Akhamul Khamsah (Hukum Yang Lima)
Oleh:
Azhari
Publikasi 04/01/2004
hayatulislam.net – Mungkin sering kita katakan: “Eh.. itu haram”, atau “Ini boleh nggak ya... dilakukan”, dan ucapan lainnya yang senada. Sebetulnya sadar atau tidak kita ingin tahu apakah perbuatan kita dibolehkan atau tidak oleh syari’at Islam. Maka untuk menjelaskan hal tersebut kita coba mengkaji hukum syara’ yang kita kenal dengan Ahkamul Khamsah.
Ahkamul khamsah (hukum yang lima) adalah hukum terhadap PERBUATAN yang menguraikan tentang wajib, haram, mandub/sunah, makruh dan mubah, penjelasannya sbb:
Publikasi 04/01/2004
hayatulislam.net – Mungkin sering kita katakan: “Eh.. itu haram”, atau “Ini boleh nggak ya... dilakukan”, dan ucapan lainnya yang senada. Sebetulnya sadar atau tidak kita ingin tahu apakah perbuatan kita dibolehkan atau tidak oleh syari’at Islam. Maka untuk menjelaskan hal tersebut kita coba mengkaji hukum syara’ yang kita kenal dengan Ahkamul Khamsah.
Ahkamul khamsah (hukum yang lima) adalah hukum terhadap PERBUATAN yang menguraikan tentang wajib, haram, mandub/sunah, makruh dan mubah, penjelasannya sbb:
Melaksanakan
a. Perintah dengan qarinah (indikasi) bahwa perintah tersebut pasti (jazim) harus dijalankan dan adanya sanksi jika tidak menjalankannya, maka hukumnya WAJIB. Berpahala mengerjakannya dan berdosa meninggalkannya.
Misal: perintah shalat,
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya shalat itu, sangat berat dilakukan kecuali orang-orang yang khusyu’ (Al-Baqarah 45).
Apakah yang membuat kalian masuk ke dalam Neraka Saqar?' Mereka menjawab, '(Karena) kami dulu tidak termasuk orang-orang yang mendirikan shalat'. (Al-Muddatstsir 4).
Ada perintah shalat pada suatu ayat dan sanksi atau hukuman jika tidak menjalankan pada ayat lainnya.
a. Perintah dengan qarinah (indikasi) bahwa perintah tersebut tidak pasti harus dijalankan dan tidak adanya sanksi jika tidak menjalankannya, maka hukumnya MANDUB/SUNAH. Berpahala mengerjakannya dan tidak berdosa meninggalkannya.
Misal: perintah shalat tahajud,
Dan pada sebahagian malam hendaklah kamu shalat tahajud sebagai ibadah sunnah bagimu. Mudah-mudahan (dengan shalat tahajud itu) Tuhan mengangkat engkau ketempat yang terpuji. (Al-Isra’ 79).
Tidak ada sanksi apa-apa jika tidak melaksanakan shalat tahajud, tetapi Allah swt menjanjikan akan mengangkat derajat orang-orang yang shalat tahajud.
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya shalat itu, sangat berat dilakukan kecuali orang-orang yang khusyu’ (Al-Baqarah 45).
Apakah yang membuat kalian masuk ke dalam Neraka Saqar?' Mereka menjawab, '(Karena) kami dulu tidak termasuk orang-orang yang mendirikan shalat'. (Al-Muddatstsir 4).
Ada perintah shalat pada suatu ayat dan sanksi atau hukuman jika tidak menjalankan pada ayat lainnya.
a. Perintah dengan qarinah (indikasi) bahwa perintah tersebut tidak pasti harus dijalankan dan tidak adanya sanksi jika tidak menjalankannya, maka hukumnya MANDUB/SUNAH. Berpahala mengerjakannya dan tidak berdosa meninggalkannya.
Misal: perintah shalat tahajud,
Dan pada sebahagian malam hendaklah kamu shalat tahajud sebagai ibadah sunnah bagimu. Mudah-mudahan (dengan shalat tahajud itu) Tuhan mengangkat engkau ketempat yang terpuji. (Al-Isra’ 79).
Tidak ada sanksi apa-apa jika tidak melaksanakan shalat tahajud, tetapi Allah swt menjanjikan akan mengangkat derajat orang-orang yang shalat tahajud.
Meninggalkan
a. Larangan dengan qarinah (indikasi) bahwa larangan tersebut pasti harus ditinggalkan dan adanya sanksi jika menjalankannya, maka hukumnya HARAM. Berpahala meninggalkannya dan berdosa mengerjakannya.
Misal: larangan berzina,
Sesungguhnya zina itu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang berakibat buruk. (Al-Isra’ 32).
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina maka deralah tiap-tiap orang dari keduanya seratus kali dera. (An-Nur 2).
Ada larangan melakukan zina dan sanksi baik didunia maupun diakhirat jika melakukannya.
b. Larangan dengan qarinah (indikasi) bahwa larangan tersebut tidak pasti harus ditinggalkan dan tidak adanya sanksi jika menjalankannya, maka hukumnya MAKRUH. Berpahala meninggalkannya dan tidak berdosa mengerjakannya.
Misal: melajang/membujang,
Barangsiapa yang mampu tetapi tidak menikah, maka ia tidak termasuk golonganku. (Al-Hadits).
Bahwa sesungguhnya Nabi saw mencegah perbuatan tabattul (membujang). (Al-Hadits).
Rasulullah menganjurkan untuk tidak membujang tetapi Rasulullah membiarkan/mendiamkan beberapa sahabat membujang, termasuk Abu Hurairah. Artinya, af’al (perbuatan) Rasulullah membiarkan beberapa sahabat membujang.
Pilihan
Manusia diberikan pilihan untuk melaksanakannya atau meninggalkannya dan keduanya tidak berdosa dan tidak berpahala, hukumnya MUBAH.
Misal: bekerja setelah shalat Jum’at,
Apabila telah ditunaikanlah shalat maka bertebaranlah kamu dimuka bumi. (Al-Jumu’ah 10).
Karena perbuatan ini dilarang sebelumnya, yakni bertebaran (bekerja) saat shalat Jum’at dan kemudian dibolehkan bekerja setelah melaksanakan kewajiban tersebut. Apakah kita mau tidur atau bekerja kembali setelah shalat Jum’at, hal itu terserah kita memilih yang mana.
Begitulah penjelasannya, betapa perlunya kita mengkaji Islam karena mungkin kita sangat disibukkan oleh segala sesuatu yang mubah sehingga tidak berarti apa-apa didepan Allah swt. Misalkan terlalu asyik menikmati TV, mengobrol, atau menyalurkan hobi lainnya sehingga melalikan ibadah wajib apalagi yang sunnah.
Bisa jadi kesibukan-kesibukan tersebut merupakan hal yang mubah saja dan tidak ada nilai tambahnya (pahala) dihadapan Allah swt. Agar selamat dunia-akhirat saatnya kita untuk mengerjakan yang ada nilainya dihadapan Allah swt, dan agar tahu sesuatu yang bernilai itu kita perlu belajar Islam.
Wallahua’lam,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar