Kamis, 10 Maret 2011
Sistem Ekonomi Islam
Sebagaimana diketahui, krisis keuangan global telah meletus dari Amerika Serikat, kemudian meluas ke negara-negara lain di dunia melalui tangan-tangan Kapitalisme dan pusaran globalisasi. Tidak ada satu negara pun, betapa pun jauhnya, yang bisa selamat dari keburukan nyala krisis tersebut.
Di sisi lain, solusi internasional yang sudah dilakukan—baik yang berasal dari masing-masing negara, atau dari sejumlah negara di dalam sejumlah KTT di Uni Eropa, atau KTT G-20 di Washington, atau KTT Lima atau Konferensi Qatar dll—tidak mampu menyelesaikan krisis.
Selama ini ada dua kelompok yang berbeda dalam menawarkan solusi atas krisis tersebut. Pertama: kelompok yang menutup kedua matanya dari dasar-dasar Kapitalisme yang rusak yang telah menghasilkan krisis ini. Kelompok ini memfokuskan solusinya pada dampak-dampaknya dan tidak membahas solusi mendasarnya. Mereka melihat bahwa institusi-institusi finansial telah mengalami kekeringan likuiditas. Karena itu, mereka kemudian menawarkan solusi berupa kebijakan untuk mengucurkan uang miliaran dolar untuk menciptakan likuiditas institusi-institusi itu, menurunkan tingkat suku bunga utang, mendorong kredit, dan berikutnya mereka berharap pasar akan bergerak. Kelompok ini juga memandang bahwa saham, obligasi dan surat-surat berharga telah kehilangan sebagian besar nilainya dan telah melampaui garis merah. Karena itu, tawaran solusi mereka adalah: negara harus melakukan intervensi dan membeli aset-aset yang kolaps; membeli sejumlah banyak saham, obligasi dan surat berharga.
Begitulah, kelompok ini hanya melihat krisis dari sisi permukaannya saja. Mereka tetap menutup kedua matanya dari dasar-dasar Kapitalisme yang rusak, yang justru menjadi akar krisis, dan terbukti telah gagal dalam menyelesaikan pelbagai problem perekonomian. Karena itu, wajar jika solusi mereka yang semacam itu tidak lebih dari sekadar penyembuhan dan penghilangan rasa sakit untuk sementara waktu, sementara krisis akan kembali terjadi, kadangkala semakin parah dari sebelumnya.
Kedua: kelompok yang tidak menutup kedua matanya dari dasar-dasar Kapitalisme yang rusak dan telah gagal dalam mengatasi problem perekonomian. Hanya saja, mereka membatasi pemikirannya hanya pada dua sistem saja dan menganggap tidak ada sistem ketiga. Dua sistem itu adalah Sosialisme-Komunisme yang telah terbukti gagal dan runtuh dan Kapitalisme yang telah limbung meski belum runtuh. Mereka melihat, meski terdapat berbagai kerusakan di dalam Sistem Kapitalisme, ia masih lebih baik daripada Sosialisme-Komunisme.
Anggapan kelompok kedua semacam ini jelas aneh. Mereka seolah tidak tahu atau pura-pura tidak tahu terhadap sistem ekonomi yang pernah kokoh, yang akarnya menancap kuat di kedalaman sejarah dan telah memakmurkan bumi lebih daripada yang dilakukan oleh sistem ekonomi lainnya. Sistem tersebut telah menjadikan masyarakat di bawah lindungannya menikmati kemakmuran hidup, keamanan dan ketenteraman. Mereka telah menikmati kehidupan ekonomi yang aman dan kosong dari krisis selama lebih dari tiga belas abad. Pada masanya bahkan pernah terjadi betapa sulitnya menemukan orang miskin untuk diberi harta yang menjadi haknya dari Baitul Mal kaum Muslim. Semua itu tidak lain karena mereka hidup di bawah Sistem Ekonomi Islam selama berabad-abad lamanya.
Sebaliknya, dalam naungan sistem Kapitalisme saat ini, kaum miskin di negara paling kaya di dunia pun jumlahnya jutaan. Sebabnya, karena Kapitalismelah pangkal dari kesengsaraan mayoritas umat manusia saat ini.
Mengapa Sistem Ekonomi Islam bisa sukses menciptakan kemakmuran selama berabad-abad lamanya? Sebabnya, antara lain karena Islam memiliki konsep kepemilikan yang jelas. Dalam pandangan Islam, kepemilikan atas tambang-tambang di dalam perut bumi (seperti logam, minyak, gas, dll) tidak seperti kepemilikan sebidang tanah atau rumah. Kepemilikan atas industri-industri petrokimia, industri berbagai macam energi, atau industri senjata perusak berbeda dengan kepemilikan atas industri tenun dan tekstil atau rangka baja untuk memperbaiki atap bangunan, atau industri kue dll. Kepemilikan kereta api dan “troly bus” tidak seperti kepemilikan mobil, sepede motor, dll.
Islam menjadikan kepemilikan itu ada tiga macam. Pertama: kepemilikan umum. Pemasukannya didistribusikan kepada masyarakat setelah dikurangi beban biaya. Kepemilikan umum mencakup kepemilikan atas tambang seperti logam, minyak ataupun gas. Semua itu merupakan milik umum/rakyat; negara, individu atau perusahaan swasta tidak boleh memilikinya. Pemasukannya didistribusikan kepada mereka dalam bentuk zatnya atau berupa pelayanan setelah dikurangi biaya.
Kedua: kepemilikan negara. Kepemilikan ini dikelola oleh negara dalam pos pendapatan negara. Hasilnya dibelanjakan untuk berbagai kepentingan negara seperti investasi negara di dalam pertanian, industri atau perdagangan yang tidak termasuk di dalam kepemilikan umum; atau dibelanjakan untuk mengembalikan keseimbangan di antara masyarakat di dalam masalah sirkulasi harta.
Ketiga: kepemilikan pribadi. Individu-individu dan perusahaan-perusahaan bisa memiliki pertanian, industri dan perdagangan yang tidak termasuk dalam kepemilikan umum dan kepemilikan negara.
Meskipun Sistem Ekonomi Islam sebenarnya telah secara riil diterapkan selama jangka waktu paling lama dalam sejarah, kelompok ini telah menutup kedua matanya dan tidak membahasnya. Kelompok ini telah menutup kedua matanya dari sistem ekonomi yang benar. Itulah Sistem Ekonomi Islam.
Sesungguhnya Sistem Ekonomi Islam di dalam Daulah Khilafah Islamiyahlah satu-satunya sistem pilihan yang bisa memberikan kepada manusia kehidupan ekonomi yang aman dan lurus, kosong dari krisis. Pasalnya, Sistem Ekonomi Islam adalah satu-satunya sistem ekonomi yang telah Allah Swt. turunkan. Dialah Pencipta dan Dia Mahatahu atas apa yang layak bagi ciptaan-Nya (QS al-Mulk [67]: 14). []
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar