang junub dan tidak pula bagi wanita haid.” {HR. Abu Daud 1/232 Baihaqi 2/442. Didlaifkan dalam Al Irwa’ 1/124}Namun hadits ini dlaif krn ada rawi bernama Jasrah bintu Dajaajah.“Sebagai akhir” kata Asy Syaikh Mushthafa “kami memandang tidak ada dalil yg shahih yg tegas melarang wanita haid masuk ke masjid dan berdasarkan hal itu boleh bagi wanita haid masuk masjid atau berdiam di dalamnya.” {Jami’ Ahkamin Nisa’ 1/191-195 dgn sedikit ringkasan}Ketigabelas : Wajibnya Mandi Setelah Suci Dari HaidApabila wanita bersih dari haidnya maka ia wajib mandi dgn membersihkan seluruh tubuhnya berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam kepada Fathimah bintu Abi Hubaisy :“Tinggalkanlah shalat sekadar hari-hari yg engkau biasa haid padanya dan {jika telah selesai haidmu} mandilah dan shalatlah.” Yang wajib ketika mandi ini adl minimal meratakan air ke seluruh tubuh hingga pokok rambut.
Dan yg utama melakukan mandi sebagaimana yg disebutkan dalam hasdits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam ketika beliau ditanya oleh seorang wanita Anshar tentang tata cara mandi haid.
Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam sebagaimana yg dikhabarkan oleh ‘Aisyah radhiallahu ‘anha bersabda :( “Ambillah secarik kain yg diberi misik lalu bersucilah dengannya”. Wanita itu bertanya : “Bagaimana cara aku bersuci dengannya?” Nabi menjawab : “Bersucilah dengannya”. Wanita itu bertanya lagi : “Bagaimana caranya?” Nabi berkata : “Subhanallah bersucilah”. ‘Aisyah berkata : Maka aku menarik wanita tersebut ke dekatku lalu aku katakan kepadanya : “Ikutilah bekas darah dgn kain tersebut”. )Atau lbh lengkapnya disebutkan dalam riwayat Muslim bahwasannya Asma bintu Syakl bertanya tentang tata cara mandi haid maka beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengajarkan :( “Salah seorang dari kalian mengambil air dan daun sidr lalu ia bersuci dan membaguskan bersucinya. Kemudian ia tuangkan air ke kepalanya dan ia gosok dgn kuat hingga air tersebut sampai ke akar-akar rambutnya kemudian ia tuangkan air ke atasnya kemudian ia ambil secarik kain yg diberi misik lalu ia bersuci dengannya”. Maka bertanya Asma : “Bagaimana cara ia bersuci dengannya?” Nabi menjawab : “Subhanallah engkau bersuci dengannya”. ‘Aisyah berkata kepada Asma dgn ucapan yg pelan yg hanya didengar oleh orang yg diajak bicara : “Engkau mengikuti bekas darah dgn kain tersebut”. )Al Imam Nawawi rahimahullah ketika men-syarah hadits di atas menyatakan : “Telah berkata Al Qadli ‘Iyadl rahimahullahu ta’ala : adalah bersuci dari najis-najis dan apa yg terkena najis berupa darah haid}}. Demikian dikatakan Al Qadli. Namun yg lbh jelas Wallahu A’lam bahwasannya yg dimaksud dgn bersuci yg pertama adl wudlu sebagaimana hal ini disebutkan dalam sifat/cara mandi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.” Hadits di atas juga menunjukkan sunnahnya mengikuti bekas darah dgn kain/kapas yg diberi misik sementara perkara ini banyak dilalaikan oleh para wanita. Kata Al Imam Nawawi rahimahullah : “Ulama berselisih tentang hikmah menggunakan misik .
Pendapat yg shahih yg terpilih yg diucapkan oleh jumhur ashab kami {ulama dalam madzhab Syafi’i} dan selain mereka adl maksud menggunakan misik itu utk mengharumkan bekas tempat darah dan mencegah/menghilangkan bau yg tidak sedap.”Dan dipahami dari hadits riwayat Muslim di atas bahwa penggunaan kain yg diberi misik tersebut dilakukan setelah selesai mandi.Selanjutnya Al Imam Nawawi berkata : “Perkara ini disunnahkan bagi tiap wanita yg mandi dari haid atau nifas sama saja apakah ia memiliki suami atau tidak. Ia gunakan kain bermisik tersebut setelah mandi. Apabila ia tidak mendapatkan misik maka boleh ia menggunakan wewangian apa saja yg ia dapatkan. Apabila ia juga tidak mendapatkan wewangian lain maka disunnahkan baginya utk menggunakan tanah atau yg semisalnya dari benda-benda yg dapat menghilangkan aroma tidak sedap. Demikian disebutkan oleh ashab kami. Apabila ia tidak mendapatkan apapun maka air cukup baginya. Akan tetapi jika ia meninggalkan pemakaian wewangian padahal memungkinkan bagi dirinya unutk memakainya maka hal itu dimakruhkan baginya. Namun bila tidak memungkinkan maka tidak ada kemakruhan bagi dirinya.” {Syarah Shahih Muslim 4/13-14}Pemakaian wewangian ketika mandi haid ini sangat ditekankan sampai-sampai wanita yg sedang ber-ihdad(2)diberi rukhshah/keringanan utk mengoleskan wewangian pada daerah sekitar farji/kemaluan setelah selesai mandi haid sebagaimana hal ini disebutkan dalam hadits riwayat Bukhari dari Ummu ‘Athiyah radhiallahu ‘anha ia berkata : “Kami dilarang untuk ber-ihdad atas mayat lbh dari tiga hari kecuali bila yg meninggal itu adl suami maka ihdad-nya 4 bulan 10 hari. kami tidak boleh bercelak tidak boleh memakai wewangian tidak boleh memakai pakaian yg dicelup kecuali pakaian ‘ashb {dari kain Yaman pent.}. Dan kami diberi keringanan utk menggunakan sepotong kain yg diberi wewangian ketika salah seorang dari kami mandi utk bersuci dari haid. Dan kami juga dilarang untuk mengikuti jenasah.”Apakah wajib bagi wanita yg mandi haid utk melepaskan ikatan rambutnya? Al Imam Muslim dalam Shahih-nya meriwayatkan dgn sanadnya sampai kepada Ummu Salamah radhiallahu ‘anha bahwasannya ia bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :( “Aku adl wanita yg sangat kuat ikatan rambutku apakah aku harus melepaskannya utk mandi janabah?” Dalam riwayat lain : “… dan mandi haid?”(3) Beliau menjawab : “Tidak hanya saja cukup bagimu utk menuangkan air di atas kepalamu tiga kali tuangan kemudian engkau alirkan air ke tubuhmu dgn begitu maka engkau suci.” )Al Imam Ash Shan’ani dan Al Imam As Syaukani {dalam Nailul Authar 1/346} keduanya menyebutkan tidak wajibnya melepas ikatan rambut bagi wanita ketika mandi wajib.Kata Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah : “Tidak wajib melepas ikatan rambut kepala ketika mandi kecuali bila ikatannya sangat kuat sehingga tidak memungkinkan air mencapai pokok- pokok rambut berdasarkan hadits Ummu Salamah yg diriwayatkan oleh Muslim {kemudian beliau menyebukan hadits yg tersebut di atas}.” Asy Syaikh Abdul Aziz bin Bazz rahimahullah berkata : “Yang shahih tidaklah wajib bagi wanita untuk melepas ikatan rambutnya ketika mandi haid berdalilkan keterangan yg datang dalam sebagian riwayat Ummu Salamah yg dikeluarkan oleh Al Imam Muslim… .”Jumhur ulama berpendapat apabila air mencapai seluruh kepala bagian luarnya maupun dalamnya tanpa harus melepas ikatan rambut maka tidak wajib melepasnya.Berkata Asy Syaikh Muhammad bin Ibrahim : “Yang kuat dalam dalil adl tidak wajib melepas ikatan rambut ketika mandi haid sebagaimana tidak wajib melepasnya ketika mandi janabah… .” {Lihat Bulughul Maram min Adillatil Ahkam dgn catatan kaki yg dinukil dari pembahasan Asy Syaikh Albani dan Asy Syaikh Abdullah Alu Bassam serta sebagian ulama Salaf. Halaman 48-49}Asy Syaikh Mushthafa Al Adawi menyatakan : “Termasuk perkara yg disunnahkan saja utk wanita melepas ikatan rambutnya ketika mandi haid dan hal ini tidaklah wajib dan ini merupakan pendapat mayoritas ahli fikih. Al Imam Asy Syafi’i rahimahullah dalam Al Umm mengatakan : {{Apabila seorang wanita memiliki rambut yg diikat maka tidak wajib baginya untuk melepas ikatan tersebut ketika mandi janabah. Dan mandinya dari haid sama dgn mandinya dari janabah tidaklah berbeda}}.” Kemudian Asy Syaikh Mushthafa menyimpulkan : “Hendaklah seorang wanita memastikan sampainya air ke pokok-pokok rambutnya tatkala ia mandi haid sama saja apakah dia dapat memastikan dgn melepas ikatan rambut atau tanpa melepasnya. Apabila tidak dapat dipastikan sampainya air ke pokok rambut kecuali dgn melepas ikatannya maka hendaklah ia melepaskannya -tapi bukan krn melepas ikatan rambut itu hukumnya wajib- hanya saja hal itu dilakukan agar air sampai ke pokok-pokok rambut.” Kesimpulan Tata Cara Mandi Haid1. Menyiapkan air dan daun sidr atau yg bisa menggantikannya seperti sabun dan lainnya.2. Berwudlu dgn baik.3. Menuangkan air ke kepala lalu digosok dgn sangat hingga air sampai ke adsar/pokok rambut .4. Tidak wajib melepas ikatan rambut kecuali bila melepas ikatan tersebut akan membantu utk sampainya air ke pokok rambut.5. Menuangkan air ke seluruh tubuh.6. Mengambil kain/kapas atau sejenisnya yg telah diberi misik atau wewangian lain {bila tidak mendapatkan misik} lalu mengoleskannya ke tempat-tempat yg tadinya dialiri darah haid.
Apabila wanita haid telah suci di tengah waktu shalat wajib baginya utk segera mandi agar ia dapat menunaikan shalat tersebut pada waktunya. Apabila ia sedang safar dan tidak ada air padanya atau ada air namun ia khawatir mudlarat bila memakainya atau ia sakit yg akan berbahaya bila ia memakai air maka cukup baginya bertayamum sebagai pengganti mandi hingga hilang darinya uzur. Maka setelah itu ia mandi.Sebagian wanita yg mendapatkan suci di tengah waktu shalat mengakhirkan mandinya sampai waktu shalat yg lain dan ia katakan tidak mungkin dapat menyempurnakan bersuci pada waktu tersebut. Ucapan seperti ini bukanlah alasan dan bukan pula uzur krn memungkinkan bagi dia untuk mandi sekedar terpenuhi yg wajib dan ia menunaikan shalat pada waktunya. {Risalah fid Dima’ith Thabi’iyyah lin Nisa’. Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin}Masail Haid1} Apa yg harus diperbuat oleh seorang wanita bila ia melihat cairan berwarna kuning atau darah keluar dari farji-nya sebelum tiba masa haid?Asy Syaikh Abdullah bin Jibrin ketika ditanya tentang masalah ini beliau menjawab : “Apabila seorang wanita mengenali kebiasaan hari haidnya dgn hitungan atau dgn warna darah atau dgn waktu maka ia meninggalkan shalat di waktu kebiasaan tersebut. Setelah suci ia mandi dan shalat. Adapun darah yg keluar mendahului darah haid {sebelum datang waktu kebiasaan haid} maka teranggap darah fasid dan ia tidak boleh meninggalkan shalat dan puasa krn keluarnya darah fasid tersebut. Tetapi hendaklah ia mencuci darah tersebut tiap waktu dan berwudlu tiap mau shalat dan ia tetap shalat walaupun darah tersebut keluar terus menerus. Wanita yg mengalami seperti ini teranggap seperti keadaannya wanita yg istihadlah.”2} Apa yg harus diperbuat bila pakaian yg dikenakan terkena darah haid?Asma’ berkata : ( “Datang seorang wanita menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam seraya berkata : ‘Apa pendapatmu wahai Rasulullah apabila salah seorang dari kami pakaiannya terkena darah haidnya apa yg harus dia perbuat?’ Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab :‘Hendaklah ia mengerik darah pada pakaian tersebut kemudian ia menggosoknya dgn air dan mencucinya. ia dapat shalat dgn menggunakan pakaian tersebut.” {HR.
Bukhari nomor 227 dan Muslim nomor 110/Kitab Ath Thaharah} )3} Wanita haid melihat dirinya telah suci sebelum fajar namun ia belum sempat mandi kecuali setelah terbit fajar apakah ia boleh berpuasa pada hari itu?Al Hafidh Ibnu Hajar menukilkan tentang sisi perbedaan antara puasa dan shalat bagi wanita haid. Ia berkata : “Wanita haid seandainya ia suci sebelum fajar dan ia berniat puasa maka sah puasanya tersebut menurut pendapat jumhur. Puasa tersebut tidak tergantung pada mandi berbeda dgn shalat {harus mandi terlebih dahulu apabila seseorang ingin melaksanakan shalat}.” 4} Wanita haid mendengarkan ayat Sajadah apakah ia boleh ikut sujud?Apabila wanita haid mendengar ayat Sajadah maka tidak diketahui adanya larangan baginya untuk sujud tilawah. Bahkan boleh baginya sujud tilawah sebagaimana hal ini dikatakan oleh Az Zuhri dan Qatadah. Wudlu bukanlah syarat utk sujud tilawah. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah membaca surat An Najm maka beliau sujud dan ikut sujud bersama beliau kaum Muslimin yg hadir orang-orang musyrikin jin dan manusia sebagaimana hal ini disebutkan dalam riwayat Bukhari dari hadits Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma. {Jami’ Ahkamin Nisa’ 1/174}5} Apa hukum menggunakan obat utk menghentikan haid?Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam Al Mughni : “Telah diriwayatkan dari Imam Ahmad rahimahullah bahwasannya beliau berkata : {{Tidak apa-apa seorang wanita meminum obat utk menghentikan haidnya apabila obat yg dipakai itu sudah dikenal}}.”Namun semua ini berputar pada maslahat dan mudlarat krn ada di antara obat penahan haid tersebut yg memberi mudlarat bagi pemakainya. Maka dalam hal ini hendaklah si wanita menyadari bahwa haid adl ketetapan Allah bagi anak perempuan turunan Adam hingga ia ridla dgn apa yg menimpanya. 6} Seorang wanita keluar darah dari farjinya melewati lama kebiasaan haidnya lalu apa yg harus ia perbuat?Misalnya kebiasaan haid seorang wanita 6 hari lalu suatu ketika bertambah menjadi 7 8 atau 10 hari. Maka ia melihat sifat darah yg keluar setelah 6 hari itu. Bila memang masih seperti darah haid maka ia meninggalkan shalat dan puasa. Karena memang tidak didapatkan batasan tertentu untuk hari-hari haid. Apabila darah yg keluar itu warnanya dan aroma/baunya bukan seperti darah haid maka ia mandi dan shalat. Wallahu A’lam.Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah ketika ditanyakan kepada beliau tentang masalah ini beliau menjawab : “Apabila kebiasaan hari haid seorang wanita itu 6 atau 7 hari kemudian suatu ketika lbh dari kebiasaannya menjadi 8 9 10 atau 11 hari {dan sifat darahnya seperti darah haid pent.} maka wanita tersebut tetap tidak boleh shalat sampai ia suci. Yang demikian itu karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak menetapkan batasan tertentu dalam hari-hari haid. Dan Allah Ta’ala berfirman :“Mereka bertanya kepadamu tentang haid katakanlah : ‘Haid itu adl kotoran’ “ {Al Baqarah : 222}Maka kapan saja darah itu keluar dari farji wanita yg mengalaminya tetap dikatakan haid sampai ia suci dan mandi kemudian mengerjakan shalat. Apabila pada bulan berikutnya haidnya datang kurang dari perhitungan hari pada bulan sebelumnya maka ia mandi apabila telah suci.
Yang penting kapan darah haid ada pada seorang wanita maka ia meninggalkan shalat sama saja apakah lama hari haidnya itu sama dgn kebiasaannya yg dulu atau bertambah ataupun berkurang dan apabila ia suci maka ia shalat. 7} Apabila seorang wanita suci beberapa saat setelah fajar di bulan Ramadhan apakah ia harus menahan diri dari makan dan minum pada hari itu apakah sah puasanya atau harus mengqadlanya?Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menjawab dalam kitabnya Sittuna Su’alan ‘an Ahkamil Haidl : “Apabila seorang wanita suci setelah terbit fajar maka dalam permasalahan menahan makan dan minum bagi si wanita ulama terbagi dalam dua pendapat :Pertama : Wajib baginya utk menahan dari makan dan minum pada sisa hari itu akan tetapi ia tidak terhitung melakukan puasa hingga ia harus mengqadlanya di lain hari. Ini pendapat yg masyhur dari madzhab Imam Ahmad.Kedua : Tidak wajib baginya menahan makan dan minum pada sisa hari tersebut krn pada awal hari itu ia dalam keadaan haid hingga bila ia puasa maka puasanya tidak sah. Apabila puasanya tidak sah maka tidak ada faidahnya ia menahan dari makan dan minum. Hari tersebut bukanlah hari yg diharamkan baginya utk makan dan minum krn ia diperintah utk berbuka pada awal hari bahkan haram baginya berpuasa pada awal hari tersebut. Puasa yg syar’i sebagaimana yg sama kita ketahui adl menahan diri dari perkara-perkara yg membatalkan puasa dalam rangka beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla dari mulai terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari. Pendapat yg kedua ini sebagaimana yang engkau lihat lbh kuat dari pendapat pertama.” {Sittuna Su’alan ‘an Ahkamil Haidl. Halaman 9-10}8} Apakah wanita haid harus mengganti pakaian yg dikenakannya setelah ia suci sementara ia tahu pakaian tersebut tidak terkena darah atau najis?Tidak wajib baginya mengganti pakaian tersebut krn haid tidaklah menajisi badan. Hanyalah darah haid itu menajisi sesuatu yg bersentuhan dengannya . Karena itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memerintahkan para wanita apabila pakaian mereka terkena darah haid utk mencucinya dan setelah itu boleh dipakai shalat. {Sittuna Su’alan ‘an Ahkamil Haidl.
Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin. Halaman 21-22}9} Adakah kafarah bagi seseorang yg menggauli istrinya dalam keadaan haid?Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tentang orang yg menggauli istrinya dalam keadaan haid. Beliau bersabda :“Hendaklah orang itu bersedekah dgn satu dinar atau setengah dinar.” {Diriwayatkan oleh Ahmad Tirmidzi Abu Daud Nasa’i dan Ibnu Majah}Namun hadits ini diperselisihkan apakah hukumnya marfu’ {sampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam} atau mauquf .Al Imam Baihaqi rahimahullah telah menjelaskan hal ini dgn penjelasan yg mencukupi dalam kitabnya As Sunanul Kubra dan beliau menyebutkan dgn sanad yg shahih sampai kepada Syu’bah bahwasannya Syu’bah rujuk dari pendapatnya semula akan marfu’-nya hadits ini. Pada akhirnya Syu’bah menyatakan hadits ini mauquf atas Ibnu Abbas .Masalah seseorang menggauli istrinya ketika haid maka ada dua keadaan :1. Karena yakin akan kehalalannya walaupun ia tahu dalil yg melarang. Orang seperti ini berarti telah menghalalkan apa yg diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.2. Tahu keharamannya tapi tidak dapat menahan dirinya. Dan ini terbagi lagi dalam dua keadaan :a. Ia lupa atau tidak tahu maka pelakunya tidaklah berdosa.b. Ia melakukan dgn dorongan dirinya sendiri maka jelas ia berbuat dosa besar.Untuk point yg kedua ini diperbincangkan apakah pelakunya harus membayar kafarah atau tidak. Dalam hal ini ada dua pendapat :1} Tidak ada kewajiban kafarah baginya tapi cukup minta ampun kepada Allah. Kata Al Imam Al Khathabi rahimahullah : “Berkata sebagian besar ulama : {{Tidak ada kafarah baginya dan ia minta ampun kepada Allah. Mereka menganggap hadits dalam permasalahan kafarah bagi yg menggauli istri yg sedang haid itu adl mursal atau mauquf atas Ibnu Abbas dan tidak benar bila hadits tersebut dihukumi muttashil marfu’.” Demikian pula dinukilkan dari Ibnu Qudamah dalam Al Mughni dari mayoritas ulama bahwasannya tidak ada kafarah bagi pelakunya. Dan pendapat ini dipegangi dalam madzhab Syafi’i Malik Abu Hanifah dan pendapat Imam Ahmad dalam salah satu riwayat darinya. Dihikayatkan pendapat ini oleh Abu Sulaiman Al Khaththabi dari sebagian besar ulama. Ibnul Mundzir juga menghikayatkan dari Atha’ Ibnu Abi Malikah Asy Sya’bi An Nakha’i Makhul Az Zuhri Ayyub As Sikhtiyani Abu Zinad Rabi’ah Hammad bin Abi Sulaiman Sufyan Ats Tsauri dan Al Laits bin Sa’ad. 2} Dikenai kafarah. Namun diperselisihkan lagi dalam hal jumlah kafarah-nya :a} Sebanyak satu dinar atau setengah dinar menurut pendapat Ibnu Abbas Said bin Jubair Al Hasan Al Bashri Qatadah Al Auza’i Ishaq Ahmad bin Hambal dalam satu riwayat dan Syafi’i dalam Al Qadim. b} Bila masih keluar darah maka kafarah-nya satu dinar kalau sudah berhenti kafarah-nya setengah dinar. Ini pendapatnya satu kelompok dari ahli hadits.c} Kafarah-nya 1/10 dinar menurut pendapatnya Al Auza’i. {Lihat Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid. Halaman 54. Oleh Abul Walid Ibnu Rusyd Al Qurthubi}d} Kafarah-nya membebaskan seorang budak menurut pendapat Said bin Jubair. {Syarh Al Umdah. Halaman 77. Az Zaawii}e} Kafarah-nya sama dgn kafarah jima’ di siang hari Ramadlan yaitu membebaskan budak atau puasa 2 bulan berturut-turut atau memberi makan 60 orang miskin. Ini merupakan pendapatnya Al Hasan Al Bashri. Asy Syaikh Mushthafa Al Adawi berpendapat : “Yang benar adl tidak ada kafarah bagi pelakunya Wallahu A’lam” . Kemudian beliau menukilkan ucapan Ibnu Hazm dalam Al Muhalla : “Masalah } maka sungguh ia telah bermaksiat kepada Allah Ta’ala dan wajib baginya utk bertaubat dan minta ampun kepada-Nya. Dan tidak ada kafarah baginya dalam hal ini.” {Jami’ Ahkamin Nisa’ 1/182}Wallahu A’lam Bishawwab.Daftar Pustaka1. Tafsirul Qur’anil Adhim. Al Hafidh Ibnu Katsir. Penerbit Darul Faiha dan Darus Salam.2. Risalah fid Dima’ith Thabi’iyyah lin Nisa’. Asy Syaikh Muhammad Shalih Al ‘Utsaimin.3. Subulus Salam. Al Imam Ash Shan’ani. Penerbit Maktabah Al Irsyad. Shan’a.4. Nailul Authar. Al Imam Asy Syaukani. Penerbit Maktabah Al Imam.5. Fathul Bari. Al Hafidh Ibnu Hajar Al Asqalani. Penerbit Darul Haramain.6. Al Mughni. Ibnu Qudamah Al Maqdisi. Penerbit Darul Fikr.7. Syarah Shahih Muslim. Al Imam An Nawawi. Maktabah Al Ma’arif.8. Bulughul Maram min Adillatil Ahkam. Al Hafidh Ibnu Hajar Al Asqalani. Maktabah Nazar Mushthafa Al Baz.9. Sittuna Su’alan ‘an Ahkamil Haidl. Asy Syaikh Shalih Al ‘Utsaimin. Penerbit Dar Ibnu Khuzaimah.10. As Sunanul Kubra. Al Imam Al Baihaqi. Penerbit Darul Fikr.11. Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid. Abul Walid Ibnu Rusyd Al Qurthubi. Penerbit Dar Ibnu Hazm.12. Jami’ Ahkamin Nisa’. Asy Syaikh Mushthafa Al Adawi.13. Syarh Umdatul Ahkam. Asy Syaikh Abu Ubaidah Az Zaawii.14. Shahih Bukhari. Al Imam Al Bukhari.15. Shahih Muslim. Al Imam Muslim.—————————————-(1) Al Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah : “ ucapan istrinya Tsabit : {{Akan tetapi aku tidak suka kufur dalam Islam}} yakni aku tidak suka apabila aku tetap hidup bersamanya aku akan jatuh dalam perkara yg berkonsekuensi kekufuran.” Al Hafidh selanjutnya menukil ucapan Al Imam Ath Thibi tentang ucapan istrinya Tsabit : “Makna : {{Aku mengkhawatirkan diriku dalam Islam}} utk terjatuh pada perkara yg menafikan/menyelisihi hukumnya seperti perkara nusyuz benci terhadap suami dan selainnya yg semuanya ini mungkin menimpa seorang wanita yg masih muda lagi cantik dan ia benci dgn suaminya bila bertentangan/tidak sama dengan dirinya. Di sini istrinya Tsabit memutlakkan perkara yg menafikan konsekuensi Islam dengan kekufuran.” (2) Meninggalkan perhiasan dan wewangian krn meninggalnya suami atau kerabat. Lihat pembahasan hal ini dalam lembar Muslimah edisi sebelum ini.(3) Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah tentang sebagian riwayat Ummu Salamah : “Yang shahih dalam hadits Ummu Salamah adl sebatas penyebutan mandi janabah tanpa menyertakan mandi haid… .” Asy Syaikh Albani rahimahullah : “Penyebutan haid dalam hadits ini adl syadz tidaklah tsabit. {Lihat Bulughul Maram min Adillatil Ahkam dgn catatan kaki yg dinukil dari pembahasan Asy Syaikh Albani dan Asy Syaikh Abdullah Alu Bassam serta sebagian ulama Salaf. Halaman 48-49.
Asy Syaikh Muhammad Shalih Al ‘Utsaimin}Dalil dari penjelasan di atas disebutkan oleh Al Imam Al Bukhari dalam Shahih-nya dgn sanad yang beliau bawakan sampai kepada Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma bahwasannya ia menceraikan istrinya dalam keadaan haid. Maka Umar menanyakan hal tersebut kepadaNabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Mendengar hal tersebut Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam marah kemudian beliau bersabda :“Perintahkanlah ia agar merujuk istrinya kemudian ia tahan hingga istrinya suci dari haid. Kemudian istrinya haid lagi lalu suci.
Setelah itu jika ia mau ia tahan istrinya dan jika ia mau ia ceraikan sebelum digauli. Itulah ‘iddah yg diperintahkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla utk menceraikan wanita {bila ingin dicerai pent.}.” Dalam riwayat Muslim disebutkan : “Perintahkanlah dia agar merujuk istrinya kemudian hendaklah ia menceraikannya dalam keadaan suci atau hamil.”Al Imam Ash Shan’ani menyebutkan keharaman talak dalam masa haid ini dalam kitabnya Subulus Salam demikian juga Al Imam Asy Syaukani dalam Nailul Authar Menurut Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin ada tiga keadaan yg dikecualikan dalam pengharaman talak ketika istri sedang haid :Pertama : Apabila talak dijatuhkan sebelum ia berduaan dgn si istri atau sebelum ia sempat bersetubuh dgn si istri setelah atau selama nikahnya. Dalam keadaan demikian tidak ada ‘iddah bagi si wanita dan tidak haram menceraikannya dalam masa haidnya.Kedua : Apabila haid terjadi di waktu istri sedang hamil dan telah lewat penjelasan hal ini.Ketiga : Apabila talak dijatuhkan dgn permintaan istri dgn cara ia menebus dirinya dgn mengembalikan sesuatu yg pernah diberikan suaminya atau diistilahkan dgn khulu’.Hal ini dipahami dari hadits Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma. Disebutkan bahwasannya istrinya Tsabit bin Qais bin Syamas datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam lalu ia berkata : “Wahai Rasulullah tidaklah aku mencela Tsabit bin Qais dalam hal akhlak dan agamanya. Akan tetapi aku tidak suka kufur dalam Islam.”(1)Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda kepada istrinya Tsabit :( “Apakah engkau mau mengembalikan kebunnya kepadanya (yakni kepada Tsabit pent)?” Wanita itu menjawab : “Ya.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda kepada Tsabit : “Terimalah kebun tersebut dan jatuhkan talak satu padanya.” {HR.Bukhari nomor 5273 5374 5275 5276} )Dalam hadits di atas Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak menanyakan kepada wanita tersebut apakah ia dalam keadaan haid atau tidak.Ibnu Qudamah dalam Al Mughni ketika memberikan alasan dibolehkannya khulu’ {permintaan cerai dari wanita dgn mengembalikan mahar} pada masa haid beliau menyatakan : “Larangan dijatuhkannya talak ketika haid krn bermudlarat bagi si wanita dgn panjangnya masa ‘iddah yg harus dia hadapi. Sedangkan khulu’ dibolehkan utk menghilangkan kemudlaratan bagi si wanita berupa buruknya pergaulan dgn suami dan hidup bersama suami yang yg tidak ia suka. Yang demikian ini lbh besar kemudlaratannya daripada kemudlaratan panjangnya ‘iddah. Maka dibolehkan menolak kemudlaratan yg lbh besar dgn kemudlaratan yg lbh kecil. Karena itulahNabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak menanyakan kepada istri yg mengajukan khulu’ tentang keadaannya {apakah ia haid atau suci pent.}.” Kesembilan : Masa ‘Iddah Dihitung Dengan HaidSebagaimana yg telah disebutkan di atas bahwasannya ‘iddah wanita yg bercerai dgn suaminya dan keduanya sudah pernah berduaan atau berhubungan adl tiga quru’ sedangkan wanita yg sedang hamil masa ‘iddah-nya sampai melahirkan sama saja apakah saat melahirkan masih panjang atau pendek.Apabila si istri tidak mengalami haid krn usianya masih kecil misalnya atau si istri telah menopause maka masa ‘iddah-nya selama tiga bulan berdasarkanfirman Allah :“Wanita-wanita yg sudah berhenti dari haid dari kalangan istri-istri kalian. Jika kalian ragu maka ‘iddah mereka adl tiga bulan demikian pula wanita-wanita yg belum haid.” {Ath Thalaq : 4}Kata Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin : “Apakah wanita tersebut masih mengalami haid namun krn penyakit atau sedang menyusui hingga haidnya berhenti maka ‘iddah-nya seperti wanita yg mengalami haid yg normal walaupun masanya panjang utk datangnya haid itu hingga ia mulai ber-’iddah dengannya. Apabila sebab terhentinya haid telah hilang misalnya telah sembuh dari sakit namun haidnya belum juga datang maka ia ber-’iddah selama satu tahun penuh sejak hilangnya sebab tersebut. Ini merupakan pendapat yg shahih yg sesuai dgn kaidah- kaidah syar’iyyah. ‘Iddah setahun tersebut dgn perincian sembilan bulan darinya dalam rangka berjaga-jaga dari kemungkinan hamil dan tiga bulan darinya utk ‘iddah.” Adapun bila talak dijatuhkan setelah akad sebelum berduaan dan bersetubuh maka tidak ada ‘iddah bagi wanita tersebut berdasarkanfirman Allah :“Wahai orang-orang yg beriman apabila kalian menikahi wanita-wanita Mukminah kemudian kalian ceraikan mereka sebelum kalian sentuh maka tidak ada kewajiban atas mereka ‘iddah bagi kalian yg kalian minta menyempurnakannya.” Kesepuluh : Bolehnya Wanita Haid Berdzikir Kepada Allah Dan Membaca Al Qur’anAlImam Bukhari dalam Shahih-nya meriwayatkan dgn sanadnya sampai kepada Ummu ‘Athiyah radhiallahu ‘anha ia berkata :“Kami dulunya diperintah utk keluar pada Hari Raya sampai- sampai kami mengeluarkan gadis dari pingitannya dan wanita-wanita haid. Mereka ini berada di belakang orang-orang mereka bertakbir dan berdo’a dgn takbir dan doanya orang-orang yg hadir. Mereka mengharapkan berkah hari tersebut dan kesuciannya.” ‘Aisyah radhiallahu ‘anha berkata : “Aku datang ke Makkah dalam keadaan haid. Dan aku belum sempat Thawaf di Ka’bah dan Sa’i antara Shafa dan Marwah. Maka aku adukan hal itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam beliau bersabda :“Perbuatlah sebagaimana yg dilakukan seorang yg berhaji hanya saja jangan engkau Thawaf di Ka’bah sampai engkau suci .” {HR.Bukhari nomor 1650 dan Muslim nomor 120/ Kitab Al Hajj}Dua hadits di atas memberi faedah bahwa wanita haid disyariatkan utk berdzikir kepada Allah Ta’ala dan Al Qur’an termasuk dzikir sebagaimana Allah berfirman :“Sesungguhnya Kami-lah yg menurunkan Adz Dzikir dan Kami-lah yg akan menjaganya.” Apabila seorang yg berhaji dibolehkan membaca Al Qur’an maka demikian pula bagi wanita haid krn yg dikecualikan dalam laranganNabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam kepada ‘Aisyah yg sedang haid hanyalah Thawaf.Permasalahan membaca Al Qur’an bagi wanita haid ini memang ada perselisihan di kalangan ulama. Ada yg membolehkan dan ada yg tidak membolehkan.Abu Hanifah berpendapat bolehnya wanita haid membaca Al Qur’an dan ini merupakan pendapat yang masyhur dalam madzhab Syafi’i dan Ahmad dan pendapat ini yg dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah. Mereka mengatakan : “Asal dalam perkara ini adl halal. Maka tidak boleh memindahkan kepada selainnya kecuali krn ada larangan yg shahih yg jelas.”Adapun jumhur Ahli Ilmu berpendapat tidak boleh bagi wanita haid utk membaca Al Qur’an akan tetapi boleh baginya utk berdzikir kepada Allah. Mereka ini mengkiaskan {atau menyamakan} haid dgn junub padahal sebenarnya tidak ada pula dalil yg melarang orang junub utk membaca Al Qur’an.Yang kuat dalam hal ini adl pendapat yg pertama dan ini bisa dilihat dalam Majmu’ Fatawa 21/460 dan Syarhuz Zad 1/291. {Nukilan dari Syarh Umdatul Ahkam karya Abu Ubaidah Az Zaawii murid senior Asy Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadhi’i}Asy Syaikh Mushthafa Al Adhawi dalam kitabnya Jami’ Ahkamin Nisa’ membawakan bantahan bagi yg berpendapat tidak bolehnya wanita haid membaca Al Qur’an dan di akhir tulisannya beliau berkata : “Maka kesimpulan permasalahan ini adl boleh bagi wanita haid untuk berdzikir kepada Allah dan membaca Al Qur’an krn tidak ada dalil yg shahih yg jelas dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yg melarang dari hal tersebut bahkan telah datang dalil yg memberi faedah bolehnya membaca Al Qur’an dan berdzikir sebagaimana telah lewat penyebutannya Wallahu A’lam.”Kesebelas : Hukum Menyentuh Mushaf Bagi Wanita HaidAl Hafidh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menyatakan bolehnya wanita haid membawa Al Qur’an dan ini sesuai dgn madzhab Abu Hanifah. Berbeda dgn pendapat jumhur yg melarang hal tersebut dan mereka menyatakan bahwa membawa Al Qur’an dalam keadaan haid mengurangi pengagungan terhadap Al Qur’an.Berkata Asy Syaikh Mushthafa Al Adawi : “Mayoritas Ahli Ilmu berpendapat wanita haid tidak boleh menyentuh mushaf Al Qur’an. Namun dalil-dalil yg mereka bawakan utk menetapkan hal tersebut tidaklah sempurna utk dijadikan sisi pendalilan. Dan yg kami pandang benar Wallahu A’lam bahwasannya boleh bagi wanita haid utk menyentuh mushaf Al Qur’an. Berikut ini kami bawakan dalil-dalil yg digunakan oleh mereka yg melarang wanita haid menyentuh Al Qur’an. Kemudian kami ikutkan jawaban atas dalil-dalil tersebut {untuk menunjukkan bahwasanya wanita haid tidaklah terlarang utk menyentuh mushaf pent.} :1}Firman Allah Ta’ala :“Tidaklah menyentuhnya kecuali mereka yg disucikan.” 2} Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :“Tidaklah menyentuh Al Qur’an itu kecuali orang yg suci.” {HR. Ath Thabrani. Lihat Shahihul Jami’ 7880. Al Misykat 465}Jawaban atas dalil di atas :Pertama : Mayoritas Ahli Tafsir berpendapat bahwa yg diinginkan dgn dlamir dalamfirman Allah Ta’ala : } adl ‘Kitab Yang Tersimpan Di Langit’.
Sedangkan } adl ‘Para Malaikat’. Ini dipahami dari konteks beberapa ayat yang mulia :“Sesungguhnya dia adl Qur’an yg mulia dalam kitab yg tersimpan tidaklah menyentuhnya kecuali Al Muthahharun .” Dan yg menguatkan hal ini adl firman Allah Ta’ala :“Dalam lembaran-lembaran yg dimuliakan yg ditinggikan lagi disucikan di tangan para utusan yg mulia lagi berbakti .” Inilah pendapat mayoritas Ahli Tafsir tentang tafsir ayat ini.Pendapat Kedua : Tentang tafsir ayat ini bahwasannya yg dimaukan dgn Al Muthahharun adalah kaum Mukminin berdalil dgn firman Allah :“Hanyalah orang-orang musyrik itu najis.” Dan dgn sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :“Sesungguhnya orang Muslim itu tidak najis.” Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam melarang bepergian dgn membawa mushaf ke negeri musuh krn khawatir jatuh ke tangan mereka. {HR. Muslim dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma}Pendapat Ketiga : Bahwasannya yg dimaukan dgn firman Allah : “Tidaklah menyentuhnya kecuali mereka yg disucikan.” adl tidak ada yg dapat merasakan kelezatannya dan tidak ada yg dapat mengambil manfaat dengannya kecuali orang-orang Mukmin.Namun adapula Ahli Tafsir yg berpendapat dgn pendapat keempat bahwa : “Yang dimaksudkan dgn Al Muthahharun adl mereka yg disucikan dari dosa- dosa dan kesalahan.Dan yg kelima : Al Muthahharun adl mereka yg suci dari hadats besar dan kecil.Sisi keenam : Al Muthahharun adl mereka yg suci dari hadats besar .Mereka yg membolehkan wanita haid menyentuh mushaf memilih sisi yg pertama dgn begitu tidak ada dalil dalam ayat tersebut yg menunjukkan larangan bagi wanita haid utk menyentuh Al Qur’an. Sedangkan mereka yg melarang wanita haid menyentuh Al Qur’an memilih sisi kelima dan keenam. Dan telah lewat penjelasan bahwa mayoritas ahli tafsir menafsirkan Al Muthahharun dgn malaikat.Dalil Kedua : Tidak aku dapatkan isnad yg shahih tidak pula yg hasan bahkan yg mendekati shahih atau hasan utk hadits yg dijadikan dalil oleh mereka yg melarang wanita haid menyentuh Al Qur’an. Setiap sanad hadits ini yg aku dapatkan semuanya tidak lepas dari pembicaraan. Lantas apakah hadits ini bisa terangkat kepada derajat shahih atau hasan dgn dikumpulkannya semua sanadnya atau tidak?Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat Asy Syaikh Albani rahimahullah menshahihkannya dalam Al Irwa’ . Bila hadits ini dianggap shahih sekalipun maka pengertiannya sebagaimana pengertian ayat yg mulia di atas. Asy Syaikh Al Albani rahimahullah sendiri ketika menjabarkan hadits di atas beliau menyatakan bahwa yg dimaksud dgn ‘thahir’ adl orang Mukmin baik dalam keadaan berhadats besar atau hadats kecil ataupun dalam keadaan haid. Wallahu A’lam.Keduabelas : Bolehkah Wanita Haid Masuk Ke Masjid?Dalam masalah ini ada perselisihan pendapat di kalangan Ahli Ilmu ada yg membolehkan dan ada yg tidak membolehkan.Asy Syaikh Mushthafa Al Adawi membawakan dalil dari kedua belah pihak dan kemudian ia merajihkan/menguatkan pendapat yg membolehkan wanita haid masuk ke masjid. Berikut ini dalil-dalilnya :Dalil Yang Membolehkan :1} Al Bara’ah Al Ashliyyah maknanya tidak ada larangan utk masuk ke masjid.2} Bermukimnya wanita hitam yg biasa membersihkan masjid di dalam masjid pada masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Tidak ada keterangan bahwasannya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memerintahkan dia utk meninggalkan masjid ketika masa haidnya dan haditsnya terdapat dalam Shahih Bukhari.3} Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam kepada ‘Aisyah radhiallahu ‘anha yg tertimpa haid sewaktu melaksanakan ibadah haji bersama beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :“Lakukanlah apa yg diperbuat oleh seorang yg berhaji kecuali jangan engkau Thawaf di Ka’bah.” Dalam hadits di atas Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak melarang ‘Aisyah utk masuk ke masjid dan sebagaimana jamaah haji boleh masuk ke masjid maka demikian pula wanita haid .4} Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :“Sesungguhnya orang Muslim itu tidak najis.” {HR. Bukhari nomor 283 dan Muslim nomor 116 Kitab Al Haid}5} Atha bin Yasar berkata : “Aku melihat beberapa orang dari shahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam duduk di masjid dalam keadaan mereka junub apabila mereka telah berwudlu seperti wudlu shalat.” Maka sebagian ulama mengkiaskan junub dgn haid.Mereka yg membolehkan juga berdalil dgn keberadaan ahli shuffah yg bermalam di masjid. Di antara mereka tentunya ada yg mimpi basah dalam keadaan tidur. Demikian pula bermalamnya orang-orang yg i’tikaf di masjid tidak menutup kemungkinan di antara mereka ada yg mimpi basah hingga terkena janabah dan di antara wanita yg i’tikaf ada yg haid.Dalil Yang Melarang :1} Firman Allah Ta’ala :“Wahai orang-orang yg beriman janganlah kalian mendekati shalat sedangkan kalian dalam keadaan mabuk hingga kalian mengetahui apa yg kalian ucapkan dan jangan pula orang yg junub kecuali sekedar lewat sampai kalian mandi.” Mereka mengatakan bahwa yg dimaksud dgn kata ‘shalat’ dalam ayat di atas adl tempat-tempat shalat berdalil dgn firman Allah Ta’ala :“… niscaya akan runtuh tempat-tempat ibadah ruhban Nasrani tempat ibadah orang umum dari Nasrani shalawat dan masjid-masjid.” Mereka berkata : “} maknanya }.”Di sini mereka mengkiaskan haid dgn junub. Namun kata Asy Syaikh Mushthafa : “Kami tidak sepakat dgn mereka krn orang yg junub dapat segera bersuci sehingga di dalam ayat ini ada anjuran utk bersegera dalam bersuci sedangkan wanita yg haid tidak dapat berbuat demikian.”2} Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam kepada para wanita ketika beliau memerintahkan mereka utk keluar ke tanah lapangan pada saat shalat Ied. Beliau menyatakan :“Hendaklah wanita-wanita haid menjauh dari mushalla.” Jawaban atas dalil ini adl bahwa yg dimaksud dgn ‘mushalla’ di sini adl ‘shalat’ itu sendiri yg demikian itu krn Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan para shahabatnya shalat Ied di tanah lapang bukan di masjid dan sungguh telah dijadikan bumi seluruhnya utk ummat ini sebagai masjid .3} Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mendekatkan kepala beliau kepada ‘Aisyah yg berada di luar masjid ketika beliau sedang berada di dalam masjid hingga ‘Aisyah dapat menyisir beliau dan ketika itu ‘Aisyah sedang haid.Jawaban atas dalil ini adl tidak ada di dalamnya larangan secara jelas bagi wanita haid utk masuk ke dalam masjid. Sementara di masjid itu sendiri banyak kaum pria dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tentu tidak suka mereka sampai melihat istri beliau.4} Perintah-perintah yg ada utk membersihkan masjid dari kotoran-kotoran.Dalam hal ini juga tidak ada larangan yg tegas bagi wanita haid. Yang jelas selama wanita haid tersebut aman dari kemungkinan darahnya mengotori masjid maka tidak apa-apa ia duduk di dalam masjid.5} Hadits yg lafadhnya :“Aku tidak menghalalkan masjid bagi orang junub dan tidak pula bagi wanita haid.” {HR. Abu Daud 1/232 Baihaqi 2/442. Didlaifkan dalam Al Irwa’ 1/124}Namun hadits ini dlaif krn ada rawi bernama Jasrah bintu Dajaajah.“Sebagai akhir” kata Asy Syaikh Mushthafa “kami memandang tidak ada dalil yg shahih yg tegas melarang wanita haid masuk ke masjid dan berdasarkan hal itu boleh bagi wanita haid masuk masjid atau berdiam di dalamnya.” {Jami’ Ahkamin Nisa’ 1/191-195 dgn sedikit ringkasan}Ketigabelas : Wajibnya Mandi Setelah Suci Dari HaidApabila wanita bersih dari haidnya maka ia wajib mandi dgn membersihkan seluruh tubuhnya berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam kepada Fathimah bintu Abi Hubaisy :“Tinggalkanlah shalat sekadar hari-hari yg engkau biasa haid padanya dan {jika telah selesai haidmu} mandilah dan shalatlah.” Yang wajib ketika mandi ini adl minimal meratakan air ke seluruh tubuh hingga pokok rambut.
Dan yg utama melakukan mandi sebagaimana yg disebutkan dalam hasdits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam ketika beliau ditanya oleh seorang wanita Anshar tentang tata cara mandi haid.
Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam sebagaimana yg dikhabarkan oleh ‘Aisyah radhiallahu ‘anha bersabda :( “Ambillah secarik kain yg diberi misik lalu bersucilah dengannya”. Wanita itu bertanya : “Bagaimana cara aku bersuci dengannya?” Nabi menjawab : “Bersucilah dengannya”. Wanita itu bertanya lagi : “Bagaimana caranya?” Nabi berkata : “Subhanallah bersucilah”. ‘Aisyah berkata : Maka aku menarik wanita tersebut ke dekatku lalu aku katakan kepadanya : “Ikutilah bekas darah dgn kain tersebut”. )Atau lbh lengkapnya disebutkan dalam riwayat Muslim bahwasannya Asma bintu Syakl bertanya tentang tata cara mandi haid maka beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengajarkan :( “Salah seorang dari kalian mengambil air dan daun sidr lalu ia bersuci dan membaguskan bersucinya. Kemudian ia tuangkan air ke kepalanya dan ia gosok dgn kuat hingga air tersebut sampai ke akar-akar rambutnya kemudian ia tuangkan air ke atasnya kemudian ia ambil secarik kain yg diberi misik lalu ia bersuci dengannya”. Maka bertanya Asma : “Bagaimana cara ia bersuci dengannya?” Nabi menjawab : “Subhanallah engkau bersuci dengannya”. ‘Aisyah berkata kepada Asma dgn ucapan yg pelan yg hanya didengar oleh orang yg diajak bicara : “Engkau mengikuti bekas darah dgn kain tersebut”. )Al Imam Nawawi rahimahullah ketika men-syarah hadits di atas menyatakan : “Telah berkata Al Qadli ‘Iyadl rahimahullahu ta’ala : adalah bersuci dari najis-najis dan apa yg terkena najis berupa darah haid}}. Demikian dikatakan Al Qadli. Namun yg lbh jelas Wallahu A’lam bahwasannya yg dimaksud dgn bersuci yg pertama adl wudlu sebagaimana hal ini disebutkan dalam sifat/cara mandi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.” Hadits di atas juga menunjukkan sunnahnya mengikuti bekas darah dgn kain/kapas yg diberi misik sementara perkara ini banyak dilalaikan oleh para wanita. Kata Al Imam Nawawi rahimahullah : “Ulama berselisih tentang hikmah menggunakan misik .
Pendapat yg shahih yg terpilih yg diucapkan oleh jumhur ashab kami {ulama dalam madzhab Syafi’i} dan selain mereka adl maksud menggunakan misik itu utk mengharumkan bekas tempat darah dan mencegah/menghilangkan bau yg tidak sedap.”Dan dipahami dari hadits riwayat Muslim di atas bahwa penggunaan kain yg diberi misik tersebut dilakukan setelah selesai mandi.Selanjutnya Al Imam Nawawi berkata : “Perkara ini disunnahkan bagi tiap wanita yg mandi dari haid atau nifas sama saja apakah ia memiliki suami atau tidak. Ia gunakan kain bermisik tersebut setelah mandi. Apabila ia tidak mendapatkan misik maka boleh ia menggunakan wewangian apa saja yg ia dapatkan. Apabila ia juga tidak mendapatkan wewangian lain maka disunnahkan baginya utk menggunakan tanah atau yg semisalnya dari benda-benda yg dapat menghilangkan aroma tidak sedap. Demikian disebutkan oleh ashab kami. Apabila ia tidak mendapatkan apapun maka air cukup baginya. Akan tetapi jika ia meninggalkan pemakaian wewangian padahal memungkinkan bagi dirinya unutk memakainya maka hal itu dimakruhkan baginya. Namun bila tidak memungkinkan maka tidak ada kemakruhan bagi dirinya.” {Syarah Shahih Muslim 4/13-14}Pemakaian wewangian ketika mandi haid ini sangat ditekankan sampai-sampai wanita yg sedang ber-ihdad(2)diberi rukhshah/keringanan utk mengoleskan wewangian pada daerah sekitar farji/kemaluan setelah selesai mandi haid sebagaimana hal ini disebutkan dalam hadits riwayat Bukhari dari Ummu ‘Athiyah radhiallahu ‘anha ia berkata : “Kami dilarang untuk ber-ihdad atas mayat lbh dari tiga hari kecuali bila yg meninggal itu adl suami maka ihdad-nya 4 bulan 10 hari. kami tidak boleh bercelak tidak boleh memakai wewangian tidak boleh memakai pakaian yg dicelup kecuali pakaian ‘ashb {dari kain Yaman pent.}. Dan kami diberi keringanan utk menggunakan sepotong kain yg diberi wewangian ketika salah seorang dari kami mandi utk bersuci dari haid. Dan kami juga dilarang untuk mengikuti jenasah.”Apakah wajib bagi wanita yg mandi haid utk melepaskan ikatan rambutnya? Al Imam Muslim dalam Shahih-nya meriwayatkan dgn sanadnya sampai kepada Ummu Salamah radhiallahu ‘anha bahwasannya ia bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :( “Aku adl wanita yg sangat kuat ikatan rambutku apakah aku harus melepaskannya utk mandi janabah?” Dalam riwayat lain : “… dan mandi haid?”(3) Beliau menjawab : “Tidak hanya saja cukup bagimu utk menuangkan air di atas kepalamu tiga kali tuangan kemudian engkau alirkan air ke tubuhmu dgn begitu maka engkau suci.” )Al Imam Ash Shan’ani dan Al Imam As Syaukani {dalam Nailul Authar 1/346} keduanya menyebutkan tidak wajibnya melepas ikatan rambut bagi wanita ketika mandi wajib.Kata Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah : “Tidak wajib melepas ikatan rambut kepala ketika mandi kecuali bila ikatannya sangat kuat sehingga tidak memungkinkan air mencapai pokok- pokok rambut berdasarkan hadits Ummu Salamah yg diriwayatkan oleh Muslim {kemudian beliau menyebukan hadits yg tersebut di atas}.” Asy Syaikh Abdul Aziz bin Bazz rahimahullah berkata : “Yang shahih tidaklah wajib bagi wanita untuk melepas ikatan rambutnya ketika mandi haid berdalilkan keterangan yg datang dalam sebagian riwayat Ummu Salamah yg dikeluarkan oleh Al Imam Muslim… .”Jumhur ulama berpendapat apabila air mencapai seluruh kepala bagian luarnya maupun dalamnya tanpa harus melepas ikatan rambut maka tidak wajib melepasnya.Berkata Asy Syaikh Muhammad bin Ibrahim : “Yang kuat dalam dalil adl tidak wajib melepas ikatan rambut ketika mandi haid sebagaimana tidak wajib melepasnya ketika mandi janabah… .” {Lihat Bulughul Maram min Adillatil Ahkam dgn catatan kaki yg dinukil dari pembahasan Asy Syaikh Albani dan Asy Syaikh Abdullah Alu Bassam serta sebagian ulama Salaf. Halaman 48-49}Asy Syaikh Mushthafa Al Adawi menyatakan : “Termasuk perkara yg disunnahkan saja utk wanita melepas ikatan rambutnya ketika mandi haid dan hal ini tidaklah wajib dan ini merupakan pendapat mayoritas ahli fikih. Al Imam Asy Syafi’i rahimahullah dalam Al Umm mengatakan : {{Apabila seorang wanita memiliki rambut yg diikat maka tidak wajib baginya untuk melepas ikatan tersebut ketika mandi janabah. Dan mandinya dari haid sama dgn mandinya dari janabah tidaklah berbeda}}.” Kemudian Asy Syaikh Mushthafa menyimpulkan : “Hendaklah seorang wanita memastikan sampainya air ke pokok-pokok rambutnya tatkala ia mandi haid sama saja apakah dia dapat memastikan dgn melepas ikatan rambut atau tanpa melepasnya. Apabila tidak dapat dipastikan sampainya air ke pokok rambut kecuali dgn melepas ikatannya maka hendaklah ia melepaskannya -tapi bukan krn melepas ikatan rambut itu hukumnya wajib- hanya saja hal itu dilakukan agar air sampai ke pokok-pokok rambut.” Kesimpulan Tata Cara Mandi Haid1. Menyiapkan air dan daun sidr atau yg bisa menggantikannya seperti sabun dan lainnya.2. Berwudlu dgn baik.3. Menuangkan air ke kepala lalu digosok dgn sangat hingga air sampai ke adsar/pokok rambut .4. Tidak wajib melepas ikatan rambut kecuali bila melepas ikatan tersebut akan membantu utk sampainya air ke pokok rambut.5. Menuangkan air ke seluruh tubuh.6. Mengambil kain/kapas atau sejenisnya yg telah diberi misik atau wewangian lain {bila tidak mendapatkan misik} lalu mengoleskannya ke tempat-tempat yg tadinya dialiri darah haid.
Apabila wanita haid telah suci di tengah waktu shalat wajib baginya utk segera mandi agar ia dapat menunaikan shalat tersebut pada waktunya. Apabila ia sedang safar dan tidak ada air padanya atau ada air namun ia khawatir mudlarat bila memakainya atau ia sakit yg akan berbahaya bila ia memakai air maka cukup baginya bertayamum sebagai pengganti mandi hingga hilang darinya uzur. Maka setelah itu ia mandi.Sebagian wanita yg mendapatkan suci di tengah waktu shalat mengakhirkan mandinya sampai waktu shalat yg lain dan ia katakan tidak mungkin dapat menyempurnakan bersuci pada waktu tersebut. Ucapan seperti ini bukanlah alasan dan bukan pula uzur krn memungkinkan bagi dia untuk mandi sekedar terpenuhi yg wajib dan ia menunaikan shalat pada waktunya. {Risalah fid Dima’ith Thabi’iyyah lin Nisa’. Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin}Masail Haid1} Apa yg harus diperbuat oleh seorang wanita bila ia melihat cairan berwarna kuning atau darah keluar dari farji-nya sebelum tiba masa haid?Asy Syaikh Abdullah bin Jibrin ketika ditanya tentang masalah ini beliau menjawab : “Apabila seorang wanita mengenali kebiasaan hari haidnya dgn hitungan atau dgn warna darah atau dgn waktu maka ia meninggalkan shalat di waktu kebiasaan tersebut. Setelah suci ia mandi dan shalat. Adapun darah yg keluar mendahului darah haid {sebelum datang waktu kebiasaan haid} maka teranggap darah fasid dan ia tidak boleh meninggalkan shalat dan puasa krn keluarnya darah fasid tersebut. Tetapi hendaklah ia mencuci darah tersebut tiap waktu dan berwudlu tiap mau shalat dan ia tetap shalat walaupun darah tersebut keluar terus menerus. Wanita yg mengalami seperti ini teranggap seperti keadaannya wanita yg istihadlah.”2} Apa yg harus diperbuat bila pakaian yg dikenakan terkena darah haid?Asma’ berkata : ( “Datang seorang wanita menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam seraya berkata : ‘Apa pendapatmu wahai Rasulullah apabila salah seorang dari kami pakaiannya terkena darah haidnya apa yg harus dia perbuat?’ Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab :‘Hendaklah ia mengerik darah pada pakaian tersebut kemudian ia menggosoknya dgn air dan mencucinya. ia dapat shalat dgn menggunakan pakaian tersebut.” {HR.
Bukhari nomor 227 dan Muslim nomor 110/Kitab Ath Thaharah} )3} Wanita haid melihat dirinya telah suci sebelum fajar namun ia belum sempat mandi kecuali setelah terbit fajar apakah ia boleh berpuasa pada hari itu?Al Hafidh Ibnu Hajar menukilkan tentang sisi perbedaan antara puasa dan shalat bagi wanita haid. Ia berkata : “Wanita haid seandainya ia suci sebelum fajar dan ia berniat puasa maka sah puasanya tersebut menurut pendapat jumhur. Puasa tersebut tidak tergantung pada mandi berbeda dgn shalat {harus mandi terlebih dahulu apabila seseorang ingin melaksanakan shalat}.” 4} Wanita haid mendengarkan ayat Sajadah apakah ia boleh ikut sujud?Apabila wanita haid mendengar ayat Sajadah maka tidak diketahui adanya larangan baginya untuk sujud tilawah. Bahkan boleh baginya sujud tilawah sebagaimana hal ini dikatakan oleh Az Zuhri dan Qatadah. Wudlu bukanlah syarat utk sujud tilawah. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah membaca surat An Najm maka beliau sujud dan ikut sujud bersama beliau kaum Muslimin yg hadir orang-orang musyrikin jin dan manusia sebagaimana hal ini disebutkan dalam riwayat Bukhari dari hadits Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma. {Jami’ Ahkamin Nisa’ 1/174}5} Apa hukum menggunakan obat utk menghentikan haid?Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam Al Mughni : “Telah diriwayatkan dari Imam Ahmad rahimahullah bahwasannya beliau berkata : {{Tidak apa-apa seorang wanita meminum obat utk menghentikan haidnya apabila obat yg dipakai itu sudah dikenal}}.”Namun semua ini berputar pada maslahat dan mudlarat krn ada di antara obat penahan haid tersebut yg memberi mudlarat bagi pemakainya. Maka dalam hal ini hendaklah si wanita menyadari bahwa haid adl ketetapan Allah bagi anak perempuan turunan Adam hingga ia ridla dgn apa yg menimpanya. 6} Seorang wanita keluar darah dari farjinya melewati lama kebiasaan haidnya lalu apa yg harus ia perbuat?Misalnya kebiasaan haid seorang wanita 6 hari lalu suatu ketika bertambah menjadi 7 8 atau 10 hari. Maka ia melihat sifat darah yg keluar setelah 6 hari itu. Bila memang masih seperti darah haid maka ia meninggalkan shalat dan puasa. Karena memang tidak didapatkan batasan tertentu untuk hari-hari haid. Apabila darah yg keluar itu warnanya dan aroma/baunya bukan seperti darah haid maka ia mandi dan shalat. Wallahu A’lam.Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah ketika ditanyakan kepada beliau tentang masalah ini beliau menjawab : “Apabila kebiasaan hari haid seorang wanita itu 6 atau 7 hari kemudian suatu ketika lbh dari kebiasaannya menjadi 8 9 10 atau 11 hari {dan sifat darahnya seperti darah haid pent.} maka wanita tersebut tetap tidak boleh shalat sampai ia suci. Yang demikian itu karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak menetapkan batasan tertentu dalam hari-hari haid. Dan Allah Ta’ala berfirman :“Mereka bertanya kepadamu tentang haid katakanlah : ‘Haid itu adl kotoran’ “ {Al Baqarah : 222}Maka kapan saja darah itu keluar dari farji wanita yg mengalaminya tetap dikatakan haid sampai ia suci dan mandi kemudian mengerjakan shalat. Apabila pada bulan berikutnya haidnya datang kurang dari perhitungan hari pada bulan sebelumnya maka ia mandi apabila telah suci.
Yang penting kapan darah haid ada pada seorang wanita maka ia meninggalkan shalat sama saja apakah lama hari haidnya itu sama dgn kebiasaannya yg dulu atau bertambah ataupun berkurang dan apabila ia suci maka ia shalat. 7} Apabila seorang wanita suci beberapa saat setelah fajar di bulan Ramadhan apakah ia harus menahan diri dari makan dan minum pada hari itu apakah sah puasanya atau harus mengqadlanya?Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menjawab dalam kitabnya Sittuna Su’alan ‘an Ahkamil Haidl : “Apabila seorang wanita suci setelah terbit fajar maka dalam permasalahan menahan makan dan minum bagi si wanita ulama terbagi dalam dua pendapat :Pertama : Wajib baginya utk menahan dari makan dan minum pada sisa hari itu akan tetapi ia tidak terhitung melakukan puasa hingga ia harus mengqadlanya di lain hari. Ini pendapat yg masyhur dari madzhab Imam Ahmad.Kedua : Tidak wajib baginya menahan makan dan minum pada sisa hari tersebut krn pada awal hari itu ia dalam keadaan haid hingga bila ia puasa maka puasanya tidak sah. Apabila puasanya tidak sah maka tidak ada faidahnya ia menahan dari makan dan minum. Hari tersebut bukanlah hari yg diharamkan baginya utk makan dan minum krn ia diperintah utk berbuka pada awal hari bahkan haram baginya berpuasa pada awal hari tersebut. Puasa yg syar’i sebagaimana yg sama kita ketahui adl menahan diri dari perkara-perkara yg membatalkan puasa dalam rangka beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla dari mulai terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari. Pendapat yg kedua ini sebagaimana yang engkau lihat lbh kuat dari pendapat pertama.” {Sittuna Su’alan ‘an Ahkamil Haidl. Halaman 9-10}8} Apakah wanita haid harus mengganti pakaian yg dikenakannya setelah ia suci sementara ia tahu pakaian tersebut tidak terkena darah atau najis?Tidak wajib baginya mengganti pakaian tersebut krn haid tidaklah menajisi badan. Hanyalah darah haid itu menajisi sesuatu yg bersentuhan dengannya . Karena itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memerintahkan para wanita apabila pakaian mereka terkena darah haid utk mencucinya dan setelah itu boleh dipakai shalat. {Sittuna Su’alan ‘an Ahkamil Haidl.
Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin. Halaman 21-22}9} Adakah kafarah bagi seseorang yg menggauli istrinya dalam keadaan haid?Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tentang orang yg menggauli istrinya dalam keadaan haid. Beliau bersabda :“Hendaklah orang itu bersedekah dgn satu dinar atau setengah dinar.” {Diriwayatkan oleh Ahmad Tirmidzi Abu Daud Nasa’i dan Ibnu Majah}Namun hadits ini diperselisihkan apakah hukumnya marfu’ {sampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam} atau mauquf .Al Imam Baihaqi rahimahullah telah menjelaskan hal ini dgn penjelasan yg mencukupi dalam kitabnya As Sunanul Kubra dan beliau menyebutkan dgn sanad yg shahih sampai kepada Syu’bah bahwasannya Syu’bah rujuk dari pendapatnya semula akan marfu’-nya hadits ini. Pada akhirnya Syu’bah menyatakan hadits ini mauquf atas Ibnu Abbas .Masalah seseorang menggauli istrinya ketika haid maka ada dua keadaan :1. Karena yakin akan kehalalannya walaupun ia tahu dalil yg melarang. Orang seperti ini berarti telah menghalalkan apa yg diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.2. Tahu keharamannya tapi tidak dapat menahan dirinya. Dan ini terbagi lagi dalam dua keadaan :a. Ia lupa atau tidak tahu maka pelakunya tidaklah berdosa.b. Ia melakukan dgn dorongan dirinya sendiri maka jelas ia berbuat dosa besar.Untuk point yg kedua ini diperbincangkan apakah pelakunya harus membayar kafarah atau tidak. Dalam hal ini ada dua pendapat :1} Tidak ada kewajiban kafarah baginya tapi cukup minta ampun kepada Allah. Kata Al Imam Al Khathabi rahimahullah : “Berkata sebagian besar ulama : {{Tidak ada kafarah baginya dan ia minta ampun kepada Allah. Mereka menganggap hadits dalam permasalahan kafarah bagi yg menggauli istri yg sedang haid itu adl mursal atau mauquf atas Ibnu Abbas dan tidak benar bila hadits tersebut dihukumi muttashil marfu’.” Demikian pula dinukilkan dari Ibnu Qudamah dalam Al Mughni dari mayoritas ulama bahwasannya tidak ada kafarah bagi pelakunya. Dan pendapat ini dipegangi dalam madzhab Syafi’i Malik Abu Hanifah dan pendapat Imam Ahmad dalam salah satu riwayat darinya. Dihikayatkan pendapat ini oleh Abu Sulaiman Al Khaththabi dari sebagian besar ulama. Ibnul Mundzir juga menghikayatkan dari Atha’ Ibnu Abi Malikah Asy Sya’bi An Nakha’i Makhul Az Zuhri Ayyub As Sikhtiyani Abu Zinad Rabi’ah Hammad bin Abi Sulaiman Sufyan Ats Tsauri dan Al Laits bin Sa’ad. 2} Dikenai kafarah. Namun diperselisihkan lagi dalam hal jumlah kafarah-nya :a} Sebanyak satu dinar atau setengah dinar menurut pendapat Ibnu Abbas Said bin Jubair Al Hasan Al Bashri Qatadah Al Auza’i Ishaq Ahmad bin Hambal dalam satu riwayat dan Syafi’i dalam Al Qadim. b} Bila masih keluar darah maka kafarah-nya satu dinar kalau sudah berhenti kafarah-nya setengah dinar. Ini pendapatnya satu kelompok dari ahli hadits.c} Kafarah-nya 1/10 dinar menurut pendapatnya Al Auza’i. {Lihat Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid. Halaman 54. Oleh Abul Walid Ibnu Rusyd Al Qurthubi}d} Kafarah-nya membebaskan seorang budak menurut pendapat Said bin Jubair. {Syarh Al Umdah. Halaman 77. Az Zaawii}e} Kafarah-nya sama dgn kafarah jima’ di siang hari Ramadlan yaitu membebaskan budak atau puasa 2 bulan berturut-turut atau memberi makan 60 orang miskin. Ini merupakan pendapatnya Al Hasan Al Bashri. Asy Syaikh Mushthafa Al Adawi berpendapat : “Yang benar adl tidak ada kafarah bagi pelakunya Wallahu A’lam” . Kemudian beliau menukilkan ucapan Ibnu Hazm dalam Al Muhalla : “Masalah } maka sungguh ia telah bermaksiat kepada Allah Ta’ala dan wajib baginya utk bertaubat dan minta ampun kepada-Nya. Dan tidak ada kafarah baginya dalam hal ini.” {Jami’ Ahkamin Nisa’ 1/182}Wallahu A’lam Bishawwab.Daftar Pustaka1. Tafsirul Qur’anil Adhim. Al Hafidh Ibnu Katsir. Penerbit Darul Faiha dan Darus Salam.2. Risalah fid Dima’ith Thabi’iyyah lin Nisa’. Asy Syaikh Muhammad Shalih Al ‘Utsaimin.3. Subulus Salam. Al Imam Ash Shan’ani. Penerbit Maktabah Al Irsyad. Shan’a.4. Nailul Authar. Al Imam Asy Syaukani. Penerbit Maktabah Al Imam.5. Fathul Bari. Al Hafidh Ibnu Hajar Al Asqalani. Penerbit Darul Haramain.6. Al Mughni. Ibnu Qudamah Al Maqdisi. Penerbit Darul Fikr.7. Syarah Shahih Muslim. Al Imam An Nawawi. Maktabah Al Ma’arif.8. Bulughul Maram min Adillatil Ahkam. Al Hafidh Ibnu Hajar Al Asqalani. Maktabah Nazar Mushthafa Al Baz.9. Sittuna Su’alan ‘an Ahkamil Haidl. Asy Syaikh Shalih Al ‘Utsaimin. Penerbit Dar Ibnu Khuzaimah.10. As Sunanul Kubra. Al Imam Al Baihaqi. Penerbit Darul Fikr.11. Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid. Abul Walid Ibnu Rusyd Al Qurthubi. Penerbit Dar Ibnu Hazm.12. Jami’ Ahkamin Nisa’. Asy Syaikh Mushthafa Al Adawi.13. Syarh Umdatul Ahkam. Asy Syaikh Abu Ubaidah Az Zaawii.14. Shahih Bukhari. Al Imam Al Bukhari.15. Shahih Muslim. Al Imam Muslim.—————————————-(1) Al Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah : “ ucapan istrinya Tsabit : {{Akan tetapi aku tidak suka kufur dalam Islam}} yakni aku tidak suka apabila aku tetap hidup bersamanya aku akan jatuh dalam perkara yg berkonsekuensi kekufuran.” Al Hafidh selanjutnya menukil ucapan Al Imam Ath Thibi tentang ucapan istrinya Tsabit : “Makna : {{Aku mengkhawatirkan diriku dalam Islam}} utk terjatuh pada perkara yg menafikan/menyelisihi hukumnya seperti perkara nusyuz benci terhadap suami dan selainnya yg semuanya ini mungkin menimpa seorang wanita yg masih muda lagi cantik dan ia benci dgn suaminya bila bertentangan/tidak sama dengan dirinya. Di sini istrinya Tsabit memutlakkan perkara yg menafikan konsekuensi Islam dengan kekufuran.” (2) Meninggalkan perhiasan dan wewangian krn meninggalnya suami atau kerabat. Lihat pembahasan hal ini dalam lembar Muslimah edisi sebelum ini.(3) Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah tentang sebagian riwayat Ummu Salamah : “Yang shahih dalam hadits Ummu Salamah adl sebatas penyebutan mandi janabah tanpa menyertakan mandi haid… .” Asy Syaikh Albani rahimahullah : “Penyebutan haid dalam hadits ini adl syadz tidaklah tsabit. {Lihat Bulughul Maram min Adillatil Ahkam dgn catatan kaki yg dinukil dari pembahasan Asy Syaikh Albani dan Asy Syaikh Abdullah Alu Bassam serta sebagian ulama Salaf. Halaman 48-49.
perbedaan antara Illat dan Hikmah
Qiyas[1] (قياس)
A. Pengertian
Qiyas menurut bahasa berarti mengukur (التقدير). seperti kalimat :
قست الارض بالمتر
“Aku menguku tanah dengan memakai satuan meter”
قست الثوب بالذراع
“Aku mengukur baju dengan menggunakan siku/hasta.”
Qiyas mengharuskan adanya dua perkara, yang salah satunya disandarkan kepada yang lain secara sama.
Qiyas menurut istilah ushul figh adalah menyertakan suatu perkara terhadap perkara yang lainnya dalam hukum syara’ karena terdapat kesamaan ‘illat di antara keduanya. Yang menyebabkan adanya qiyas adalah adanya kesamaan antara al-maqis perkara yang diqiyaskan) dengan al-maqis alaih (perkara yang diqiyasi) dalam satu perkara, yakni adanya penyatu antara keduanya. Perkara tersebut adalah illat.
B. Rukun Qiyas
1. Al-Ashlu (الأصل), yakni peristiwa yang menjadi sumber qiyas
2. Al-Far’u (الفرع) atau cabang, yakni peristiwa yang akan diqiyaskan kepada al-Ashlu
3. Hukum syara’ yang khusus bagi asal.
4. ‘Illat (علة)yang menyatukan antara asal dengan cabang.
Contoh kasus:
Pengharaman (pelaksanaan) ijarah ketika azan Jumat, yang diqiyaskan pada keharaman jual-beli ketika azan Jumat, karena adanya ‘Illat yang digali dari nash, yakni melalaikan shalat jumat. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Jumuah [62]:9).
Dari kasus di atas, disimpulkan:
1. Asal : Jual-beli
2. Cabang : Ijarah
3. Hukum syara’ khusus bagi asal : haramnya jual beli pada saat azan jumat.
4. Illat : melalaikan shalat jumat.
C. Syarat-Syarat Rukun Qiyas:
1. Syarat Asal
Asal adalah sesuatu yang menjadi dasar bagi yang lainnya, atau sesuatu yang dikenal dengan dirinya sendiri tanpa memerlukan orang lain. Asal disebut juga maqis alaih. Syaratnya adalah harus ada ketetapan hukum tentangnya, yakni hukumnya tidak dihapus.
2. Syarat Hukum Asal
a) Harus berupa hukum syara’ dengan dalil dari al-Quran, Sunnah atau ijma sahabat.
b) Dalil yang menunjukkan hukum asal tidak boleh mencakup cabang
c) Hukum asal harus mempunyai illat tertentu yang tidak samar
d) Hukum asal tidak boleh lebih akhir datangnya dari hukum cabang
e) Hukum asal tidak boleh dipindahkan dari sunnah-sunnah qiyas. Maksudnya, jika telah disyariatkan sejak dari awalnya dan tidak ada pembandingnya, seperti halnya keringanan safar, atau maknanya tidak dapat dipahami dan dikecualikan dari kaidah umum, seperti persaksiannya Khuzaimah yang bisa menggantikan dua orang saksi, atau dimulai dengannya dan tidak dikecualikan dari kaidah apapun, seperti bilangan rakaat dan ukuran hudud.
3. Syarat Cabang
Cabang adalah sesuatu yang hukumnya masih diperselisihkan. Disebut juga al-maqis. Cabang harus memenuhi beberapa syarat, yakni:
a) Harus kosong dari perkara yang saling bertentangan dan yang dikaitkan, yang mengharuskan kebalikan dari perkara yang dituntut oleh illat qiyas.
b) Illat yang terdapat di dalam cabang harus berserikat dengan illat asal, baik dalam zatnya ataupun jenisnya.
c) Hukum yang ada pada cabang harus menggambarkan hukum asal dalam zatnya, seperti wajibnya qishas atas jiwa, yang berserikat atas orang yang dibunuh, dengan memakai benda tumpul atau tajam. Atau dalam jenisnya, seperti ditetapkannya perwalian bagi wanita yang belum baligh dalam nikahnya yang diqiyaskan terhadap ditetapkannya perwalian atas hartanya. Yang berserikat diantara perwalian tersebut adalah jenis perwalianya, bukan zatnya. Apabila tidak seperti itu, maka qiyasnya batal.
d) Hukum cabang tidak boleh ditetapkan oleh nash
e) Hukum cabang tidak boleh mendahului hukum asal.
4. Illat
illat adalah sesuatu yang karena keberadaannya, maka hukum menjadi ada. Juga disebut perkara yang memunculkan hukum, berupa tasyri’(pensyariatan suatu hukum). Illat adalah dalil, tanda dan yang memberitahu adanya hukum. Illat-lah yang membangkitkan hukum.
Contoh:
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.” (QS. Al-Hasyr [59]:7)
Illat yang tedapat dalam ayat ini adalah “كيلا يكون دولة بين الأغنياء منكم“ supaya harta itu jangan beredar diantara orang-orang kaya saja di antara kamu”, melainkan menyebar kepada yang lain. Illat tersebut telah menunjukkan suatu hukum, dan termasuk pembangkit disyariatkannya hukum tadi.
Syarat-syarat Illat:
1. Harus syar’iyyah, yakni terdapat di dalam nash, baik secara jelas (shurarah), dengan penunjukan (dilalah), atau digali dari nash (istinbat), atau diqiyaskan. Tidak boleh digali dari akal.
2. Tidak berbentuk hukum syara’ dengan zatnya.
3. Muta’addiyah, yakni merembet kepada yang lain, sehingga illat yang terbatas (dengan sabab) tidak pantas bagi qiyas.
4. Tidak boleh lebih akhir datangnya dari hukum asal, karena akan memberi makna bahwa hukum asal telah tetap sebelum illat, dengan kata lain, illat tidak sebagai pembangkit diberlakukannya hukum.
5. Harus merupakan sifat yang berpengaruh pada hukum, dan memberikan arti terhadap peng-illat-an. Contoh: marah merupakan sifat yang mempengaruhi larangan bagi hakim dalam menjatukan vonis, karena perasaan marah akan menyebabkan terganggunya pemikiran yang akan mempengaruhi vonis hukum. Lain halnya dengan tinggi badan seorang hakim, sifat ini tidak berpengaruh.
6. Illat tidak boleh semata-mata hanya mengandalkan adanya kesamaan yang mempengaruhi. Misalnya tentang shalat subuh yang tidak boleh dijamak dan diqashar lalu diqiyaskan dengan tidak bolehnya menjamak shalat maghrib, karena sama-sama shalat yang tidak boleh diqashar.
7. Dalam penta’lilan dengan illat tidak boleh adanya pembatalan. Jadi illat harus mutharidah (teratur dan berkesinambungan) sehingga hukumnya tidak saling betentangan.
Contoh: perkataan orang yang menjadikan keringanan berbuka pada saat perjalanan sebagai illat, bahwa illatnya adalah masyaqqah ( adanya kesulitan). Pendapat ini ditentang dengan penyatan bahwa orang yang membawa benda-benda berat sementara tidak dalam perjalanan maka tidak diberi keringanan untuk berbuka, meski derajat kesulitanya melebihi orang yang dalam perjalanan menggunakan kendaraan, pesawat dan lainya.
8. Illat harus berpengaruh pada tempat perselisihan.
9. Tidak boleh berupa hikmah yang diartkan sebagai tujuan, dimana syara’ telah mendorongnya dalam pensyariatan.
10. Illat harus selamat, yakni tidak bertolak belakang dengan nash yang berasal dariAl-Quran, As-Sunnah dan ijma’ sahabat.
Contoh Berbagai macam Jenis Illat :
1. ‘Illat Shurarah. Rasul bersabda :
إِنْ كُنْتُمْ ثَلاَثَةً فَلاَ يَتَنَاجُ اثْناَنِ دُوْنَ الثَّالِثِ مِنْ أَجْلِ أَنَّ ذَالِكَ يُحْزِنُهُ
‘Apabila tiga orang diantara kalian sedang berkumpul, maka tidak boleh dua orang di antara kalian saling berbisik tanpa melibatkan oang yang ketiga, karena hal itu akan membuatnya bersedih.[2]
Illat pada hadits ini adalah karena perkara itu akan membuatnya sedih. Termasuk illat karena menggunakan huruf ta’lil yang sharih (yakni lafald min ajli).
2. ‘Illat Dilalah, dengan menggunakan sifat mufhim :
Allah berfirman:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ
(
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu.” (QS. Al-Anfal [8]: 60)
Kata تُرْهِبُونَ “menggetarkan musuh” adalah sifat yang sesuai dengan mafhum ( sifat memberikan arti peng-‘illat-an) bagi keharusan untuk mengadakan persiapan menghadapi musuh. Lafald tersebut merupakan ‘illat dilalah.
Rasululah bersabda:
مَا كَانَتْ هَذِهِ لِتُقَاتِلَ
“Wanita itu tidak untuk berperang”
Hadits ini memberikan arti bahwa ‘illat keharaman membunuh wanita yang turut serta berperang adalah karena wanita itu tidak ikut berperang menghadapi tentara musuh. ‘Illat ini merupakan sifat mufhim. Maka ‘illat yang ada pada hadits tersebut merupakan illat dilalah. Namun apabila wanita tersebut dari kalangan musuh yang ikut terlibat memerangi kaum Muslim, maka boleh dibunuh.
3. ‘Illat mustanbathah:
Rasulullah SAW bersabda :
أَرَأَيْتَ لَوْ تَمَضْمَضْتَ هَلْ يُفْسِدُ صَوْمَكَ؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: فَكَذَالِكَ الْقُبْلَةُ
‘Apa pendapatmu andaikata engkau berkumur-kumur (pada saat berpuasa), apakah akan merusak puasamu ? Umar menjawab : ‘Tidak’. Beliau bersabda’ Begitu juga dengan mencium’.[3]
Dari nash ini digali bahwa ‘illat batalnya shaum karena mencium adalah keluarnya sperma. Apabila seseorang mencium isterinya tetapi tidak keluar sperma maka tidak membatalkan shaum. Jadi al-inzal (keluarnya sperma) adalah ‘illat istinbatiyyah karena sama seperti berkumur-kumur. Namun jika mengakibatkan masuknya air ke dalam perut , shaumnya menjadi batal/rusak. Begitu juga mencium yang berakibat keluarnya sperma.
4. ‘Illlat Qiyasiyah
Rasul bersada ;
نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبِيْعَ حَاضِرٌ لِبَادٍ
‘Rasulullah SAW melarang orang kota (menyongsong guna membeli barang) kepada orang (yang datang dari pelosok) pedesaan.[4]
‘Illat fasadnya jual-beli tersebut adalah keberadaan orang yang menjual yang termasuk penduduk kota, dan yang membeli termasuk yang datang dari pelosok, yakni dari pedalaman. Keduanya merupakan sifat yang menunjukkan adanya ‘illat. Penyebabnya, orang yang datang dari pedalaman tidak mengetahui harga yang ada di pasaran dan yang diketahui oleh penduduk kota. Dia tidak mengetahui harga pasar. ‘Illat ini (keberadan penjual dari kota dan pembeli dari desa) disebut illat dilalah, karena kedua sifat ini merupakan sifat yang memberikan arti adanya ‘illat.
Dalam hadits tersebut terdapat hubungan implikasi antara ‘illat keadaan pembeli dari kalangan pendudk desa) dengan hukum (fasadnya jual-beli). Hubungan implikasi ini adalah ketidaktahuan orang desa terhadap harga pasar. Berdasar hal ini maka setiap sifat yang meliputi hubungan ini (aspek peng-‘illat-an) merpakan ‘illat qiyasiyah, seperti keberadaan orang yang membeli dan baru keluar dari penjara, atau orang yang datang setelah lama menghilang, maka jual-belinya menjadi fasad. Keadaan pembeli yang termasuk penduduk desa disebut ‘illat dilalah. Sedang keadaan pembeli yang baru keluar adari penjara termasuk ‘ilat qiyasiyah. Penyatunya adalah faktor ketidaktahuan terhadap harga pasar.
D. Perbedaan ‘illat dan sabab
Sabab adalah tanda (‘amarah) yang memberi tahu adanya suatu hukum, seperti tergelincirnya matahari merupakan tanda yang memberi tahu adanya (terwujudnya) shalat. Sedangkan ‘Illat adalah perkara yang karenanya terwujud hukum. ‘Illat adalah pemicu disyariatkannya suatu hukum. Jadi, ‘Illat adalah sabab pensyariatan hukum, bukan sebab adanya hukum, sehingga ‘illat termasuk salah satu dalil-dalil hukum. Contohnya adalah melalaikan shalat, yang digali dari firmanAlah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli[1475]. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al-Jumuah [62] : 9)
Melalaikan shalat, menjadi sebab disyariatkanya suatu hukum, yaitu haramnya berjual-beli ketika azan Jumat. Dengan demikiain disebut ‘illat bukan sabab. Berbeda denga tergelincirnya matahari, bukan merupakan’illat, karena shalat dzuhur tidak disyariatkan karennanya. Itu hanya merupakan tanda bahwa (waktu shalat ) dzuhur telah terwujud.
E. Perbedaan ‘Illat dengan Hikmah
Tujuan yang menjelaskan maksud syari’ dari suatu hukum biasa dikenal dengan istilah hikmah, bukan ‘illat. Hal ini karena hikmah tidak termasuk perkara yang mendorong disyariatkanya suatu hukum.
Berikut nashyagnmenjeasakan hikmah:
1. Nash yang menjelaskan syariat Islam secara umum:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Dan tidaklah kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. (QS. Al-Anbiya [21]:107)
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآَنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا
“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (QS. Al-Isra’ [17]: 82)
Obat (syifa) dan rahmat adalah sifat bagi syariat dilihat dari hasilnya, bukan ‘illat atas pensyariatannya. Bentuk nash tersebut tidak menunjukkan ta’lil, sehingga menafikan adanya ‘illat, sehingga rahmat merupakan hikmah dari diberlakukannya syariat.
2. Nash yang menjelaskan hikmah pada setiap hukumnya
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
“supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan[985] atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak[986]. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. (QS. Al-Hajj [22]: 28)
إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ
“Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. Al-Maidah [5]: 91)
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyat [51]: 56)
Perbedaan besar antara hikmah dengan ‘illat adalah bahwa ‘illat merupakan pemicu disyariatkannya suatu hukum, sedang hikmah adalah perkara yang menjelaskan hasil dan tujuan dari hukum. ‘Illat itu ada sebelum adanya hukum, sedang hikmah adalah hasil yang diperoleh dari pelaksanaan hukum.
Bercermin dari surat Adz-Dzariat ayat 56 di atas, pada kenyataannya banyak sekali makhluk Allah yang tidak beribadah kepada Allah. Selanjutnya,. pada surat Al-Hajj ayat 28, banyak sekali orang yang melaksanakan ibadah haji tetapi tidak bisa menyaksikan manfaatnya. Begitu juga dengan hikmah-hikmah lainnya kadangkala terwujud, kadangkala tidak terwujud.
________________________________________
[1] Atha’ Bin Khalil, Taisir al-Wushul ila al-Ushul (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2003), hal. 107-133.
[2] HR. Ahmad: 1/375, 425.
[3] Ahmad : 1/12, Ibnu Khuzaimah: 3/240, Mustadrak: 2/198, Al-Baihaqi,; 4/218.
[4] Bukhari: 2033, Muslim: 1413.
A. Pengertian
Qiyas menurut bahasa berarti mengukur (التقدير). seperti kalimat :
قست الارض بالمتر
“Aku menguku tanah dengan memakai satuan meter”
قست الثوب بالذراع
“Aku mengukur baju dengan menggunakan siku/hasta.”
Qiyas mengharuskan adanya dua perkara, yang salah satunya disandarkan kepada yang lain secara sama.
Qiyas menurut istilah ushul figh adalah menyertakan suatu perkara terhadap perkara yang lainnya dalam hukum syara’ karena terdapat kesamaan ‘illat di antara keduanya. Yang menyebabkan adanya qiyas adalah adanya kesamaan antara al-maqis perkara yang diqiyaskan) dengan al-maqis alaih (perkara yang diqiyasi) dalam satu perkara, yakni adanya penyatu antara keduanya. Perkara tersebut adalah illat.
B. Rukun Qiyas
1. Al-Ashlu (الأصل), yakni peristiwa yang menjadi sumber qiyas
2. Al-Far’u (الفرع) atau cabang, yakni peristiwa yang akan diqiyaskan kepada al-Ashlu
3. Hukum syara’ yang khusus bagi asal.
4. ‘Illat (علة)yang menyatukan antara asal dengan cabang.
Contoh kasus:
Pengharaman (pelaksanaan) ijarah ketika azan Jumat, yang diqiyaskan pada keharaman jual-beli ketika azan Jumat, karena adanya ‘Illat yang digali dari nash, yakni melalaikan shalat jumat. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Jumuah [62]:9).
Dari kasus di atas, disimpulkan:
1. Asal : Jual-beli
2. Cabang : Ijarah
3. Hukum syara’ khusus bagi asal : haramnya jual beli pada saat azan jumat.
4. Illat : melalaikan shalat jumat.
C. Syarat-Syarat Rukun Qiyas:
1. Syarat Asal
Asal adalah sesuatu yang menjadi dasar bagi yang lainnya, atau sesuatu yang dikenal dengan dirinya sendiri tanpa memerlukan orang lain. Asal disebut juga maqis alaih. Syaratnya adalah harus ada ketetapan hukum tentangnya, yakni hukumnya tidak dihapus.
2. Syarat Hukum Asal
a) Harus berupa hukum syara’ dengan dalil dari al-Quran, Sunnah atau ijma sahabat.
b) Dalil yang menunjukkan hukum asal tidak boleh mencakup cabang
c) Hukum asal harus mempunyai illat tertentu yang tidak samar
d) Hukum asal tidak boleh lebih akhir datangnya dari hukum cabang
e) Hukum asal tidak boleh dipindahkan dari sunnah-sunnah qiyas. Maksudnya, jika telah disyariatkan sejak dari awalnya dan tidak ada pembandingnya, seperti halnya keringanan safar, atau maknanya tidak dapat dipahami dan dikecualikan dari kaidah umum, seperti persaksiannya Khuzaimah yang bisa menggantikan dua orang saksi, atau dimulai dengannya dan tidak dikecualikan dari kaidah apapun, seperti bilangan rakaat dan ukuran hudud.
3. Syarat Cabang
Cabang adalah sesuatu yang hukumnya masih diperselisihkan. Disebut juga al-maqis. Cabang harus memenuhi beberapa syarat, yakni:
a) Harus kosong dari perkara yang saling bertentangan dan yang dikaitkan, yang mengharuskan kebalikan dari perkara yang dituntut oleh illat qiyas.
b) Illat yang terdapat di dalam cabang harus berserikat dengan illat asal, baik dalam zatnya ataupun jenisnya.
c) Hukum yang ada pada cabang harus menggambarkan hukum asal dalam zatnya, seperti wajibnya qishas atas jiwa, yang berserikat atas orang yang dibunuh, dengan memakai benda tumpul atau tajam. Atau dalam jenisnya, seperti ditetapkannya perwalian bagi wanita yang belum baligh dalam nikahnya yang diqiyaskan terhadap ditetapkannya perwalian atas hartanya. Yang berserikat diantara perwalian tersebut adalah jenis perwalianya, bukan zatnya. Apabila tidak seperti itu, maka qiyasnya batal.
d) Hukum cabang tidak boleh ditetapkan oleh nash
e) Hukum cabang tidak boleh mendahului hukum asal.
4. Illat
illat adalah sesuatu yang karena keberadaannya, maka hukum menjadi ada. Juga disebut perkara yang memunculkan hukum, berupa tasyri’(pensyariatan suatu hukum). Illat adalah dalil, tanda dan yang memberitahu adanya hukum. Illat-lah yang membangkitkan hukum.
Contoh:
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.” (QS. Al-Hasyr [59]:7)
Illat yang tedapat dalam ayat ini adalah “كيلا يكون دولة بين الأغنياء منكم“ supaya harta itu jangan beredar diantara orang-orang kaya saja di antara kamu”, melainkan menyebar kepada yang lain. Illat tersebut telah menunjukkan suatu hukum, dan termasuk pembangkit disyariatkannya hukum tadi.
Syarat-syarat Illat:
1. Harus syar’iyyah, yakni terdapat di dalam nash, baik secara jelas (shurarah), dengan penunjukan (dilalah), atau digali dari nash (istinbat), atau diqiyaskan. Tidak boleh digali dari akal.
2. Tidak berbentuk hukum syara’ dengan zatnya.
3. Muta’addiyah, yakni merembet kepada yang lain, sehingga illat yang terbatas (dengan sabab) tidak pantas bagi qiyas.
4. Tidak boleh lebih akhir datangnya dari hukum asal, karena akan memberi makna bahwa hukum asal telah tetap sebelum illat, dengan kata lain, illat tidak sebagai pembangkit diberlakukannya hukum.
5. Harus merupakan sifat yang berpengaruh pada hukum, dan memberikan arti terhadap peng-illat-an. Contoh: marah merupakan sifat yang mempengaruhi larangan bagi hakim dalam menjatukan vonis, karena perasaan marah akan menyebabkan terganggunya pemikiran yang akan mempengaruhi vonis hukum. Lain halnya dengan tinggi badan seorang hakim, sifat ini tidak berpengaruh.
6. Illat tidak boleh semata-mata hanya mengandalkan adanya kesamaan yang mempengaruhi. Misalnya tentang shalat subuh yang tidak boleh dijamak dan diqashar lalu diqiyaskan dengan tidak bolehnya menjamak shalat maghrib, karena sama-sama shalat yang tidak boleh diqashar.
7. Dalam penta’lilan dengan illat tidak boleh adanya pembatalan. Jadi illat harus mutharidah (teratur dan berkesinambungan) sehingga hukumnya tidak saling betentangan.
Contoh: perkataan orang yang menjadikan keringanan berbuka pada saat perjalanan sebagai illat, bahwa illatnya adalah masyaqqah ( adanya kesulitan). Pendapat ini ditentang dengan penyatan bahwa orang yang membawa benda-benda berat sementara tidak dalam perjalanan maka tidak diberi keringanan untuk berbuka, meski derajat kesulitanya melebihi orang yang dalam perjalanan menggunakan kendaraan, pesawat dan lainya.
8. Illat harus berpengaruh pada tempat perselisihan.
9. Tidak boleh berupa hikmah yang diartkan sebagai tujuan, dimana syara’ telah mendorongnya dalam pensyariatan.
10. Illat harus selamat, yakni tidak bertolak belakang dengan nash yang berasal dariAl-Quran, As-Sunnah dan ijma’ sahabat.
Contoh Berbagai macam Jenis Illat :
1. ‘Illat Shurarah. Rasul bersabda :
إِنْ كُنْتُمْ ثَلاَثَةً فَلاَ يَتَنَاجُ اثْناَنِ دُوْنَ الثَّالِثِ مِنْ أَجْلِ أَنَّ ذَالِكَ يُحْزِنُهُ
‘Apabila tiga orang diantara kalian sedang berkumpul, maka tidak boleh dua orang di antara kalian saling berbisik tanpa melibatkan oang yang ketiga, karena hal itu akan membuatnya bersedih.[2]
Illat pada hadits ini adalah karena perkara itu akan membuatnya sedih. Termasuk illat karena menggunakan huruf ta’lil yang sharih (yakni lafald min ajli).
2. ‘Illat Dilalah, dengan menggunakan sifat mufhim :
Allah berfirman:
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ
(
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu.” (QS. Al-Anfal [8]: 60)
Kata تُرْهِبُونَ “menggetarkan musuh” adalah sifat yang sesuai dengan mafhum ( sifat memberikan arti peng-‘illat-an) bagi keharusan untuk mengadakan persiapan menghadapi musuh. Lafald tersebut merupakan ‘illat dilalah.
Rasululah bersabda:
مَا كَانَتْ هَذِهِ لِتُقَاتِلَ
“Wanita itu tidak untuk berperang”
Hadits ini memberikan arti bahwa ‘illat keharaman membunuh wanita yang turut serta berperang adalah karena wanita itu tidak ikut berperang menghadapi tentara musuh. ‘Illat ini merupakan sifat mufhim. Maka ‘illat yang ada pada hadits tersebut merupakan illat dilalah. Namun apabila wanita tersebut dari kalangan musuh yang ikut terlibat memerangi kaum Muslim, maka boleh dibunuh.
3. ‘Illat mustanbathah:
Rasulullah SAW bersabda :
أَرَأَيْتَ لَوْ تَمَضْمَضْتَ هَلْ يُفْسِدُ صَوْمَكَ؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: فَكَذَالِكَ الْقُبْلَةُ
‘Apa pendapatmu andaikata engkau berkumur-kumur (pada saat berpuasa), apakah akan merusak puasamu ? Umar menjawab : ‘Tidak’. Beliau bersabda’ Begitu juga dengan mencium’.[3]
Dari nash ini digali bahwa ‘illat batalnya shaum karena mencium adalah keluarnya sperma. Apabila seseorang mencium isterinya tetapi tidak keluar sperma maka tidak membatalkan shaum. Jadi al-inzal (keluarnya sperma) adalah ‘illat istinbatiyyah karena sama seperti berkumur-kumur. Namun jika mengakibatkan masuknya air ke dalam perut , shaumnya menjadi batal/rusak. Begitu juga mencium yang berakibat keluarnya sperma.
4. ‘Illlat Qiyasiyah
Rasul bersada ;
نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبِيْعَ حَاضِرٌ لِبَادٍ
‘Rasulullah SAW melarang orang kota (menyongsong guna membeli barang) kepada orang (yang datang dari pelosok) pedesaan.[4]
‘Illat fasadnya jual-beli tersebut adalah keberadaan orang yang menjual yang termasuk penduduk kota, dan yang membeli termasuk yang datang dari pelosok, yakni dari pedalaman. Keduanya merupakan sifat yang menunjukkan adanya ‘illat. Penyebabnya, orang yang datang dari pedalaman tidak mengetahui harga yang ada di pasaran dan yang diketahui oleh penduduk kota. Dia tidak mengetahui harga pasar. ‘Illat ini (keberadan penjual dari kota dan pembeli dari desa) disebut illat dilalah, karena kedua sifat ini merupakan sifat yang memberikan arti adanya ‘illat.
Dalam hadits tersebut terdapat hubungan implikasi antara ‘illat keadaan pembeli dari kalangan pendudk desa) dengan hukum (fasadnya jual-beli). Hubungan implikasi ini adalah ketidaktahuan orang desa terhadap harga pasar. Berdasar hal ini maka setiap sifat yang meliputi hubungan ini (aspek peng-‘illat-an) merpakan ‘illat qiyasiyah, seperti keberadaan orang yang membeli dan baru keluar dari penjara, atau orang yang datang setelah lama menghilang, maka jual-belinya menjadi fasad. Keadaan pembeli yang termasuk penduduk desa disebut ‘illat dilalah. Sedang keadaan pembeli yang baru keluar adari penjara termasuk ‘ilat qiyasiyah. Penyatunya adalah faktor ketidaktahuan terhadap harga pasar.
D. Perbedaan ‘illat dan sabab
Sabab adalah tanda (‘amarah) yang memberi tahu adanya suatu hukum, seperti tergelincirnya matahari merupakan tanda yang memberi tahu adanya (terwujudnya) shalat. Sedangkan ‘Illat adalah perkara yang karenanya terwujud hukum. ‘Illat adalah pemicu disyariatkannya suatu hukum. Jadi, ‘Illat adalah sabab pensyariatan hukum, bukan sebab adanya hukum, sehingga ‘illat termasuk salah satu dalil-dalil hukum. Contohnya adalah melalaikan shalat, yang digali dari firmanAlah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli[1475]. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al-Jumuah [62] : 9)
Melalaikan shalat, menjadi sebab disyariatkanya suatu hukum, yaitu haramnya berjual-beli ketika azan Jumat. Dengan demikiain disebut ‘illat bukan sabab. Berbeda denga tergelincirnya matahari, bukan merupakan’illat, karena shalat dzuhur tidak disyariatkan karennanya. Itu hanya merupakan tanda bahwa (waktu shalat ) dzuhur telah terwujud.
E. Perbedaan ‘Illat dengan Hikmah
Tujuan yang menjelaskan maksud syari’ dari suatu hukum biasa dikenal dengan istilah hikmah, bukan ‘illat. Hal ini karena hikmah tidak termasuk perkara yang mendorong disyariatkanya suatu hukum.
Berikut nashyagnmenjeasakan hikmah:
1. Nash yang menjelaskan syariat Islam secara umum:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Dan tidaklah kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. (QS. Al-Anbiya [21]:107)
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآَنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا
“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (QS. Al-Isra’ [17]: 82)
Obat (syifa) dan rahmat adalah sifat bagi syariat dilihat dari hasilnya, bukan ‘illat atas pensyariatannya. Bentuk nash tersebut tidak menunjukkan ta’lil, sehingga menafikan adanya ‘illat, sehingga rahmat merupakan hikmah dari diberlakukannya syariat.
2. Nash yang menjelaskan hikmah pada setiap hukumnya
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
“supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan[985] atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak[986]. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. (QS. Al-Hajj [22]: 28)
إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ
“Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. Al-Maidah [5]: 91)
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyat [51]: 56)
Perbedaan besar antara hikmah dengan ‘illat adalah bahwa ‘illat merupakan pemicu disyariatkannya suatu hukum, sedang hikmah adalah perkara yang menjelaskan hasil dan tujuan dari hukum. ‘Illat itu ada sebelum adanya hukum, sedang hikmah adalah hasil yang diperoleh dari pelaksanaan hukum.
Bercermin dari surat Adz-Dzariat ayat 56 di atas, pada kenyataannya banyak sekali makhluk Allah yang tidak beribadah kepada Allah. Selanjutnya,. pada surat Al-Hajj ayat 28, banyak sekali orang yang melaksanakan ibadah haji tetapi tidak bisa menyaksikan manfaatnya. Begitu juga dengan hikmah-hikmah lainnya kadangkala terwujud, kadangkala tidak terwujud.
________________________________________
[1] Atha’ Bin Khalil, Taisir al-Wushul ila al-Ushul (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2003), hal. 107-133.
[2] HR. Ahmad: 1/375, 425.
[3] Ahmad : 1/12, Ibnu Khuzaimah: 3/240, Mustadrak: 2/198, Al-Baihaqi,; 4/218.
[4] Bukhari: 2033, Muslim: 1413.
IbuQ orang yg kuat..
Hm jadi bingung nih, sptix kbrangkatan kmbali fifti2. Ibu sakit, g da yg rawat. K2 dluar kota smua. K'lo aq jg mrantau, sapa yg akn mrawat, smntara bpakQ jg p'lu drawat.
Ibu sring meyakinkn dirix n diriq agar jgn jd perempuan loyo. Pergi, Jangan pulang sblm b'hasil. Dy bgtu kuat dgn ucapan n tindakanx slama ini. Tp apakh mungkn dsaat2 bliau skt, aq malah pergi?. Ah dilema.
Pikirq, pekerjaan bs dcari. Tp apkh bakti yg hlg bs dkembalikn lg?. Takut rugi? Pastilah.. Ada bxk hal yg tk bs dukur dgn uang!
Ibuq syg, cpat sembuh y..
Ibu sring meyakinkn dirix n diriq agar jgn jd perempuan loyo. Pergi, Jangan pulang sblm b'hasil. Dy bgtu kuat dgn ucapan n tindakanx slama ini. Tp apakh mungkn dsaat2 bliau skt, aq malah pergi?. Ah dilema.
Pikirq, pekerjaan bs dcari. Tp apkh bakti yg hlg bs dkembalikn lg?. Takut rugi? Pastilah.. Ada bxk hal yg tk bs dukur dgn uang!
Ibuq syg, cpat sembuh y..
Kamis, 10 Februari 2011
Ke pasar
Ke pasar ma ibu. Spti bysa, aktivitas dlmx mmbuatq bxk b'pikir. Hm masing2 pux ksibukan. Variatif dan sarat perjuangan hdp. Yg plg menonjol ad. Kebutuhan hdp yg hrs dpenuhi. Entah dr sisi pnjual ataupun pmbeli. Yg plg mmbwtq tertarik, ada s'orang ibu d pasar basah yg bgtu b'smangat menawarkn obat ramu2an. Dgn b'bekal bhs daerah makassar n vokal d micx, dy bgtu lihay memasarkn. Dy bgtu p'caya diri. Namun, yg t'lintas dlm pikirnq ad. Semoga promosix tdk ada yg dkurangi n dlebihkn, dn snntiasa dlm lindungn Allah swt. Pslx, pedagang disebut sbg pelaku yg plg cpt t'gelincir ke neraka.
Satu hal yg mmbwtq kasihan pada ibu itu. Saat b'juang dgn jualanx, tiba2 dtg s'org bpak2 yg mengaku ptugas pasar, menyuruh si ibu u/ segera minggat krn ilegal. Hm alias blum nyetor. Tp, si ibu yg aktif itu sgera menolak. Pembelaanx msk akal, sy hrs b'tahan dmi mencari uang. Anak2x p'lu makan dsb. Yaa, ibu ini hx satu dr skian bxk korban penerapan sistem yg tdk sesuai dgn fitrah manusia. Negara yg seharsx menjamin kesejahteraan rakyatx, malh memihak pada org yg b'duit. Walhasil, hak rakyatpun t'bengkalai. Fasilitas kehidupan dasar menjadi tak t'penuhi. Rakyat susah. Sharusx negara memfasilitasi dgn menyediakan t4 khusus murah n k'lu bs gratis bg para pnjual, memberikan modal usaha bg rakyat, dan menjamin kemaslahatan akhlaq saat jual beli d pasar dgn adax qadhi.
Faktax skrg, Pajak dan biaya yg dbebankan kpada para penjual menjadikan harga makin mahal. T4xpun mahal apalg k'lu ekslusif dr sgi tampilan. K'lu mw yg murah y harus siap tak ada ac n bragam bau2an aneh. Pajak yg dbebankn, blum lg kebutuhan sehari2 yg menanti tk dpenuhi, menjadikan Untung kdg pas2n. Makax bxk kecurangan jual beli. Tdk smua mengalami hal ini mungkin. Tp kbxkn mengaku dmikian.
Dsatu ksempatan, aku melirik pada seorang penjual kelapa. Dia perempuan, namun bgt lincah mengupas puluhan kelapa. Nampakx sdh t'biasa. Dy msh sgt muda, bhkn perkiraanq mungkin msh 25-27 taun. Hm, mungkin k'lu feminis bangga melihat ini sbg hasil dr emansipasi wanita, kesetaraan antara pria n wanita. Tp dr kcmata Islam, dy ad. Sosok tangguh yg b'usaha membantu kluargax mencari nafkah. Tergantung lg niatx. Yg jelas sosok pekerja wanita dluar rumah bkn b'arti krn emansipasi. Melainkan mang bxk wanita yg merasa p'lu u/ melakukanx krn tuntutan qimah madiyyah. Wallahu'alam
Satu hal yg mmbwtq kasihan pada ibu itu. Saat b'juang dgn jualanx, tiba2 dtg s'org bpak2 yg mengaku ptugas pasar, menyuruh si ibu u/ segera minggat krn ilegal. Hm alias blum nyetor. Tp, si ibu yg aktif itu sgera menolak. Pembelaanx msk akal, sy hrs b'tahan dmi mencari uang. Anak2x p'lu makan dsb. Yaa, ibu ini hx satu dr skian bxk korban penerapan sistem yg tdk sesuai dgn fitrah manusia. Negara yg seharsx menjamin kesejahteraan rakyatx, malh memihak pada org yg b'duit. Walhasil, hak rakyatpun t'bengkalai. Fasilitas kehidupan dasar menjadi tak t'penuhi. Rakyat susah. Sharusx negara memfasilitasi dgn menyediakan t4 khusus murah n k'lu bs gratis bg para pnjual, memberikan modal usaha bg rakyat, dan menjamin kemaslahatan akhlaq saat jual beli d pasar dgn adax qadhi.
Faktax skrg, Pajak dan biaya yg dbebankan kpada para penjual menjadikan harga makin mahal. T4xpun mahal apalg k'lu ekslusif dr sgi tampilan. K'lu mw yg murah y harus siap tak ada ac n bragam bau2an aneh. Pajak yg dbebankn, blum lg kebutuhan sehari2 yg menanti tk dpenuhi, menjadikan Untung kdg pas2n. Makax bxk kecurangan jual beli. Tdk smua mengalami hal ini mungkin. Tp kbxkn mengaku dmikian.
Dsatu ksempatan, aku melirik pada seorang penjual kelapa. Dia perempuan, namun bgt lincah mengupas puluhan kelapa. Nampakx sdh t'biasa. Dy msh sgt muda, bhkn perkiraanq mungkin msh 25-27 taun. Hm, mungkin k'lu feminis bangga melihat ini sbg hasil dr emansipasi wanita, kesetaraan antara pria n wanita. Tp dr kcmata Islam, dy ad. Sosok tangguh yg b'usaha membantu kluargax mencari nafkah. Tergantung lg niatx. Yg jelas sosok pekerja wanita dluar rumah bkn b'arti krn emansipasi. Melainkan mang bxk wanita yg merasa p'lu u/ melakukanx krn tuntutan qimah madiyyah. Wallahu'alam
Rabu, 09 Februari 2011
Hizbut Tahrir Indonesia : Tumbangkan Rezim Diktator Mubarak, Ganti dengan Khilafah !
Jakarta. Sekitar 400 aktifis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) melakukan aksi demonstrasi di depan Kedubes Mesir di Jakarta Selasa (8/02). Dalam aksi ini Hizbut Tahrir Indonesia menyeru rakyat Mesir untuk menumbangkan rezim diktator Husni Mubarak dan menggantinya dengan sistem Khilafah.
Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia , Muhammad Ismail Yusanto, menegaskan Husni Mubarak harus ditumbangkan, sudah 30 tahun lebih rakyat Mesir hidup dibawah penindasan rezim Mubarak ini.
“ Mubarak dengan tangan besi telah membungkam lawan-lawan politiknya , terutama yang ingin memperjuangkan syariah Islam, ribuan aktifis Islam diculik, disiksa , dipenjara, hingga di bunuh di penjara-penjara yang mengerikan di Mesir”, ujar Ismail Yusanto.
Tidak hanya itu , menurut Ismail Yusanto, Mubarak juga telah menjual negeri Mesir untuk kepentingan Amerika dan Israel. Melalui tangan besi Mubarak Amerika menghabisi siapapun yang menginginkan Islam tegak di Mesir, karena mengancam kepentingan Amerika.
“ Mubarak, merupakan rezim boneka Amerika untuk mengokohkan penjajahan Amerika di kawasan Timur Tengah,” jelas Ismail.
Ismail menambahkan , Mubarak merupakan penguasa diktator yang banyak membuat kerusakan di muka bumi. Mubarak menggadaikan Mesir kepada musuh umat Islam , Zionis Yahudi .
“ Negeri Kinanah menjadi medan eksploitasi bagi AS dan Yahudi untuk merampok kekayaan negeri ini sementara rakyatnya hidup dalam kemiskinan yang sangat, kelaparan yang membinasakan dan harga-harga yang melambung tinggi,” kata Ismail.
“Ketika Gaza dibombardir oleh pasukan Zionis Israel, Mubarak malah mencegah umat Islam untuk membela saudaranya di Palestina masuk lewat Mesir, diktator Mubarakpun membangun tembok baja di perbatasan Mesir dan Gaza yang semakin menambah kesulitan pasokan obat-obatan dan makanan untuk rakyat Palestina,” ujar Ismail.
Namun Ismail Yusanto mengingatkan persoalan Mesir tidak akan selesai hanya dengan mundurnya Mubarak, apalagi pengganti yang sudah dipersiapkan dikenal dekat dengan Amerika dan Israel. Menurutnya, diperlukan perubahan sistem sekuler Mesir yang gagal sekarang menjadi sistem syariah Islam dan Khilafah
“ Hizbut Tahrir mengingatkan rakyat Mesir akan tipu muslihat rezim sehingga melupakan bahwa penyakitnya sebenarnya adalah sistem sekuler itu sendiri dan ketertundukan pada AS, rakyat Mesir dan dunia Islam harus memfokuskan perjuangan menuju tegaknya Daulah Khilafah Rasyidah, dan janganlah Anda takut kepada keganasan orang zalim,” tegas Ismail
Pada akhir acara, tiga orang delegasi dari DPP Hizbut Tahrir diterima oleh kedubes Mesir. Delegasi HTI menyampaikan selebaran dan pernyataan pers yang berisi seruan Hizbut Tahrir untuk rakyat Mesir. Acarapun berakhir dengan tertib setelah ditutup dengan doa. (AF/ mediaumat.com)
enAk Banget da ah! I LiKe MaNaDo FooD.. palagi yang ini.. namanya sup BrEne bOn ^_^
Brenebon
Bahan-bahan:
1. Brenebon 1/4 kg
2. Tulang/Iga/daging/tetelan sapi : 1/4 kg (sesuai selera)
3. Daun bawang secukupnya
4. Bumbu penyedap rasa dan garam secukupnya
Cara memasak:
1.Brenebon di cuci dan direndam semalaman.
2.Lalu rebus daging/tulang/iga bersamaan dengan brenebon yang sudah direndam, hingga empuk.
3.Bila sudah empuk semua masukkan bumbu penyedap rasa dan garam. Terakhir masukkan daun bawang yang sudah diiris-iris sebesar 1/2 cm.
4.Setelah itu siap disajikan, lebih sedap lagi bila disantap dengan sambal tumis.
Selamat Menikmati.
hmmm masih ada di kulkas g ya.. hihi.. :p
btw, kayaknya ni resep masih kurang deh, ga da kentang ma wortelnya, bawang putih ma daun supnya, palgi bawang gorengnya.. yo weiiss nanti di impruv lg yak.. :).. maklumlah lagi malasyy nulis, jadinya copy paste yang paling simple ja.. xixi
Bahan-bahan:
1. Brenebon 1/4 kg
2. Tulang/Iga/daging/tetelan sapi : 1/4 kg (sesuai selera)
3. Daun bawang secukupnya
4. Bumbu penyedap rasa dan garam secukupnya
Cara memasak:
1.Brenebon di cuci dan direndam semalaman.
2.Lalu rebus daging/tulang/iga bersamaan dengan brenebon yang sudah direndam, hingga empuk.
3.Bila sudah empuk semua masukkan bumbu penyedap rasa dan garam. Terakhir masukkan daun bawang yang sudah diiris-iris sebesar 1/2 cm.
4.Setelah itu siap disajikan, lebih sedap lagi bila disantap dengan sambal tumis.
Selamat Menikmati.
hmmm masih ada di kulkas g ya.. hihi.. :p
btw, kayaknya ni resep masih kurang deh, ga da kentang ma wortelnya, bawang putih ma daun supnya, palgi bawang gorengnya.. yo weiiss nanti di impruv lg yak.. :).. maklumlah lagi malasyy nulis, jadinya copy paste yang paling simple ja.. xixi
Valentine's day, Benarkah ia hanya kasih sayang belaka ?
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang di muka bumi ini, nescaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti prasangka belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (Surah Al-An’am : 116)
Hari 'kasih sayang' yang dirayakan oleh orang-orang Barat pada tahun-tahun terakhir disebut 'Valentine Day' amat popular dan merebak di pelusuk Indonesia bahkan di Malaysia juga. Lebih-lebih lagi apabila menjelangnya bulan Februari di mana banyak kita temui jargon-jargon (simbol-simbol atau iklan-iklan) tidak Islami hanya wujud demi untuk mengekspos (mempromosi) Valentine. Berbagai tempat hiburan bermula dari diskotik(disko/kelab malam), hotel-hotel, organisasi-organisasi mahupun kelompok-kelompok kecil; ramai yang berlumba-lumba menawarkan acara untuk merayakan Valentine. Dengan dukungan(pengaruh) media massa seperti surat kabar, radio mahupun televisyen; sebagian besar orang Islam juga turut dicekoki(dihidangkan) dengan iklan-iklan Valentine Day.
SEJARAH VALENTINE:
Sungguh merupakan hal yang ironis(menyedihkan/tidak sepatutnya terjadi) apabila telinga kita mendengar bahkan kita sendiri 'terjun' dalam perayaan Valentine tersebut tanpa mengetahui sejarah Valentine itu sendiri. Valentine sebenarnya adalah seorang martyr (dalam Islam disebut 'Syuhada') yang kerana kesalahan dan bersifat 'dermawan' maka dia diberi gelaran Saint atau Santo.
Pada tanggal 14 Februari 270 M, St. Valentine dibunuh karena pertentangannya (pertelingkahan) dengan penguasa Romawi pada waktu itu iaitu Raja Claudius II (268 - 270 M). Untuk mengagungkan dia (St. Valentine), yang dianggap sebagai simbol ketabahan, keberanian dan kepasrahan dalam menghadapi cubaan hidup, maka para pengikutnya memperingati kematian St. Valentine sebagai 'upacara keagamaan'.
Tetapi sejak abad 16 M, 'upacara keagamaan' tersebut mulai beransur-ansur hilang dan berubah menjadi 'perayaan bukan keagamaan'. Hari Valentine kemudian dihubungkan dengan pesta jamuan kasih sayang bangsa Romawi kuno yang disebut “Supercalis” yang jatuh pada tanggal 15 Februari.
Setelah orang-orang Romawi itu masuk agama Nasrani(Kristian), pesta 'supercalis' kemudian dikaitkan dengan upacara kematian St. Valentine. Penerimaan upacara kematian St. Valentine sebagai 'hari kasih sayang' juga dikaitkan dengan kepercayaan orang Eropah bahwa waktu 'kasih sayang' itu mulai bersemi 'bagai burung jantan dan betina' pada tanggal 14 Februari.
Dalam bahasa Perancis Normandia, pada abad pertengahan terdapat kata “Galentine” yang bererti 'galant atau cinta'. Persamaan bunyi antara galentine dan valentine menyebabkan orang berfikir bahwa sebaiknya para pemuda dalam mencari pasangan hidupnya pada tanggal 14 Februari. Dengan berkembangnya zaman, seorang 'martyr' bernama St. Valentino mungkin akan terus bergeser jauh pengertiannya(jauh dari erti yang sebenarnya). Manusia pada zaman sekarang tidak lagi mengetahui dengan jelas asal usul hari Valentine. Di mana pada zaman sekarang ini orang mengenal Valentine lewat (melalui) greeting card, pesta persaudaraan, tukar kado(bertukar-tukar memberi hadiah) dan sebagainya tanpa ingin mengetahui latar belakang sejarahnya lebih dari 1700 tahun yang lalu.
Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa moment(hal/saat/waktu) ini hanyalah tidak lebih bercorak kepercayaan atau animisme belaka yang berusaha merosak 'akidah' muslim dan muslimah sekaligus memperkenalkan gaya hidup barat dengan kedok percintaan(bertopengkan percintaan), perjodohan dan kasih sayang.
PANDANGAN ISLAM
Sebagai seorang muslim tanyakanlah pada diri kita sendiri, apakah kita akan mencontohi begitu saja sesuatu yang jelas bukan bersumber dari Islam ?
Mari kita renungkan firman Allah s.w.t.:
“ Dan janglah kamu megikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabnya”. (Surah Al-Isra : 36)
Dalam Islam kata “tahu” berarti mampu mengindera(mengetahui) dengan seluruh panca indera yang dikuasai oleh hati. Pengetahuan yang sampai pada taraf mengangkat isi dan hakikat sebenarnya. Bukan hanya sekedar dapat melihat atau mendengar. Bukan pula sekadar tahu sejarah, tujuannya, apa, siapa, kapan(bila), bagaimana, dan di mana, akan tetapi lebih dari itu.
Oleh kerana itu Islam amat melarang kepercayaan yang membonceng(mendorong/mengikut) kepada suatu kepercayaan lain atau dalam Islam disebut Taqlid.
Hadis Rasulullah s.a.w:“ Barang siapa yang meniru atau mengikuti suatu kaum (agama) maka dia termasuk kaum (agama) itu”.
Firman Allah s.w.t. dalam Surah AL Imran (keluarga Imran) ayat 85 :“Barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-sekali tidaklah diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”.
HAL-HAL YANG HARUS DIBERI PERHATIAN:-
Dalam masalah Valentine itu perlu difahami secara mendalam terutama dari kaca mata agama kerana kehidupan kita tidak dapat lari atau lepas dari agama (Islam) sebagai pandangan hidup. Berikut ini beberapa hal yang harus difahami di dalam masalah 'Valentine Day'.
1. PRINSIP / DASAR
Valentine Day adalah suatu perayaan yang berdasarkan kepada pesta jamuan 'supercalis' bangsa Romawi kuno di mana setelah mereka masuk Agama Nasrani (kristian), maka berubah menjadi 'acara keagamaan' yang dikaitkan dengan kematian St. Valentine.
2. SUMBER ASASI
Valentine jelas-jelas bukan bersumber dari Islam, melainkan bersumber dari rekaan fikiran manusia yang diteruskan oleh pihak gereja. Oleh kerana itu lah , berpegang kepada akal rasional manusia semata-mata, tetapi jika tidak berdasarkan kepada Islam(Allah), maka ia akan tertolak.
Firman Allah swt dalam Surah Al Baqarah ayat 120 :“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.
Katakanlah : “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemahuan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”.
3. TUJUAN
Tujuan mencipta dan mengungkapkan rasa kasih sayang di persada bumi adalah baik. Tetapi bukan seminit untuk sehari dan sehari untuk setahun. Dan bukan pula bererti kita harus berkiblat kepada Valentine seolah-olah meninggikan ajaran lain di atas Islam. Islam diutuskan kepada umatnya dengan memerintahkan umatnya untuk berkasih sayang dan menjalinkan persaudaraan yang abadi di bawah naungan Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Bahkan Rasulullah s.a.w. bersabda :“Tidak beriman salah seorang di antara kamu sehingga ia cinta kepada saudaranya seperti cintanya kepada diri sendiri”.
4. OPERASIONAL
Pada umumnya acara Valentine Day diadakan dalam bentuk pesta pora dan huru-hara.
Perhatikanlah firman Allah s.w.t.:“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaithon dan syaithon itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”. (Surah Al Isra : 27)
Surah Al-Anfal ayat 63 yang berbunyi : “…walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia (Allah) Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Sudah jelas ! Apapun alasannya, kita tidak dapat menerima kebudayaan import dari luar yang nyata-nyata bertentangan dengan keyakinan (akidah) kita. Janganlah kita mengotori akidah kita dengan dalih toleransi dan setia kawan. Kerana kalau dikata toleransi, Islamlah yang paling toleransi di dunia.
Sudah berapa jauhkah kita mengayunkan langkah mengelu-elukan(memuja-muja) Valentine Day ? Sudah semestinya kita menyedari sejak dini(saat ini), agar jangan sampai terperosok lebih jauh lagi. Tidak perlu kita irihati dan cemburu dengan upacara dan bentuk kasih sayang agama lain. Bukankah Allah itu Ar Rahman dan Ar Rohim. Bukan hanya sehari untuk setahun. Dan bukan pula dibungkus dengan hawa nafsu. Tetapi yang jelas kasih sayang di dalam Islam lebih luas dari semua itu. Bahkan Islam itu merupakan 'alternatif' terakhir setelah manusia gagal dengan sistem-sistem lain.
Lihatlah kebangkitan Islam!!! Lihatlah kerosakan-kerosakan yang ditampilkan oleh peradaban Barat baik dalam media massa, televisyen dan sebagainya. Karena sebenarnya Barat hanya mengenali perkara atau urusan yang bersifat materi. Hati mereka kosong dan mereka bagaikan 'robot' yang bernyawa.
MARI ISTIQOMAH (BERPEGANG TEGUH)
Perhatikanlah Firman Allah :
“…dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang zalim”.
Semoga Allah memberikan kepada kita hidayahNya dan ketetapan hati untuk dapat istiqomah dengan Islam sehingga hati kita menerima kebenaran serta menjalankan ajarannya.
Tujuan dari semua itu adalah agar diri kita selalu taat sehingga dengan izin Allah s.w.t. kita dapat berjumpa dengan para Nabi baik Nabi Adam sampai Nabi Muhammad s.a.w.
Firman Allah s.w.t.:
“Barangsiapa yang taat kepada Allah dan RasulNya maka dia akan bersama orang-orang yang diberi nikmat dari golongan Nabi-Nabi, para shiddiq (benar imannya), syuhada, sholihin (orang-orang sholih), mereka itulah sebaik-baik teman”.
Berkata Peguam Zulkifli Nordin (peguam di Malaysia) di dalam kaset 'MURTAD' yang mafhumnya :-
"VALENTINE" adalah nama seorang paderi. Namanya Pedro St. Valentino. 14 Februari 1492 adalah hari kejatuhan Kerajaan Islam Sepanyol. Paderi ini umumkan atau isytiharkan hari tersebut sebagai hari 'kasih sayang' kerana pada nya Islam adalah ZALIM!!! Tumbangnya Kerajaan Islam Sepanyol dirayakan sebagai Hari Valentine. Semoga Anda Semua Ambil Pengajaran!!! Jadi.. mengapa kita ingin menyambut Hari Valentine ini kerana hari itu adalah hari jatuhnya kerajaan Islam kita di Sepanyol..
T3rTanGgaL 6 FebRuaR! 2011
Hari ini ke Kolaka lagi. Lumayan lelah juga sih dengan kurang lebih 12 jam perjalanan pulang pergih, start pukul 6.30 pagi trus sampe rumah kembali pukul 7 Malam. tapi asikkklah karena bisa menikmati banyak pemandangan indah sepanjang jalan. Sangat menikmati disetiap momentnya. Apalagi pas perjalanan pulang menyusuri hutan pinus dan sawah yang mebentang luas berratus-ratus hektar ditambah dengan efek embun dibalik rindangnya hutan, beuh… mantap ahh.. Subhanallah ciptaan Allah, tak tertandingi.. ^_^
Tepar.com alias berbaring untuk istirahat karena kelelahan. Usai Isha langsung rehat. Jam 10 malam bangun makan, konsumsi obat, ngecek sms’’ masuk sambil pelototin perkembangan terbaru di Mesir. Entah mengapa, aku juga kepengen hal ini terjadi di Indonesia. Masyarakat berbondong-bondong turun kejalan dan menyerukan pergantian rezim, ganti system. Hmm, sebenarnya keinginan itu punya konsekuensi. K’lo mang ingin, buktikanlah. Yah, moga pengajian umum bersama anak Kimia ’10 hari senin nanti bisa menjadi tahap kemajuan terbaru pengkaderan sehingga mereka juga betul-betul mampu dan berani berkomitmen menjadi bagian dari perjuangan ini dan pergantian itu segera cepat terwujud. Target: semuanya jadi ngaji. Amin ya Rabb.
Saat ni mang anak-anak agak kewalahan dengan pengkaderan, alhamdulillah. Brand image khilafah di kampus Unhalu yang gencar di bangun oleh para pemikir handal alhamdulillah sudah memikat hati para civitas kampus. Ya, brand image itu tergantung aktivisnya. K’lo aktivisnya hanya saling ngarep n menyalahkan, ga da inisiatif, y mana bisa BI itu bisa booming. Maka di perlukan insiatif tinggi dilandasi niat ikhlas karena Allah. Berani ungkapkan ide, mampu berpikir jangka panjang, dan menerima kritik dan saran karena hal ini penting dalam kerja tim. Kan fikroh dan thoriqohnyakan sudah jelas. Kita juga berjalan di bawah pengawasan sekalipun LDK sifatnya lebih mandiri. hmm, k’lo ngomongin ini, jadi rindu LDK neh. Explore idenya leluasa banggetlah, hehe… pasang surutnya juga, serruu abeeess.. hihihi..
Hufh, jadi ingat waktu pertama kali jadi trainer di acara keakhwatan BKLDM. Temanya adalah “menjadi Muslimah yang dirindukan Surga”. Waktu itu sih, modalnya mang bismillah aja hehe.. mulai jam 9 berakhir 11.30. waktu itu yang jadi pemateri pertama si Atiqoh, adikku yang paling imut ^_^. Tapi lupa di bahas pa y waktu itu. Sebenarnya ada yang unik dan unpredict. Banyak ibu-ibu yang dtg k training kita. Hmm, subhanallah, Allah selalu punya kejutan. Walau mati lampu, kegiatan tetap berjalan dengan lancarrr.
Serius juga para pesertanya. Ketika di buka sesi pertanyaan, tiba-tiba salah satu ibu bertanya mengenai penutup aurat. Subhanallah. Ga nyangka juga si Ibu nanya masalah itu. Akhirnya si Atiqoh menjelaskan dengan lugas, tegas, dan terpercaya bahwa yang di maksud dengan jalabihinna alias jilbab adalah pakaian longgar terusan tak berpotong mirip terowongan yang dipakai oleh wanita ketika keluar rumah dan juga khimar yang berarti kerudung yang seperti biasa di pakai namun tak transparan. jadi pakaian muslimah diluar rumah itu adalah jilbab dan khimar. hmm.. Respon ibu itupun agak sedikit terkejut, tapi mengaku bersyukur karena penjelasan itu baru ia jumpai, namun masuk akal katanya. Ya mang Islam memuskan akal sih bu, hehehe..
Nah, tiba giliranku memaparkan materi, ternyata lagi dapat arisan. Kondisi tertentu lagi menjela. Akh tapi gapapa, dikuat-kuatkan ajalah, Allahuakbar! ^_^. Karena ga bisa sambil berdiri, aku mengatakan pada peserta bahwa kondisi lagi ga fit, perut lagi ada masalah. Eh, lucunya, si ibu-ibu mengiranya kalo diriku lagi ngidam. Wuaaaaahhh, ngidam dari hongkong hahahaha… hmm biarlah mereka dengan prasangkanya, yah anggap aj doalah hahaha..
Well, materi terpaparkan dengan cukup lancar. Di perjalananpun, tiba-tiba perutku ga sakit lagi. Alhamdulillah dah sedia payUng sebelum hujan. Slide power pointnya sudah ku print dari hari-hari sebelumnya untuk mengantisipasi keadaan yang tak diinginkan. Yang kupaparkan saat itu adalah mengenai Syakhshiyyah Islam. Cukup banyak buku dan artikel yang menjadi rujukan saat itu. Pikirku, Karena dalam training itu menentukan ketertarikan pemikiran seseorang untuk kemudian memutuskan lanjut ke tahap berikutnya, yaitu follow up yang tak kalah hebat pentingnya. Dan dalam hal ini juga, biarpun trainingnya mantap, pesertanya sudah “pasrah”, tapi k’lo pengkadernya masih loyo-loyo, mana bisa disebut gerak dan bisa ada produktivitas?
Bagi para pengemban dakwah yang mempunyai masalah dalam mengkader, caranya gampang, kembali ke Irodah, jujur pada diri sendiri, kaji bagian mana yang bermasalah, lalu kembalikan dia ke hukum syara’. K’lo perlu bantuan dalam mengungkapkan ide terhadap madh’unya, minta bantuan temannya untuk menangani situasi, pelajari sambil memompa keberanian diri. Semangat karena Allah. Inilah yang disebut dengan manajemen masalah.
Sering masalah juga muncul akibat study oriented yang berlebihan, pencapaian nilai atau qimah yang tidak seimbang, hingga bingung dengan niat, akhirnya stress, kemudian salah langkah karena salah mengambil keputusan. Kadang harus meminta cuti dari dakwah. Pemahaman yang harus diluruskan.
Dakwah tidak akan menghalangi seseorang untuk menjadi sarjana. Karena dakwah bukanlah paksaan yang kejam. Dia kewajiban yang justru menuntut perbaikan kondisi ummat dalam wilayah individu, masyarakat, dan negara. Justru karena merasa sibuk, dan sibuk itu merupakan bagian dari cobaan, makanya harus dilawan. Jangan diwarnai dengan cobaan yang ada. Kalo kita kalah, Yang ada bukannya kuat, kitanya malah makin lemah. Maka jangan biarkan diri terpuruk lama dalam pergolakan batin yang sebenarnya bisa singkat diselesaikan bila berusaha jujur pada diri sendiri, tariklah diri agar tetap kuat. So, hadapi aja dengan senyuman kesyukuran dan kesabaran. iyye ga cuyy.. :D
Senin, 07 Februari 2011
KHAYALAN DEMOKRASI
Krisis fundamental yang terjadi saat ini ternyata membelajarkan ummat secara global bahwa ungkapan keberhasilan penerapan sistem demokrasi tak seindah kenyataannya. Janji-janji manis para penguasa justru berbanding terbalik dengan realita yang secara terang-terangan memperlihatkan makin terpuruknya nasib rakyat. Slogan-slogan optimis dalam membangun demokrasi pun sungguh jauh panggang dari api. Ungkapan “Memperjuangkan rakyat” sungguhlah sugesti-sugesti kosong. Kepentingan kapitalis lebihlah dominan daripada kepentingan rakyat. Demokrasi justru melahirkan para mafia hukum yang terus saja merajalela. sementara rakyat terus saja meminta keadilan, Hak mereka justru masuk dalam kantung para penguasa yang katanya bekerja melayani rakyat tersebut,. Penegakkan hukumpun hanya ada dibibir saja, nyatanya sangat terlihat jelas tebang pilihnya.
Sebut saja kasus 6,7 milyar Gayus yang sampai sekarang belum ada ujungnya lantaran disebut-sebut menyeret beberapa nama petinggi kepolisian dan penguasa. Dan masih banyak kasus serupa lainnya terjadi. Kenyataan parah lainnya juga muncul dari ketergantungan ekonomi negeri-negeri muslim, termasuk Indonesia, terhadap lembaga Internasional yang berasal dari negara barat, seperti IMF dan World Bank. Memang bantuan ini dapat membantu pembangunan nasional dalam jangka pendek, tapi malah mengeruk hak rakyat untuk jangka panjang. Fasilitas-fasilitas dasar yang seharusnya layak dinikmati rakyat, tidak dapat terpenuhi dengan baik lantaran syarat yang diajukan oleh lembaga-lembaga tersebut memang mengharuskan terjadinya hal demikian. Walhasil, hal ini berakibat pada kemunduran ummat di segala lini kehidupan, seperti kebodohan, kemiskinan, kriminalitas, krisis moral, kesehatan tak terjamin, dan lain sebagainya.
Pemerintah tak mampu lagi menutup-nutupi permainannya. Rakyat sudah capek dan jengah merasakan kesewenang-wenangan kaum kapitalis. Kalau memang pemerintah itu peduli terhadap nasib rakyat, mengapa terus membela dan mempertahankan sistem demokrasi yang hanya melahirkan kebobrokan demi kebobrokan ini. Nah, masihkah kita percaya kalau demokrasi itu baik? Layakkah dipertahankan?.
Kita banyak belajar melalui tragedi Tunisia Januari tahun ini yang kemudian disusul oleh Mesir. Warga tak mampu lagi membendung kekecewaannya pada rezim dan sistem demokrasi, hingga merekapun berani menggelar aksi turun ke jalan melawan pemerintah dzalim untuk menuntut perubahan sistem secara total. Korban tewas dan luka-lukapun tak terelakkan. Nah, kejadian yang serupa bisa saja melanda negeri-negeri lainnya, karena fakta yang terjadipun tak jauh berbeda. Oleh karena itu, negeri-negeri barat, terutama USA, terus saja medesak para pemerintahan timur tengah tersebut agar mengatasi para pengunjuk rasa, karena mereka tahu benar kondisi ini sangat berhubungan dengan eksistensi ideologi mereka. Hal ini bisa menjadi inspirasi bagi yang lainnya, terutama akan terciptanya persatuan ummat Islam yang pastinya akan mampu menumbangkan kapitalisme.
Sebenarnya, pemaparan mimpi-mimpi dalam demokrasi sudah sangat terlambat dan hanyalah omong kosong belaka. Ummat telah banyak menyadari, “sampai kapan kita terus dijajah dan melihat kekufuran ini?”. Oleh karena itu, harus disadari betul bahwa keburukan-keburukan inilah yang menjadi konsekuensi logis penerapan demokrasi kapitalisme yang berasaskan sekularisme. Kedaulatan di tangan rakyat yang bersumber dari akal manusia justru hanya akan mendatangkan kesengsaraan ummat, dunia dan akhirat. Makanya kehandalan demokrasi tidak pernah terbukti di sepanjang sejarah. Inilah yang sudah jelas diperingatkan oleh Allah swt lewat firmanNya: “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah [5] : 50). Maka, sikap yang yang dibutuhkan bukanlah dengan mereformasi sistem demokrasi, melainkan merevolusinya dengan mengganti sistem buatan manusia tersebut, mencabut hingga ke akar-akarnya, membuang, dan membumi hanguskannya kemudian kembali menerapkan syariat Islam secara menyeluruh dalam naungan daulah Khilafah Islamiyah. Inilah sistem pemerintahan yang akan melindungi kehidupan, harta, dan kehormatan ummat Islam. Inilah metode baku dalam menjaga aqidah umat Islam dan membebaskan manusia dari kekufuran.
Lantas siapakah yang akan mengembalikannya? kitalah yang harus memperjuangkan tegaknya Khilafah sebagai konsekuensi ketundukkan kita pada kalimat tauhid karena, "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka" (Ar-Ra'd 11). Ummat Islam harus bersatu menumbangkan rezim dan sistem kufur ini dengan mendesak pemerintah agar ganti rezim, ganti sistem. Sudah saatnya khilafah memimpin dunia. Ini merupakan janji Allah swt. Dan sungguh, janji itu makin dekat saja. Bersiaplah tuk menyambut kedatangannya. Allahuakbar!